Kumpulan Puisi Kemerdekaan oleh Sabahuddin Senin
AMANAT
KEMERDEKAAN
KUMPULAN
PUISI (150) oleh Sabahuddin Senin
Last
editing: 23 April 2018, 09:34 am
Editing
16 April 2019, 1:38 pm
1. Memaknakan
Kemerdekaan*
Aku
cinta padamu Tanah Kelahiran, Tanah Leluhur
kau
pun cinta pada tanah kelahiran ini
ketika
kau jauh di pojok penjuru bumi
lahirlah
kerinduan dan cinta mendesak dalam kalbu
ini
adalah semangat bangsa dan mengenangkanmu
dalam
semangat Kemerdekaan!
Memaknakan
kegemilanganmu menyanyikan lagu
sambil
membosongkan dada dengan mata berkilat
memandang
benderamu berkibar di langit merdeka
melihat
masa depan dan ketahanan bangsamu
kehijauan
rimba-raya tunjangmu sampai ke pusar bumi.
Aku
menyedut udara khatulistiwa di Tanah Merdeka
sejak
silam kemakmuranmu mengundang tamu jauh
Ibn
Batuta datang dengan catatan menyelusuri
selat Melaka
Laksamana
Cheng Ho menguatkan bukti tamadun bangsamu.
Aku
cinta padamu Tanah Kelahiran, Tanah Ibunda,
Kemerdekaan
ini atas kesedaran dan pengorbanan ratusan tahun
penjajah
bangsa pulang membawa khazanah cerita sendiri
Kemerdekaan
bangsa tak akan bisa dikalahkan dalam takaran waktu.
Malaysia!
namamu
kupanggil dalam doa-doa kudus malam tawajuh
perlindungan
samawi kekal dan abadi di bumi merdeka
rahmat
langit turun telah mengikat kesatuan bangsa ini.
Selangkah
demi selangkah aku menerpa ke garis depan
bahasa
Melayu hidup abadi menjadi bahasa ilmu dan kreatif
inspirasi
dan firasatnya datang dari jiwa bangsa yang besar.
Jiwa
kemerdekaan ini mengalir dalam darah anak-anak bangsa
Tamanmu tumbuh harum, indah dan berwarna-warni
lautmu
selalu tenang mengirimkan angin baik dari samawi.
Kepulauan
dan tanah leluhurmu, anugerah dan
menawan pencinta
Malaysia,
Tanah Airku.
Tanah
leluhur, Tanah Kelahiran, aku memaknakan kemerdekaan ini
pasangan
burung dari rimba jati melingkari langitmu, memeriahkan
tiap
sungai yang mengalir di bumimu seperti doa-doa yang tak putus.
Kita
mengucapkan cinta pada semua, tiada dendam yang tersirat.
Di
bumi leluhur ini kau berbaring dan membuahkan mimpi
kemerdekaan
ini, doa-doa terkabul dan perjuangan yang insaf.
Ini
adalah amanat bangsa, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa
dan
doa-doa anak merdeka mengalir sampai kiamat.
Aku
memaknakan kemerdekaan ini
Dengan
kuntum-kuntum doa yang terpacak di dada pertiwi
perjuangan
dan pengorbanan ini tak akan berhenti
tapi,
terus mengalir dalam jiwa dari zaman ke zaman.
*Tersiar di Harian
Ekspress, 18 September 2016
2. Aman Dan Harmoni*
Permainan
apakah ini ketika aku datang padamu
melangkahi
sempadan dan beramah-tamah
lalu
di ruang sederhana ini kau berpaling
tanpa
mengganggumu apalagi melanggar adat tradisi.
Mengapa
kau menjadi amarah dan gusar
di
bawah langit damai di tanah peribumi
kita
meletakkan harapan persaudaraan sejagat.
Kekerasan
itu bukan pilihan kita bersama
dan
kita akur menolak kekejaman dan kebiadapan
meneruskan
kelangsungan hidup aman dan harmoni
kau
dan aku bisa berunding dengan tawajuh
ruang
ini ada hak Tuhan dan ada hak manusia.
Ketika
kau melangkah sempadan dan mengucap salam
aku
tak akan memaksamu apa lagi melarangmu
kerana
pintu masuk dan keluar senantiasa terbuka
tiada
sesiapa merasa dipinggirkan atau dikhianat.
Di
sini kita meraih kasih sayang dan hidup damai
Kezaliman
dan penderaan hanya akan menjauhkanmu
dari kebenaran hakiki dan cinta langit samawi
dan
melepaskanmu dari belenggu kebohongan dan siasah licik
Kemerdekaan
itu kelanjutan perjuangan sampai ke puncak.
Nilai
2016
3. Mereka Mulai Berfikir
Ketika
diumumkan pada dunia malam itu
Namamu
mulai disebut-sebut dan dikenal
Sejarah
bangsa telah membuka halaman baru
Kemerdekaan
dari pengorbanan dan doa terkabul.
Gema
suaramu membawa perubahan
Di
Tanah leluhur tanah gemilang
Kau
melihat kemenangan ini adalah
Anugerah
tak akan kau lepaskan sampai kiamat.
Bahasamu
inspirasi sezaman dan berkembang
Tiap
mata memandang keindahan alammu
Kesatuan
bangsa dibangunkan atas kesedaran
Dan
pengorbanan dari semangat bangsa besar.
Kecintaanmu
berkumandang di langit merdeka
Dalam
himpunan doa-doa dan keagungan-Mu
Kejayaan
bangsa hidup dalam kalbu dan kesedaran
Keinsafan
dan melindungi Negara merdeka.
Kuala
Lumpur
2015
4. Salam Kemerdekaan*
Salam
Kemerdekaan
penjajah
bangsa telah pulang
sukmamu
telah bebas dari belenggu mengikat lehermu
dan
terputus dari masa silam yang tak akan kembali.
Salam
Kemerdekaan
adalah
himpunan doa yang terkabul
dilafazkan
hingga kiamat
solidaritas
dan kemenangan anak bangsa.
Salam
Kemerdekaan
kita
telah menolak pemerkosaan hak peribumi
memilih
hidup berbangsa-bangsa dan kedamaian
di
taman khatulistiwa ini sepanjang musim.
Salam
Kemerdekaan
bukan
menggantikan beradab dengan derhaka
bertindak
algojo di lorong gelap khianat
menabur
fitnah, kebohongan dan maut.
Salam
Kemerdekaan
perjuangan
mendorong kebenaran ke pentas terbuka
saksi-saksimu
tak akan didera atau dizalimi.
Salam
Kemerdekaan
janji-janji
keselamatan yang digenapkan
dan
samawi akur menurunkan gerimis pelangi.
Kota
Kinabalu 2014
5. Kesatuan Ummah*
Aku
mendengar deru taufan
dan
gema gelombang lautan
jeritnya
terasa menusuk dari pedalaman
sampai
ke pulau-pulau yang jauh.
Ada
menghias langit dengan lampu neon
menconteng
rembulan di kanvas malam
aku
tak akan dapat membayangkan
kedamaian
sukmamu akan terubat.
Ribut
telah melanda tanah ini
seribu
kemungkinan kau sendiri tak
dapat
menjawab apalagi menghalang
hutan
hanggus dan kabus jerebu.
Keadilan
adalah amanat perjuangan
tak
akan membenarkan kezaliman
dan
kebenaran ini akan dilindungi
tangan
samawi dan inayat-Nya.
Seperti
serangga menyerbu mangsa
kau
tak akan dapat menghadang
runtuhan
langit kedamaian ini
yang
tak mungkin, memungkinkan.
Kemerdekaan
ini adalah
hadiah
samawi kesatuan ummah
kepatuhan
dan pengorbanan Ismail
jawaban
dari mimpi yang sempurna.
Sandakan
2014
6. Firasat Merdeka*
Gerhana
telah muncul
menyempurnakan isyarat
seribu tahun penantian
langit tak mudah menyerah
dari masa silam suaramu
tetap kasih-sayang.
Kau tak akan berubah
menukar warna kulit
dan alam semesta ini
ada keindahan menawan.
Musim gempa
di pergunungan
maut berjatuhan
tapi, kau terus mendaki.
Di garis penamat
hanya dirimu
hanya dirimu.
Kau memilih kedamaian
ini bukan tanda kelemahan
dan bukan pula kekalahan.
Kau tak pernah
memilih kekerasan
apa lagi kezaliman
dalam kedamaian
ada muafakat.
Tiap
perjuangan itu
adalah
pengorbanan
dan
kerana perjuangan
tulus
ini
kau
pun merdeka.
Kota
Kinabalu
2015
7. Erti Sebuah
Kemerdekaan*
Terus-terang
ketika aku mendengarmu
kau
ingin membelah purnama di langit
tanpa
berkata apapun aku mendoakanmu
sekalipun
kau menconteng kebenaran.
Di
langitmu tanda-tanda hujan akan turun
menanggalkan
jeritan sukmamu selama ini
kau
mendera desamu sendiri kerana
ingin
memberi laluan sebuah harapan.
Kalau
kau ingin mencipta kedamaian
mengapa
kau memakai bahasa dendam
sampai
jauh ke pusar mimpi benar
meniup
bara api di pojok sukmamu.
Kemerdekaan
ini adalah ikat jaminan
ketenteraman
di langit kedamaian di bumi
kebenaran
ini wajah anak segala bangsa
kau
sendiri dilindungi sepanjang musim.
Sekali
kau membuka pintu amarah
kau
tak akan berhenti menyiksa
bumi
peribumi melaung keperihan
lalu
kau cipta mitos dan legenda palsu.
Fitratmu
kebaikan dan kasih-sayang
budaya
adalah kemakmuran bangsamu
bukan
gema suara berpuak yang hinggap
pada
suatu siang di pohon merdeka.
8. Bersuara Orang Kecil,
Bangsa Merdeka
Aku
tak menjanjikan dunia bergolek datang
tapi aku akan membawamu keluar dari kemiskinan
membeban dan menghisap sisa-sisa tenagamu
dan meninggalkanmu tulang belulang dan penyakitan.
Suaramu dan suaraku berganding meskipun tak
semerdu sampai ke telinga mereka. Sekurangnya
membuat mereka gelisah dalam tidur musim panas.
Mereka tak bisa mengelak-elak, mau menoleh ke mana?
rembulan penuh dan keindahan alam itu kepunyaan
bersama. Tidak ada yang kekal jadi milikmu selama.
Kami, bukan orang terpinggir, bukan bangsa yang kalah
kau menuduh kami bodoh dan tak ada daya saing
tak bisa diatur, selalu malas dan buta huruf
tak ada pendirian, senang dibeli dan ditolak-tolak
ke sana ke mari. Tak punya mimpi dan tak punya
impian. Kamu buih di permukaan. Kamu adalah
barang buang dalam era pembangunan. Kalau
keuntungan ada pada kamu, kerana kamu punya
keluarga ramai kerana ketika musim mengait
jembulmu bisa dipakai.
Mengapa kau memandang rendah pada kami
sekalipun kami tak tau berurusan tapi kami
bukan pembohong. Sekalipun kami tak bisa
berjumpa wakil rakyat tapi kami bukan penjilat.
Kami adalah pribumi, anak bangsa di tanah
merdeka. Sekarang kau tak bisa meminggirkan
kami.
Sekarang kami pandai meminta hak kami.
Kami bukan orang yang ditendang ke sana
kemari dan mata kami dibutakan, telinga
kami ditulikan dan mulut kami didiamkan.
Kami berdiri di lapangan bersama kalian
ingin merubah hidup yang dibebankan ke
atas kami.
Dulu, kami kuli-kuli di bengkel, pelayan hotel,
pelacur di lorong gelap, pemugut sampah,
jaga kilang, pekerja kilang, tukang urut,
jual ubat di kaki lima, drebar. Sekarang kami
punya impian seperti kau juga yang punya
impian dan hidup baru.
Kami, anak peribumi, pewaris tanah merdeka,
warga jati, anak watan. Kalau kau tanyakan
apa impian kami di bumi merdeka. Anak-
anak kami ingin kami persekolahkan sampai
ke langit mana pun, dan bumi mana pun.
Kalau mereka mau menguasai langitnya,
biar ia sendiri persiapkan kepak, kalau ia
ingin menguasai lautan, ia harus belajar
membaca mata angin dan kau tawan
samudera dan jelajahi khutub ke khutub.
Kalau
itu kau telah kuasai, genggam bumimu
jangan kau lepaskan, yang kau ada jangan
terlucut dari tanganmu, jangan menerpa dan
menyerbu suatu yang bukan hakmu.
Ayuh, pacu kudamu, kembangkan kepakmu
kalau di sini sudah terlalu tak mencabar
terbang ke angkasa raya sekalipun kau
terlupa pulang dan menemukan orbit baru.
Di bumi merdeka ini, setengah abad kami
berjuang mengangkat martabat bangsa. Kami
berjuang dari bumi terbelakang jadi negara
membangun.Jangan sekali-sekali kau melemparkan
kemiskinan dan menyoroknya ke lembah-lembah
gunung, di hutan-hutan pedalaman, di pesisir pantai
dan kepulauan jauh. Kemiskinan dan kebodohan
bukan waris pusaka keturunan bangsa.
Hari ini kami bersuara seperti kau bersuara
kami berdiri sama tinggi seperti kau dan impian
kami seperti impianmu. Ingat, tanpa kami
kau tak akan berada di sana. Kekayaanmu
itu kami punya hak. Bukan merampas darimu,
tapi sebahagian itu adalah hak kami.
Kota Kinabalu
18 Januari 2013
9. Mimpi Dan Impian Anak
Bangsa Merdeka
Ada
saja pembuat api tak kira dalam keluarga
atau dalam sebuah negara. Barangkali dalam
keluarga tuan mengesan siapa biang keladinya.
Tetapi tuan dalam sebuah negara merdeka
Tuan tak tau bagaimana pengkhianat bangsa
bekerja. Kekadang menyusup sebagai kawan
dan jadi musuh dalam selimut.
Soalnya, Tuan, menentang musuh yang nyata
kita dapat mengarahkan satu pasukan untuk
menghapus pengkhianat bangsa yang jadi
pemberontak. Tuan menyintai negara ini, bukan?
dan sanggup turun dan berkorban diri
melawan panah-panah durjana atau komet-
komet yang diarah ke angkasa negaramu.
Aduhai, anak segala bangsa di negara merdeka.
ketika mereka berkumpul dan berucap dengan
retorik, sebenarnya mereka telah menyusun
perpecahan dan pemberontak atas nama
keadilan dan atas nama demokrasi. Dalam
diam bertahun-tahun mereka mencipta api
hingga api tak dapat dipadamkan. Lalu
negara yang kita cintai dalam porak-poranda.
Tuan, sebenarnya mereka ingin mencipta
kekacauan dan perpecahan bangsa lalu
mengaut untung dan membawa lari
kekayaan negara. Ketika perang telah meletus
mereka yang pertama lari dan berlagak
sebagai patriok dan pencinta bangsa.
Kalau ada yang datang kepadamu Tuan
bercerita yang muluk-muluk kemudian
menyuntikmu dengan cerita-cerita tipu-
muslihat dan kebohongan yang dianyam
dengan halus dan tak terasa. Berhati-hati,
kerana mereka ingin melihat negara ini
tumpang dan hancur. Apapun usah biarkan
negara berdaulat ini jatuh ke dalam kanca
peperangan. Kerana peperangan itu hanya
membawa bencana.
Ingatlah negaramu merdeka di meja
perundingan. Berkat hikmah pemimpin
dan doa-doa perjuang yang memberikan
jiwa raga demi kemederkaan anak bangsa.
Menjelang 50 tahun merdeka, kita merayakan
negara berdaulat ini dengan impian sejuta
tahun mendatang. Ini adalah anugerah
Allah ke atas bangsamu. Tuan, keindahan
bahasamu yang bermartabat jadikan bangsa
ini hidup, progresif dan dinamis. Kami mengharapkan
yang terbaik baik bangsa dan negara.
Kota Kinabalu
22 Januari 2013
*10. Menafsir Sejarah
Sendiri
Ia
pun mulai menafsirkan sejarah
begitu percaya hingga pendengar tak
akan membantah bual dirinya.
Tiap orang memiliki rahsia hidup
yang zahir dan yang tersembunyi
ia adalah sejarah dari kehidupan.
Kekeliruanmu menafsir sejarah
curiga dan siasat menjadi
benih peperangan dan dendam
darah turun-temurun.
Melunturkan sejarah
menghilangkan saksi kebenaran
mencipta kebohongan dan derhaka
yang nyata tetap kebenaran
yang tak boleh dijual beli.
Menyingkirkan kebenaran
meminggirkan hak dan suara
apa lagi memaksa malam panjang
dengan bersenjatakan kekerasan.
Sejarah yang abadi
akan selalu memberi ingat
kepada jenerasi mendatang
dan bangsa.
Ketika kau bersikeras
aku membalasmu dengan adab
ternyata kau salah dan keliru.
Di sini telah ada sejarah
di tangan kami sendiri dan
bukan di tangan mu.
Kota Kinabalu
16 March 2013
11. Menunggu Pengumuman
Setiap
berita ada kejutan
setiap senarai menaruh harapan
namamu akan diumumkan
demikian roda berputar
dan langit mengembangkan layarnya
Siapakah mengharung gelombang?
Tiap detik degup jantungmu
seperti kuda yang dipecut
berlari kencang ke garis penamat.
Berita itu akan sampai
tapi ini bukan keputusan
peperiksaan SPM atau STPM
semua tenaga dikerahkan
lalu dunia seakan berhenti
hening dan diam
kemudian suara pecah gemuruh
kejayaan telah diraih
tahniah dan doa kesyukuran
melucut dari wajah-wajah manis.
Tapi kali ini,
ada penungguan
gempa di dalam sukma
harapan seperti pancutan air
ke langit biru, sekuat harapan
mencapai pusar langit.
Waktu itu semakin dekat
apakah berita itu
datang semanis madu
atau sepahit hempedu
tapi perjuangan tak
akan berhenti di sini.
Ini baru permulaan
perlumbaan belum mula
kemenangan mutlak
adalah impian.
Aku orang kecil
memandangmu dari jauh
esok kau datang membawa
suaramu ke mana-mana
dengan muka manis
dan belanja makan.
Kota Kinabalu
10 April 2013
12. Ia Pun Dapat
Dikalahkan Di Bumi Merdeka*(ALBDSM)
Aku
pulang membawa dalam jutaan naluri
bagaikan kau limau kasturi yang diperah
yang berlinggar dalam udara hadir dalam
mimpi di malam kerinduan.
Kau telah mengirim isyaratmu seperti
ikan paus yang berenang di lautan teduh
di khutub selatan dan aku menerima
rindu dan resahmu di satu pojok dunia.
Telah kusiapkan dataran hijau dan rumput muda
di lembah Long Pa Sia buatmu Gazelku,
Tiada yang akan menyakitimu, selain
pemburu bermata saga dan sukmanya telah
mati dalam hidup. Tapi ia pun dapat dikalahkan.
Kau adalah hadiah dari Tuhan
melindungimu adalah perjuang
tipu helah Rawana hanggus dalam
legendamu sendiri. Dan bumi tak
akan merelakan benih kejahatan
tumbuh dalam selubung malam
aku akan mencabut sampai ke akarnya.
Pulau Pinang
13 Mei 2013
13. Wakil Rakyat Kau Terpanggil
Aku
melihatmu dari jauh
kata-kalimat tak mungkin
menyentuh gegendang telingamu
dalam sukma, dipanggil namamu
gemanya jauh ke jantung malam.
Ketika kau mendekati pintu utama
aku sudah dalam barisan berdiri
sopan dan senyum seperti mekar
bunga di hujung musim. Kau
menjabat tangan berlalu tanpa
berkata. Ya, aku memang objek
antara ratusan objek di matamu.
Sekarang namamu ada panggilan
rasmi di depan. Aku tak membantah.
Orang kecil telah biasa pada protokol.
Ke mana kau pergi aku selalu di situ
tapi kau tak mengenalku sekalipun
aku melambai-lambai tangan dan
mendorong-dorong diri. Tapi yang ini
tak aku lakukan sekarang.
Dalam diam aku menulis puisi dan
sesekali aku menyanyikan syair-syair
dari langit jauh, langit samawi dan
lagu langkah kaki di tanah pribumi.
Sekalipun kau tak menoleh gelombang
udara akan membawa suara firasat ini
menyentuh dinding sukmamu.
Kota Kinabalu
3 Julai 2013
*Dikirimkan kepada Qomaruddin Asa'adah untuk projek bertemakan Wakil Rakyat.
14. Salam Merdeka
Langit
merdeka
gelombang nafasmu
bagai menyentuh sukma
malam.
Kau, galaksi yang
sedang ditemukan.
Tadi, aku tak melihat matamu
degup jantungmu mengirim
pesan hari esok.
Di tanah gembur ini
aku lahir.
Aku tumbuh menjadi pohon
di bawah langit dan matari.
Ceritamu adalah nadi
Karuhai
bintang malam berkilau.
Salam merdeka
adalah rembulan penuh
pada bumi
gravitimu mulai terasa.
Kaki
yang melangkah
bau tanah matari pagi
menyentuh naluri
Puisi-puisi ini adalah
huruf-huruf vokal
yang terkepung
oleh huruf-huruf konsonan.
Ketika dibaca
kau adalah awan
yang bergerak.
Burungmu terbang
melintasi benua-benua
malam dan menyongsong
mata angin di sukma
lautan.
Atau hujan ais batu
yang turun
mendadak
ketika kau dirundung
mimpi.
Salam merdeka
buatmu.
Kota Kinabalu
31 Ogos 2013
15. Kaulah Bintang Sukma
di Langit Merdeka*
Ingin
aku menjadi
burung Cenderawasih
di hutan jati Khatulistiwa
sekalipun hanya dalam
mimpi Kejora
di waktu siang
aku melihat rimbunan
warna, kelembutan
pada mata dan sukma.
Aku melihat gerak
langit malam tak pernah
diam. Kaulah, bintang sukma
menjadi penglipur lara,
pada nahkoda
di tengah samudera
musafir yang merindukan
tanah leluhur.
Dalam naluri
ada gerak
pada firasat
aku menafsirkan
isyarat
kehadiran kasyaf
selangkah mendekati-Mu.
Kota Kinabalu
27 Ogos 2013
16. Doa Kemerdekaan
Ingatkah
bulan Ramadan
saf demi saf
malaikat dalam sukma
mata air pergunungan.
Di hari merdeka
kita menongkat langit
menabur benih
di tanah gembur.
Matari bangsa meluap
tiap kata meluncur
lampu-lampu tak kesiangan.
air tak bertakung.
Memandang tanah
pribumi
tak pernah derhaka.
Kita amanah.
tak menjudikan
nasib bangsa
mengopak kulit bumi
menjadi tanah lumpur.
Kota Kinabalu
17 September 2013
17. Wajah 50 Tahun
Merdeka
Aku
pulang mengingati wajah negeriku,
tanah pribumi dan tanah leluhur.
daftar kenangan panjang itu adalah
tanah gembur seorang musafir
Luka-luka di kaki telah lama sembuh
dan aku telah lama tak melihat wajahmu
Ketika aku berlinggar di angkasamu
seperti memandang cermin diri
Sekarang kotarayamu telah berubah
cuma aku kaku, asing di negeri sendiri.
Menjelang malam Kemerdekaan ini
orang-orang telah siap pesta bunga api
sedang aku penonton yang ditolak-tolak
sesekali mengaduh hujung tumit terpijak.
Aku duduk sendiri di Anjung Senja
menjelang negeriku 50 tahun merdeka
melihat kasyaf wajah-wajah leluhur
dari tanah Mamiang dan kasih Karuhai.
Kota Kinabalu
15 September 2013
*Mamiang, sebuah kampung di pinggir Kuala Kinabatangan, Sabah asal leluhur
Penyair.
*Karuhai, anak yang kasih pada ibu dari cerita rakyat dari suku Kedayan/Brunei.
*Antologi Puisi Langit Sukma Di Malam Kemerdekaan
18. Tanah
Bila
api telah menyala membesar
memang sukar akan memadamkan
jika ada perbalahan dalam keluarga
kalau tidak dipadamkan cepat-cepat
merebak sampai generasi penerus.
Sumpah seranah telah masuk pula
dalam sukma percakapan harian
gempanya melahirkan hujan jerebu
musnah sebuah harapan dan
kasih sayang pada sebuah hutan.
Tiap isu ada permulaan dan ada
sebab dan berakhir dengan dendam.
Keluarga adalah pertalian darah
sepatutnya mudah diajak berunding.
kerana pada hakikatnya pergaduhan
seperti Kemarau bertahun-tahun.
Membiarkan bererti, dendam.
Tanah, hak waris turun-temurun.
Tanah pusaka jangan dijual
nanti jatuh di tangan orang lain.
Soal tanah bukan perkara kecil
Soal tanah soal hidup dan mati.
Kerana tanah persaudaraan putus.
Pihak satu menguasai yang lain
Hak Saudara diketepikan kerana
tanah sejengkal seribu malam tak
akan membuat malammu tenang.
Ketika kau meletakkan kepalamu
di atas bantal, kalajengking, lipan,
ular dan kerengga mendatangimu
tenggorak kepala dan sukmamu.
Jangan tanah sejengkal musuh
sampai ke anak cucu.
Kota Kinabalu
September 2013
*Antologi Langit Sukma Di Malam Kemerdekaan
19. Catatan Selepas Hari
Merdeka
Satu
kata bila diucapkan
dengan ketulusan adalah
taman menyembur wangi
ke dalam sukma.
Matarimu
seakan bercanda, hiruplah
biar rongga dadamu penuh
aroma menyentuh sampai
ke alam minda.
Seluas itu harapan
pada puncak langitmu,
di situ, selalu ada
impian semekar bunga.
Kota Kinabalu
2 September 2013
*Antologi Puisi Langit Sukma Di Malam Kemerdekaan
20. Jika Sang Kancil Jadi
Pemimpin
Penglipurlara
ini bermula, "Atas persetujuan semua,
telah dimuafakat hari ini diputuskan Sang Kancil.
Mulai hari ini akan menjadi pemimpin Hutan Jati
rimbunan hijau. Semua setuju, sebulat suara. Ok.
Sekarang, hutan kecil ini mempunyai pemimpin.
Sang Kancil, gundah dan mau mengundur diri dari
perlantikan itu. Tapi hadirin membantah. Tetap!
Mereka ingin Sang Kancil, pilihan nombor satu.
Walaupun hanya satu penggal. Hadirin, bersorak,
mengalu-alukan perlantikan ini. Sebulat suara.
Tak ada bantahan. Harimau, mengapa kamu diam.
Burung Rajawali, di dahan sana, ada pandangan?
Badak Sabah, ada,,,,tiada,,,Hutan jati berdegup-
degup. Semua. menikus. Harimau mau membantah.
Tapi, suara Hutan Jati terlalu riuh. Mereka binggung.
berpandangan sesama sendiri. Tak ada suara protes.
Langit kacau, musim tengkujuh telah pindah ke
utara, Sampang Mengayau. Laut Pulau Matanani
bergelora. Kinabalu ditelan mendung. Sang Kancil
segan, maju sedikit, ke depan, hati-hati memanggil
semua perwakilan. Hadirin tak membantah. Seladang
berdiri, membosongkan dada, mengerahkan semua
duduk beratur, tenang dan bahu membahu, pada Sang
Kancil. Lalu Sang Kancil berkata. "Letakkan tangan
kamu semua ke atas tanganku." Semua serentak.
Senyap. Menunggu perintah. Seladang siap-siaga.
Sang Kancil menarik nafas lalu dengan nada perlahan
Al-Fatiha, saya, Sang Kancil, berpegang pada amanat.
Tawkeh-tawkeh dari Kalabakan senyap. Angin mati.
"diberikan kepada saya, memenuhi amanat itu dengan
sekemampuan saya dan melaksanakannya seadil-adil.
Kalian turut saya pada kebaikan." Memandang burung-
burung bangau dari Kampung Buang Sayang. Saya
berjanji, Kamu, Orang Utan dari Sepilok, tolong duduk.
.."akan melaksanakan kewajiban selagi saya berbuat
kebaikan." Suara korus Hutan Jati membalas jawab
ucapan Sang Kancil. "Kami ikut tuan dalam kebaikan."
Setelah itu suasana Hutan Jati riuh. Seladang Nabawan
mendiamkan hadirin. "Sekarang, kita berdoa senyap."
Hutan Jati hening. Sayap matahari menutup Hutan Jati.
Suasana jadi gegap gempita di Hutan Jati. Terdengar
ngauman Sang Belang, Harimau. Semuanya berpelukan.
Dua tiga kali matahari mengembangkan sayapnya.Hutan
terang kambali, desir angin dari Kinabalu singgah sekejap.
Acara berjalan, ikut jadual. Sang Kancil diminta berucap.
Semuanya duduk bersila termasuk serombongan Keluang
dari Gua Guamantong. "Semua perkara diputuskan dengan
musyawarah. Keputusan, persetujuan bersama. Muafakat.
Tidak puas hati dan pertelingkahan, dibawa mesyuarat.
Setelah keputusan ini dibuat, inilah keputusan semua."
(Pause) Hutan Jati senyap."Derhaka adalah kezaliman..
Harimau melirik pada Sang Kancil. "Membawa kepada
perpecahan kesatuan bangsa." "Hidup, hidup, hidup,
Sang Kancil, pemimpin kami." Hadirin rasa puas.
Hadirin, rasa puas. Ada tanda hujan akan turun. Hadirin
berubah gelisah. "Demi keutuhan bangsa,,,Sang Kancil
berhenti berucap, memandang tajam Monyet Hidung Merah
dari Kinabatangan duduk di baris paling depan. "Tolong
tabiat kamu diubah. Kita sedang Meeting, Kalian Mating."
"Maaf boss, tak boleh tahan." Hampir kesemua perwakilan
Monyet Hidung Merah menjawab serentak. "Perselisihan
dan pergaduhan harus dipadamkan. Semua duduk sama
rendah, berdiri sama tinggi. Suara majoriti tidak akan
merugikan minoriti. Kebajikan warga ini adalah amanat."
Sang Kancil melambatkan pidatonya."Kalian tau, Warga
Emas, agenda pertama, Kerajaan Sang Kancil. Hak mereka
diutamakan. Mereka diberi pencen tetap. Penyu-penyu dari
Pulau Sepadan, menggangguk kepala. Tak perlu lagi mereka
mati lemas atau disambar ikan Yu di lautan. Mereka boleh
rehat berpencen setelah bertahun-tahun bertelur. Pokok
buah Limpahung dan Pokok Bambangan memberi sokongan.
.."dan kemudahan perubatan dan rumah murah untuk mereka."
Hop Hop Hooray Hadirin bertempik gembira."Hidup Sang
Kancil. Hidup, Hutan Jati." Lintah dari Lembah Danum puas.
Hadirin semakin terpesona. Harimau, nampak tak senang.
Sang Kancil semakin berani dan uncang tangannya di udara.
Terbatuk sedikit. "Bagi Jenerasi Muda, hampir setengah dari
penduduk Hutan Jati. Harimau mencela. Hadirin riuh. Hutan
Jati riuh, Langit pun riuh. "Kalian adalah tulang belakang."
Hidup Hutan Jati, Hidup Sang Kancil, kata perwakilan lebah
dari Lembah Melinau dan Nabawan. Burung Tukang dari
Pensiangan melihat dari jauh atas dahan pohon mati. Hadirin,
mengiyakan dalam korus teratur. "Ada belia dari Long Pa Sia?"
"Ya, boss, duduk di belakang sana." "Masa depan, kamu
tak akan dipinggirkan." Harimau pura-pura tidur berkeroh,
diikuti oleh monyet-monyet dari Sukau. Hujan menitis di
hujung daun. Perut awan hitam kembong air. Turun naik
suara Sang Kancil, tinggi adakalanya rendah. Ternganga
mulut hadirin. Nyamuk-nyamuk dari Ulu Sugut dan Beluran
baru pulang umrah masih dengan pakaian jubahnya. "Kita
semua, mahkluk Allah." Suara Sang Kancil meninggi.
"Jenerasi muda dilatih cinta pada bahasa ibunda dan
bahasa Melayu. Harimau, puisng ke kiri, pusing ke kanan,
monyet-monyet Sukau meniru-niru. "Kamu tukang kerja
meniru, duduk diam. Harimau, Sang Belang tidak kamu tau
semalam Gajah Siam telah menyumbatkan 2-0. Kamu kalah..
"Tradisi dan adat yang mengangkat martabat bangsa pribumi.
Kerana dari jenerasi ini akan lahir, ramai Mat Jenin Tun Sri
Lanang dan Mushi-mushi dan Si Luncai berani berterus terang
tak melangkah dengan bahasa biadap dan kurang ajar." "Kita
kurangkan Pak Mai Ulat Bulu." Sang Kancil berdehem
kecil. "Berjiwa kritis, besar. Mampu berdebat. Berbudaya
dan memartabatkan bahasanya." Sang Kancil, berhenti
sesaat. "Wahai Pak Dogol, (matanya mencari Pak Dalang)
saya berhenti sekejap minum segelas air putih. Hari mulai
dingin. Yang menyerikan pertemuan ini bunga kenanga, melati,
melur. Sang Kancil sedar, ia mudah disalahkan, dan orang mudah
tersingung, menyinggung. Sang Kancil, menarik nafasnya
dalam-dalam. "Ya, puisi." "Apa maksud boss? Sang Kancil
seperti kebigungan. Berkali-kali ia mengosok matanya.
Siang bertukar menjadi malam. Langit terconteng arang.
Mentari terbang bersayap lari ke Pulau Banggi, main
sembunyi di Pulau Jambongan dan Pulau Layang. Terakhir
membawa diri ke Pulau Sebatik. Berapa kali Sang Kancil
menggosok matanya. Gelap, seperti gerhana penuh, bulan
dan matahari berdakapan. Sang Kancil tak melihat seorang
hadirin pun. Sang Kancil menoleh kiri dan kanan. Tak
ada. Hilang lenyap sekelip mata. "Apa dah Jadi." Tak
mungkin mereka protes keluar Dewan Undangan Negeri.
Sang Kancil tak faham. Absurd. Apa permulaannya dan
apakah akhirnya. Fikirannya buntuh dan ia tak dapat berfikir.
Sebelum ini, sebelum ini, ya sebelum ini. Fokus.(Pause)
Eureka! Sang Kancil sendiri dan melarikan diri dari lingkaran
maut. Harimau, Sang Belang mengejarnya dari episod ke
episod, ke satu episod yang lain. Kemurkahan Harimau,
pada Sang Kancil berkali-kali Harimau tertipu dan terhina.
Kali ini tak ada ampun. Tak ada jalan keluar. Tak ada rasa
kesian. Tak ada "diplomatic arrangement". Kemurkahan
Harimau membengkak. Ngaumnya terdengar jauh ke dalam
sukma Hutan Jati. Sang Buaya memulas-mulas badannya
air liurnya kepingin untuk mengunyah tulang dan rusuk
Sang Kancil. Harimau, Sang Belang, Buaya dan Ular Sawa
semua telah sepakat untuk menghabiskan riwayat Sang
Kancil. Mereka mengatur strategi dan 'tipu muslihat.'
Sang Kancil memikirkan tamatlah riwayatnya. Penyair
pun memikirkan nasib Sang Kancil. Membiarkan antagonis
menamatkan cerita ini? Trajik atau Komedia? Kompromi!
Membiarkan Sang Kancil dibunuh oleh antagonis, Harimau
dan kuncu-kuncu dan tammatlah penglipurlara. Selamat
Tinggal Sang Kancil. Penyair menarik nafas. Sang Kancil
memprotes dan datang berpangku atas riba penyair
"Boss, ada satu idea?" "Apa dia, Sang Kancil?"
Sang Kancil berbisik. Kami berpandangan dan
tersenyum. Tidak, biarkan cerita Penglipurlara hidup tanpa tamat.
Honiara
22 September 2012
*21. Mimpi Anak Bangsa
Setengah Abad*(AKS)
Bagaimana
aku bisa mengucapkan satu kata-kata
mewakili sukma tanpa dicampur-adukan dari
fikiran yang dimakan anai-anai, atau telah berlumut,
tak maju ke depan, malah mundur dan tak bermaya,
kelelahan. Sekalipun diberikan kata kerja, ia tetap
tak berkembang, apa lagi menjadi satu kalimat yang
aktif. Mimpiku adalah mimpi anak bangsa. Teruji
dalam peralihan waktu. Di lahan ini, sejak masa
silam telah disemaikan sebuah taman, huruf-huruf
dan kata-kata tumbuh segar. Dari huruf-huruf ini
tumbuh kata-kata yang memancing minda, harum
berwarna-warni. Kepada anak bangsa, mimpimu,
sejak kelahiran di situ, selalu tersimpan kemahuan
dan harapan orang tua. Suatu hari nanti kau menjadi
mulia, orang besar dan berpangkat, yang membawa
rahmat kepada orang tua. Tapi di sini, sejak dulu, telah
berangan-angan menjadi orang yang pintar bahasa.
Yang mencintai huruf-huruf dan kata-kata. Itu, mimpi
anak bangsa yang membangun. Huruf dan kalimat
hidup dalam mimpi anak bangsa. Mengangkat martabat
bahasa. Inilah impian menjadi kenyataan. Menjelang
50 puluh tahun negeriku, Sabah dalam Malaysia. Impian
anak bangsa lahir dari jiwa dan fikiran yang terang,
berangkat dari jenerasi yang sedar, hidup dan dinamis.
Kami berdoa dan istighafar dalam kata-kata merendah.
Kami memakai kata-kata dan kalimat menyatakan terima
kasih pada Yang Empunya langit dan bumi. Tuhan Yang
Maha Esa. Ketika anak bangsa bermimpi, mengilap indah
huruf-huruf dan kata-kata dalam karya-karyanya, yang
tercipta dan firasat turun dari langit, bahasa yang halus.
Lalu jadi perbualan di meja makan, sekolah, kampus
dan jenerasi penerus. Bahasa mampu,mekar, puitis,
menambah kesusasteraan dunia, mengangkat derajat
kemanusiaan dalam perlambangan dan pengucapannya.
Dan mimpi anak bangsa, mencipta kekayaan kata dan
kesuburan bahasa. Mimpi anak bangsa, bukan tinggal
mimpi, mimpi terjangkau. Mimpi penuh perlambangan
dan tanda. Bila melihat langit, penuh perlambangan dan
isyarat hidup. Kekayaan malam, rembulan dan gemerlipan
bintang. Melihat rimbunan, lembah hijau, keramaian dan
hutan jati yang hidup. Melihat samudera lautan penuh
tantangan. Melihat bumi sabar dan misteri, inspirasi dari
masa silam ke hari ini. Kekayaan ini adalah waris anak
bangsa dalam kekayaan kata dan makna. Mimpi anak bangsa
ada kejujuran pada huruf dan kata-kata dan kalimatnya.
Mimpi anak bangsa, lahir dari fikiran sedar dan dewasa.
Honiara
21 September 2012
*Telah diterbitkan dalam antologi Puisi Kepada Sahabat, penyelenggara
Rusdi Awang, Siti Hadiah Haji Abdul Mutalib, Masmah Mohd Ali, DBP Cawangan
Sabah 2013.
22. 16 September 2012*(UB)
Aku
mengenangkanmu, sehari sebelum hari itu,
hari perayaan yang gemilang. Beberapa hari ini
kau telah mendengar tentang hari gemilang itu.
Hari lahirnya sebuah pakatan dan masa depan.
Aku masih terlalu kecil untuk membayangkan
tugas dan tanggung jawab yang diletakkan ke
atas pundak. Sekarang, kau harus berdiri dan
menjadi sebuah bangsa, sebuah negara, yang
merdeka. Kemerdekaan rembulan penuh dan
di langit telah pun akur, ini adalah kemenangan
bangsa, bangsa Melayu, bangsa Malaysia raya,
bangsa bermartabat, yang berakar tunjang
pada tradisi yang kukuh di pusar bumi. Aku
tak akan berkata kalau itu bukan kebenaran.
Kebenaran yang tumbuh dari suara-suara
pribumi, suara-suara yang datang dari pedalaman
menuruni lembah ke banjaran Crocker lalu
menjadi air terjun dan sungai-sungai yang
mengalir jauh ke teluk dan muara, bergenang
sampai ke pulau-pulaumu. Aku mengenangimu,
sekalipun aku tak bersamamu, sukmaku telah
menyerap ke dalam sukmamu. Kita menjadi
satu, satu bumi dan satu langit. Sabah, kusebut
namamu, kerana aku telah lahir di situ. Bagaimana,
aku bisa melupakanmu. Kau, seperti Gazelku,
selalu datang dalam lamun dan mimpi di
segala musim. Kau hadir dalam bual, impian
dan mimpi. Setelah aku pergi, impian dan mimpi
itu akan hidup pada seorang aku yang kemudian,
setelah itu hidup pula pada mereka yang kemudian,
yang kemudian lagi dalam ratusan tahun dan ribu-
ribuan tahun dan sampai qiyamat. Namamu, Sabah,
hidup dalam doa-doa mutaki dari sukma yang bersujud.
Aku turunkan segala impian ini dari sukma yang
merdeka. Di sini aku terpanggil menurunkan bait-bait
kekasih yang merindukanmu. Aku hanya berdaya
mengumpul kata dan kalimat ini, sederhana, dan
tulus dari jiwa yang sedar dan bersaksi. Kuhadiahkan
kepadamu berupa salam dan perutusan doa. Setelah itu,
gelisahku akan redah, lautan ini akan tenang dan langit
akan cerah. Ungkapan kemerdekaan tak akan memberi
pengertian dan makna tanpa-Mu. Kerana kemerdekaanmu
dan kemerdekaanku, hadiah dari langit. Yang empunya
kuasa ke atas hidupku dan hidupmu. Tanpa-Mu,
kemerdekaan ini tak akan bertahan, hancur, luluh
di depan mata dalam sesaat. Seperti Tsunami, menyergapmu
dalam kau lena dan alpa. Perlukah kau diingatkan,
telah berapa kota tenggelam lenyap. Kupanggilmu,
tanah airku, yang gemilang, kerana kau memang gemilang.
Meskipun kita selalu mengharapkan yang terbaik dan
sempurna tapi ada saja kekurangan itu, namun kita
harus terus melangkah tanpa berundur. Tak semua
persoalan ada jawabnya, tapi setiap kemampuan pasti
menjanakan impian. Aku dan kau tumbuh sebaya, tapi
tak salah kalau aku katakan aku adalah abang kepadamu.
Kalau aku terkasar bukan ingin melukaimu, sekedar
mengingatkan. Kerana ketika aku telah tiada, kau
masih ada. Itu kenyataan. Aku tak akan kecewa,
Dan langit juga, tak akan kecewa, kerana kemerdekaanmu
terisi harapan sebuah bangsa, harapan sebuah negara,
Malaysia, dalam alaf 21. Bila kata dan kalimat menjadi
hambar dan kosong tak bermakna, gerhana menunggu
di horizon. Ya Rabbi, bukan itu yang kuinginkan,
samasekali bukan. Kemerdekaan ini, adalah kemerdekaan
kata dan kalimat dan berfikir, kemerdekaan anak bangsa,
kemerdekaan yang hidup bukan mati. Kekasih, menjelang
hari gemilang ini, berdandanlah seelok rupa, berkata santun
sambil berdoa, lenggang-lenggokmu yang sederhana,
kemeriahan cahaya dari rumahmu, gelak-gelak anak
di halaman, nenek tua bisa tersenyum, pejuang bangsa
duduk merendah, aku pun meletakkan tangan ke dada,
inilah bingkisan sederhana buatmu, perutusan 'merdeka.'
Honiara
15 September 2012
*Tersiar
oleh Utusan Borneo pada 17 September 2012
*23. Salam Merdeka
Aku
dilahirkan sebelum merdeka
Sebelum
kami menjadi bangsa.
Sebelum lidah kami lurus
berbahasa
sendiri.
Sebelum
merdeka kami tak bertanah
menumpang dan berpindah-pindah
tak
bercita-cita besar
selain menjaga
hati tuan supaya senang.
Sekarang
suaramu emas, berlambang
boleh memangkah, pandai berhisab
orang
bersorak merdeka, merdeka!
berdentum
kembang bunga api
merdeka,
aku sendiri.
Canberra
31 Ogos 2012
24. Harimau, Sang Belang
Memberi Pendapat.*(ASP)
Kapal
terbang telah meluncur jauh
ke langit biru. Tadi bumi dipijak
menjadi hamparan dataran luas
Australia mengendur ke belakang.
Malam pun berlabuh di bola mata,
bagai diri terhumban ke angkasa
raya, melayang-layang ke bulan,
bergayutan ke bintang-bintang dan
dan kata-kata dan kalimat terbang
bersayap memital planet imajinasi.
"Tenang tuan-tuan/puan-puan
penghuni rahmat turun-temurun
hutan jati di negeri makmur, lembah
hijau, bergunung-ganang, terkenal
di seluruh rantau, Nusantara. Aku
bangga kerana aku lahir di sini,
dan dibesarkan di sini, hidup dalam
tradisi dan adat. Setiap ekar tanah
adalah hasil perjuangan tokoh-tokoh
bangsa yang selalu menjadi sumber
inspirasi kepada penghuni hutan jati.
Aku memanggil kamu semua, kerana
aku ingin kata-kataku dapat dimengerti
mudah. Aku, Harimau, Sang Belang,
dikenal perkasa di seluruh pelosok
ini. Ngaumku telah menggegarkan
bumi hutan jati. Tiada lebih perkasa
selain aku, Sang Belang. Lihatlah
pokok-pokok kayu, dahan-dahannya,
wajahku tersangkut, gagah perkasa.
Tiap sudut disemburkan bau aku,
Harimau, Sang belang. Tidak ada
ruang, jalan merentas kau tidak
melihat diriku. Ada Seladang di sini,
tak sehebat aku, ada buaya di sungai,
tak selincah diriku, monyet, kelakuannya
bodoh. Ular Sawa, tak boleh dipercayai.
Siapa yang lebih berhak menjadi Raja
rimba hutan jati, kalau bukan, Aku. "Dari
pokok kayu tinggi burung nuri, burung
tukang, burung serindit, burung rajawali,
burung merak bersuara dalam chorus,
"Sang Kancil." Riuh rendah, hutan jati.
"Apa maksudmu?" Harimau, Sang Belang,
tak senang, kerana nama "Sang Kancil"
disebut-sebut. "Kamu semua, diam,"
Harimau, Sang Belang merasa tercabar.
"Sang Kancil, bijak, ia layak dicalonkan
menjadi Raja rimba hutan jati." Seru
semua yang hadir."Diam, menjadi Raja
Rimba bukan bijak, berakal syaratnya."
Harimau, Sang Belang berakal-akal.
"Kamu semua, Sang Kancil, bukan pilihan
terbaik. Siapa di sini tak pernah tertipu
oleh Sang Kancil. Kami yang dah tertipu
berkali-kali tak akan membiarkan Sang
Kancil diberi peluang walaupun sekali.
Lagi pun Buaya, Ular Sawa, dan aku
dah lama mendendamkan daging
manis Sang Kancil. Jadi, Raja Rimba
tak perlu bijak, berakal, tapi, yang
mesti ditakuti, perkasa, kata-katanya
menggegarkan rimba jati. "Tapi, Sang
Kancil tak makan bangkai, kentutnya tak
bau.""Diam. Aku Harimau, Sang Belang,
tak suka kamu bercakap kurang sopan."
Pendek cerita, Akulah. Raja Rimba.,
Maaf, calon Raja Rimba, Setuju?!"
Sekarang telah ditutup penanaman
calon. Hanya ada satu calon. Sekarang
diumumkan, Menang Tanpa Bertanding."
Terdengar suara mulai seperti berbisik
dan kemudian suara itu semakin jelas
dan menemukan sukmaku kembali.
Tenang. Tenang. Damailah. Sebentar
lagi kita akan mendarat ke lapangan Terbang
Antara Bangsa Kota Kinabalu, Sabah.
Honaira
5 Oktober 2012
*Antologi Suara Penyair, 2012
25. Naratif Sebuah
Nasihat
Kau
dibesarkan dalam doa yang mengalir
dari setitik nuftah kau berenang sentosa
keselamatan samawi telah dijanjikan
kau pendengar baik, kaulah Ismailku,
mimpi-mimpi genap, ketika dewasa,
kau menggenapkan mimpi. Kata-katamu,
lembut, tiap sentuhan dengan kasih-sayang.
Melangkah
dalam alam sejagat,
dengan pesanan dan nasihat. Kau
ke pinggir membiarkan orang lain lalu. Tiap
kalimat turun bersopan. Orang mengasari,
kau memberi senyum. Mendahulu
yang hak dalam segala kegiatan sekalipun
dunia ini turun melimpah-ruah di ribamu.
Terlalu mencintai itu akan menjauhkan mu
dari Allah Azzali. Sekalipun kau terpukul
ke sudut, jangan berakal bohong. Bicaramu
biar terus terang. Tanpa bermuka-muka dan
menggelirukan. Datanglah pada orang tua
dengan tertib, alam maya pun bergerak sama
dalam tertib. Ingat, nasihat Luqman kepada
anaknya. Inilah pula dingatkan kepadamu.
Biasakan lidahmu berkata benar sekalipun
hidupmu jadi umpanan. Jika kau terpanggil
kerjakan amal ibadat dengan hati bersih. Kau
mesti menggunakan hikmah dalam memutus
perkara. Dengarkanlah langit, baca dan amal
Al Qur'an, pesan Rasul dan ikuti sunnah dan
berpegang pada tauhid . Dalam keadaan apa,
kau mohon, kerjakan salat, mendekatkanmu
pada Tauhid. Kalau ini sebuah nasihat, dari
tradisi silam, Allah berfirman, Rasul bersabda,
Nabi Isa memberi nasihat, Krishna demikian,
Buddha dan Confucius, guru dan orang tua.
Mereka, kolam yang tak pernah kering, selalu
langit samawi mengirimkan hujan bersama
takarannya. Rahmat pada naratif sebuah doa.
Honiara
4 Oktober 2012
26. Mendengar Nasihat
Suatu
kehormatan ketika terpanggil memberi nasihat
sekarang duduk mendengar kata-kata nasihat telah
terbang di angin lalu. Tapi, mendengar nasihat supaya
dapat dipindahkan kepada jenerasi ke jenerasi lain.
Memberi nasihat perlu selalu, bukan setahun sekali.
Sampai dunia meletop, kita tak akan rugi duduk
mendengar nasihat. Nasihat dari ayah kepada anak.
Dari professor kepada mahasiswa, nasihat menteri
kepada rakyat, rakyat kepada menteri. Nasihat
yang datang dari langit, kepada hamba yang beriman.
Nasihat Rasul kepada ummah, nasihat ibu kepada
anak. nasihat orang tua sampai ke tua. Yang tak
ingin mendengar nasihat, mereka, golongan angkuh.
mereka tak ingin mendengar tapi mau didengar.
Tak mempedulikan nasihat, bukan tradisi dan adat
Melayu, bukan tradisi dan adat pribumi. Nasihat
tak ada sempadan. Tak ada ras atau memandang
warna kulit. Jangan memandang dari siapa menerima
nasihat. Nasihat datangnya dari jiwa yang bersih,
merendah dan terus-menerus. Negara membangun,
rakyatnya suka mendengar nasihat. Ketika mendengar
nasihat mata mereka berair dan insaf. Untung pada
mereka ada yang masih suka memberi nasihat. Tiada
dalam hidup ini, sejak lahir, tanpa nasihat. Oleh itu,
ketika ada orang iongin memberi nasihat, duduklah
dan mendengar Bayangkan, kalau orang tak mendengar
nasihat lagi.
Honiara
3 Oktober 2012
27. Paduka Mat Salleh Dan
Lima Puluh Tahun, Merdeka!*(UB)(ASP)
Aku
melihatmu, duduk merenung jauh
Paduka Mat Salleh tenang, sekalipun
dalam dirinya, gelisah menunggu esok.
Kerana esok membawa berita masa akan
datang. Di sini, pembelaan terhadap
bangsa telah mula. Tiap gerak langkah
kakinya, adalah hari-hari penentuan dan
sejarah bangsa pribumi. Di telapak kakimu,
kau dirikan kubu, kukuh dan hebat.
Wira-wiramu telah siap-siaga dijadikan
korban demi esok, dijanjikan. Umumkan.
Datanglah perintah. Kerana aku mengenangmu,
Paduka Mat Salleh. Keputusanmu berperang
adalah wajar. Kubaca, tipu muslihat musuh.
Pembelasahan massa, bangsa Moro di
tangan Leonard Wood. Aku mengingati
mereka. Kekejaman dan kekerasan tetap
kekejaman dan kekerasan tak akan bisa
dihilangkan dari sejarah. Aku melihatmu,
bagaimana kau beraksi di Lautan Pasifik,
Atlantis, Lautan Hindi dan Laut China Selatan.
Bagaimana kapal-kapalmu mundar-mandir
mencipta malam panjang di daerah-daerah
pribumi, mencolek mereka di siang benderang!
Di tanah asing burung-burung hitam merindukan
tanah leluhur sampai nafas penghabisan. Dan
martabat dirimu direndahkan. Hilang tradisi dan
hilang adat di tanah asing, mengakhiri hidupmu
di banjaran pergunungan salji, jauh dari kampung
halaman, tiada jalan pulang. Terperangkap. Mereka
dikerah menjadi budak dan buruh paksa di ladang-
ladang tebu, di Queensland. Paduka Mat Salleh, malam
ini, aku mengenangkanmu dan mengenangkan
kemerdekaan bangsa dan lahirnya sebuah negara.
Bangsa pribumi, bangsa Melayu dan negara Malaysia
lima puluh tahun, merdeka. Atas kesedaran bangsa,
namamu dikenangkan. Dari timur ke barat halaman
sejarah telah tercatat, kemampuan dan kedaulatanmu
sebagai bangsa merdeka, bangsa pribumi, bangsa
Melayu. Kita tak pernah dikalahkan menghadapi
penjajah bangsa. Tiap generasi jatuh bangunnya
di atas pundak sejarah lalu. Sejarah telah
mendewasakan bangsa dan sejarah mendewasakan
negara Malaysia. Aku mengenangkanmu
Paduka Mat Salleh, kau mengenal permainan
penjajah. Mereka pandai menyedapkan rasa
dan melunturkan semangat perjuangmu.
Perjanjian dibuat untuk mengabui matamu
dan menderamu. Akhirnya kau ditumpaskan.
Paduka Mat Sallleh, ketika martabat bangsa
jatuh ditendang ke dalam longkang dan
membunuh semangat perjuanganmu,
di situ, kau, hadir dan membalas balik
gertak dan tipu muslihat penjajah bangsa.
Kebangkitanmu, Paduka Mat Salleh telah
mengangkat martabat bangsa pribumi ini,
bangkit melawan ketidak-adilan, kemalaratan
pemerasan, menjatuhkan martabat, adat
dan tradisi bangsa pribumi di depan mata.
Memang celaka, kalau satu bangsa membiarkan
martabat dirinya terinjak, memusnahkan
masa depan sebuah bangsa bermaruah dan
berakal budi, penuh dengan adat-adat sopan
santun. Di malam terakhir itu, aku dapat
merasakan diammu. Malam penuh doa-doa
darimu dan panglimamu, Paduka Mat Salleh.
Sampai akhir, jiwamu tak pernah dikalahkan,
dan kau tak berganjak atau mundur ke belakang.
Tiap langkah kau perhitungkan. Sekiranya
nanti kemenangan di pihakmu, itu adalah hadiah
dari langit. Tetapi sekiranya kau tumpas, perjuangan
tak akan berhenti di sini. Perjuangan bangsa akan
terus sehingga negara berdaulat ini merdeka
dan bebas dari penjajah bangsa. Oleh itu langkahmu
telah kau perhitungkan. Tiada bangsa yang menyerah
tanpa perlawanan sampai ke akhirnya. Aku mengenangmu
dalam doa pada Tuhan Rabiul Alamen. Malam terakhir,
langit diam sampai ke fajar. Sejarah akan tercipta
pada esok. Pertempuran bangsa pribumi melawan
penjajah bangsa. Aku melihatmu, Paduka Mat Salleh,
bagaimana, suasana di kubumu. Bagaimana kalian
menjalani malam-malam terakhir kalian di kubumu.
Doa yang dipanjatkan pada kali terakhir. Lalu siang
pun tiba, sunyi dan senyap di kubumu. Lalu suaramu,
Paduka bagai halilintar membelah langit, kau berseru
"Hidup, hidup, hidup Wahai bangsa berdaulat. Bangsa
Pribumi dan bangsa Melayu." Aku melihat pada langit
biru terhimpunnya huruf-huruf menjadi kalimat, tajam
seperti tombak, turun dalam ribuan panah api, ke arah
penjajah bangsa. Pertempuran pun berlaku. Para panglima
menerpa ke depan tanpa takut, melumpuhkan kemaraan
musuh, dan merabunkan mata mereka. Satu demi satu
mereka gugur. Aku merasa Paduka, kocak darahmu
mengalir dalam tubuh ini. Aku mengenangmu,
pertempuran siang terakhir. Hari ini 50 tahun, negeriku,
Sabah dalam Malaysia, rahmat dan kurnia Allah.
Hidup bangsaku yang berdaulat. Bernyanyilah puisiku
dari sukma yang mengalir dari kalimat tulus dan
kata-katanya terungkap dari kejujuran mimpi
anak bangsa dalam mengenangmu, Paduka Mat Salleh.
Dari masa silam penjajah selalu menjadi kita umpan
dalam dasar "pecah dan pimpin." Ketika bangsa
pribumi didiamkan, kau berdiri. Ketika kau telah
dicurigai, mereka memanggilmu berunding dan
berjanji manis. Ketika kau berhenti berunding
mereka memanggilmu, pemberontak harus dihapuskan.
Malam, 50 tahun, kami telah menjadi bangsa,
negara berdaulat, kami kenangkanmu sebagai anak
bangsa yang pernah bangkit dan menentang
ketidak-adilan, pemerasan, kemiskinan dan
kemalaratan anak bangsa pribumi di tanah airmu.
Malam ini, Aku melihat kebenaran dan kenyataan
sejarah. Sejarah tercipta, dalam semangat bangsa,
ke arah kesatuan yang satu, persaudaraan dari
pengorbanan anak bangsa sebelum hingga hari ini.
Aku mengenangkanmu, pengorbananmu,
Paduka Mat Salleh, pengorbanan yang tak akan
dilupakan. Pengorbanan anak watan, anak pribumi
menentang penjajah bangsa. Malam ini,
Kami mengenangkanmu, Paduka Mat Salleh,
dan para panglimamu. Namamu hadir dalam
impian dan mimpi, mimpi anak bangsa
pribumi bukan hanya di malam 50 tahun ini,
malam ini tapi, dalam ribuan tahun mendatang.
Honiara
2 September 2012
*Tersiar Di Utusan Borneo, hari minggu, 21 Oktober 2012
*Puisi ini dalam antologi bersama, Sabahuddin Senin dan Awang Karim Kadir,
dalam antologi "Suara Penyair", terbitan Pro Saba-F, 2012
*Antologi Kemerdekaan
28. Amanat Kepada Generasi Muda
Kalau
pun mereka tak peduli jati diri
tak mengapa, dalam diam kita bekerja.
Ini bukan ayat perintah, mengingatkan
dan melakukan dalam satu perjuangan
harus diperah. Berhenti bererti kalah.
Generasi muda, angkat dagumu, suara-
suaramu harus didengar. Biar lantang
tapi sopan dan bernada. Aku ingin kau
melukis rembulan, cakerawala dan orbit
dalam sulaman kata-kata, lahir dalam
bait-bait puisi. Air mengalir menjadi
air terjun itu sukmamu dan fikiranmu.
Aku memberikanmu kalam ini dan
sumbermu alam jagat, perigi inspirasi
yang tak pernah tohor. Aku ingin kau
berdiri di atas pentas tanpa merasa
kalah sebelum berbuat. Di bawah
cahaya lampu, kau membaca puisi,
fikiranmu melayang-layang dan
singgah di sukma mereka. Tiap kata-
ketulusan mewakili generasimu.
Kebijaksaanmu berkata-kata, menjadi
tradisimu turun-temurun. Berbicaralah
dan luahkan cita-rasamu, tiada yang
ingin kau sembunyikan dalam sukma.
Kemiskinan berfikir dan berkarya
melumpuhkan kemampuanmu,
lalu keterbatasanmu menjauhkanmu
dari persaingan dan jati diri. Aku tak
akan berhenti datang sebagai gerimis,
atau desir angin yang membisik ke
telingamu, tidak terlalu keras dan
tak terlalu lantang. Generasi muda,
tampilah ke depan, suaramu adalah
hakmu, tiap fikiranmu itu lahir dari
jiwa yang terang. Aku menulis kepada
mu dengan bahasa yang mudah dan
terang kerana aku tak ingin kau melarat
dalam rimbamu sendiri. Kasar dalam
pengucapan dan kurang beradap dalam
berbual apa lagi bertindak. Baca dan
melangkah, usah takut,kerana di dalam
puisi-puisi deklamasimu ada suara hati
dan fikiranmu yang perkasa. Suatu
hari aku ingin melihat puisimu melayang
dari dahan ke dahan di alam sejagat.
Kota kinabalu
9 November 2012
*Antologi Suara Penyair, 2012.
29. Tragedi Kalabakan, 28
Disember, 1963
Tiga
bulan ketika rembulan penuh
di langitmu, kami terpanggil menyambut
kemerdekaan bangsa. Kau menyanyikan
lagu dari sukmamu, berkumandang di
rimba jati, Negaraku, salam ketulusan,
semangat bangsa tumbuh, satu lambang
satu bendera berkibar, impian masa depan.
Banjaran Crocker, Maliau Basin dan Kalabakan,
adalah keindahan negerimu tercinta.
Sungai yang mengalir bagaikan urat
nadi ke seluruh tubuh. Sabah, kau
hidup dalam mimpi-mimpi. Tiap
malam kau adalah bintang di langit
gemerlapan untuk ribuan tahun mendatang.
Tiap gerak di bumi dan langitmu
adalah inspirasi yang tak pernah
tandus. Flora fauna dan haiwan, kekayaan
dari negeri gemilang. Kita menyedut
dari udara murni, kepulauanmu adalah
mutiara yang bertebaran di lautmu.
Dari Pulau Matanani, ke Sampang
Mengayau terus ke sungai Kinabatangan
dan Lembah Danum, anugerah Tuhan,
sentuhan-Mu, tiada di bumi Sabah yang
bukan sapaan kasih-sayang-Mu. Tak salah
kalau aku mengatakan Tuhan pernah
turun bersama kami dan masih mengebal
dalam sukma. Kelabakan dikenang
namamu kerana kau terlalu dekat.
Pengorbananmu akan menurun dari
kami kepadamu, ke jenerasi muda.
Dan Sabah tanah lelohormu dalam
sejarah bangsa Malaysia. 28 Disember,
1963, ketika anak bangsa bangkit
menjadi bangsa dan negara, kau teruji.
Tapi kau mampu menegakkan jalur-
jalur merah dan putih, bendera yang
satu, Malaysia, bumi anak watan.
Di sini kami berkumpul dan berdoa,
mengingatimu, pengorbanan, tanahmu
masih merah. Kau tak akan kami lupakan.
Kota Kinabalu
1 Januari 2013
*30. Merdeka
Menghirup
udara merdeka
kemajuan
dan modernisasi
mimpi-mimpi dan inspirasi
kota dan bandar baru diberi nama.
Dalam dakapan merdeka
bukankah ini anugerah gemilang
pengangkatan martabat
sari madu dari perjuangan.
Makna
kemerdekaan
membebaskan diri
dari lingkaran syirik
dan firaun-firaun angkuh.
Tertib itu adalah
kemenangan rohani
disulam hikmah berfikir
kemerdekaan ummah.
Deklarasi kemerdekaan
amalan bersih dan pengorbanan
doa-doa yang khalis
mengalir dari rasa tawajuh.
Honiara
11 Oktober 2011
*31. Malaysia
Malaysia
Merdeka
doa terkabul
kedaulatan dan pembangunan
kemakmuran dan keadilan
anugerah Allah, bangsa merdeka.
Malaysia Jaya
hidup berbangsa
berpijak di bumi demokrasi
pembahagian yang adil.
Malaysia Jaya
masa depanmu pada
generasi muda.
Malaysia Jaya
kegemilangan ummah
inspirasi pemimpin
bumi makmur.
Malaysia, rimbunan hijau
rimba jati menambat hati
Malaysia Jaya
semangat bersaing meraih
bintang kecermelangan.
Malaysia Jaya,
martabat dan jati diri
hidup berjiran danberbangsa,
rahmat berdaulat sepanjang zaman
rahmat alam sejagat.
Malaysia Jaya
singkirkan
ranjau ketololan
tahyul dan kebiadapan
sengketa dan pemberontakan.
Kita
telah diajarkan
bermusyawarah dan muafakat,
tolak ansur dan bersikap adil
Malaysia Jaya
inspirasi sezaman
pembauran rohani
kemajuan abadi.
Inspirasimu melangkau
samawi dan
empat penjuru bumi.
Kemerdekaan bangsa
anugerah Illahi
doa-doa pejuang terkabul
rahmat sepanjang zaman
keamanan dan kemakmuran
perlindung hak asasi
lembah hijau menawan
kedamaian laut
dan langit baru.
Ya Rabbi, abdilah Malaysia Jaya
dalam rahmat dan kurniaMu.
Honiara
10 Oktober 2011
*32. Aman Dan
Harmoni
Permainan apakah ini ketika aku datang padamu
melangkahi sempadanmu dan beramah-tamah
lalu di ruang sederhana ini kami berzikirullah
tanpa mengganggu dan melanggar adat tradisimu.
Mengapa kau menjadi amarah dan berpaling
di bawah langit damai di tanah peribumimu
kita meletakkan harapan persaudaraan sejagat
kekerasan itu bukan pilihan kita bersama.
Kita akur menolak kekejaman dan kebiadapan
kelangsungan hidup yang aman dan harmoni
kau dan aku bisa berunding tanpa kegilaan
ruang ini ada hak Tuhan dan ada hak manusia.
Ketika kau melangkah sempadan dan masuk
aku tak akan memaksamu dan melarangmu
pintu masuk dan keluar senantiasa terbuka
tiada yang merasa dipinggirkan atau dikhianat.
*33. Sabah
(Kepada Pemimpin)(terbit)
Di tanah firasat khabar
gembira itu telah sampai
anugerah Tuhan yang mengumpul
bulan dan bintang-bintang
di malam penantian
banjaranmu menjulang ke
pusar samawi
di sini kau menemukan
lubuk
pulau-pulaumu bagai mata
rantai mutiara
di leher gadis pribumi.
Pantai dan laut bercantum
seperti dekur nafas
ketika lena.
Di rimba jatimu banyak
rahsia
mitos dan legenda
terhimpun jadi kekuatan.
Flora dan fauna subur
dalam iklimmu
air terjun kelangsungan
dari samawi.
Di lautmu bulan berendam
cahaya langit
bersentuhan
tiap sukma mendambakan.
Burung-burung terbang
menghias langit bumimu.
Inilah kedamaian dan
amanat
pada seorang pejuang.
Dari lafaz nafasmu lahir
nazam indah dari lidah
kebenaran
membangkitkan semangat juang
Sekali lagi kau
terpanggil di malam purnama
burung-burung yang pulang
membawa pesan-pesan
damai dan kemenangan.
Kami tak ingin
tertinggal,
kami pun tak ingin
mundur
melangkah ke depan dalam
gelora kemajuan
samudera sejarah.
Kemerdekaan adalah
kedamaian abadi dan
daya tahan Negara bangsa
dan sejarahmu tak hilang
dalam peredaran
waktu.
Kerana di tanah ini
damai
kami akan bersama sampai
garis penamat.
Kota Kinabalu
2017
*diterbitkan dalam antologi puisi Kepimpinan
Musa Aman dalam Puisi diselenggarakan oleh Jasni Matlani, Sitti Rahma 2017
34. Penceroboh Lahad Datu Dan Semporna
Dalam senyap kau telah
masuk menyisip ke dalam
gelombang di malam hari
menelur sengketa. Mereka
turun bagai komet,
calar-calar di langit impian.
Lumpur di kasut dari
kepulauan yang menyimpan
kegelisahan ratusan
tahun lekang di pantai pasir
desa Tandou yang khayal
dalam mimpi yang tak
akan menetas. Ketibaan
telah mengganggu penyu
yang sedang bertelur.
Rembulan terkurung. Ombak
laut meminggir, pulang
sepantas kilat laut Taganak.
Ketenangan Lahad Datu
dan Semporna seperti
tersiram air mendidih di
siang benderang. Mereka
datang berslogan perang.
Dari mulut dan nafasnya
api gunung belerang.
Kata-kata kekerasan tak akan
dapat menakluki
sejengkal tanah hijau di lembah dan
pesisir. Langkahmu
terseliuh baru turun dari laut ke
daratan. Nafasmu pendek,
larimu pun tak seberapa.
Mengapa?
Membiarkan segelincir orang hempas
impianmu.
Ketika kau memasuki
ketenangan langit dan bumi
aku tak menyangka kau
datang sebagai musuh.
Kedamaian tanah ini
telah terganggu buat kali
pertama dalam waktu yang
panjang. Langit bertukar
menjadi gelap dan kau
melepaskan raksasa ke medan
perang. Gegap gempita,
kau mainkan lagu perang,
kegilaaan Rawana tak
dapat ditahan. Bagaikan
pintu neraka terbuka.
Drama pun mula. Kau tak
ikut peraturan perang,
semua jalan halal demi
janji-janji kemenangan
yang tak mungkin. Tapi
masih kau bersikeras,
mengerah balatenteramu,
mengeruhkan jalan damai
dan persaudaraan Ummah.
Kau merosakkan mimpimu
dan mempergok impianmu
ke longkang yang berbau.
Dan menjolok mentari
dan menconteng wajahmu dengan
kegelapan. Sekarang
kau tak dapat melihat
rembulan dan udara di tempat
kau berpijak menjadi
tipis dan rongga dadamu tersendat.
Tak dapat aku
membayangkan kau datang bukan
sebagai tamu, tapi
membawa grenade dan senjata.
Mengapa mengorbankan
diri pada satu tujuan yang tak
jelas dengan retorika
yang basi. Tidakkah kau kesal
dan sedar membunuh dan
menganiaya mayat-mayat
lawan adalah
'Crime against Humanity.'
Dengarkan anak bangsa,
bumi ini adalah
anugerah dari langit
sampai qiyamat. Setiap
generasi akan
memperlakukan tanah dan laut
leluhur ini dengan
semangat bangsa, menjaga
dan melindunginya dengan
semangat pengorbanan
dan jati diri. Keamanan
dan ketenangan di tanah
kasih sayang ini adalah
lambang sukma yang
tak akan terkalah dengan
kekejaman, penganiayaan
dan perang. Kau, anak
bangsa hari ini sampaikan salam
kami dari satu generasi
ke satu generasi. Bumi pertiwi
ini tak akan kami
lepaskan walau sejengkal pun.
Tumbang satu, seratus
ribu akan siap siaga
maju ke medan juang.
Kota Kinabalu
3 April 2013
*35. Ia
Pun Dapat Dikalahkan Di Bumi Merdeka
Aku pulang membawa dalam
jutaan naluri
bagaikan kau limau
kasturi yang diperah
yang berlinggar dalam
udara hadir dalam
mimpi di malam
kerinduan.
Kau telah mengirim
isyaratmu seperti
ikan paus yang berenang
di lautan teduh
di khutub selatan dan
aku menerima
rindu dan resahmu di
satu pojok dunia.
Telah kusiapkan dataran
hijau rumput muda
di lembah Long Pa
Sia buatmu Gazelku,
Tiada yang akan
menyakitimu, selain
pemburu bermata saga, sukmanya
telah
mati dalam hidup, ia
dapat dikalahkan.
Kau adalah hadiah dari
Tuhan
melindungimu adalah
perjuang
tipu helah Rawana
hanggus dalam
legendamu sendiri. Dan
bumi tak
akan merelakan benih
kejahatan
tumbuh dalam selubung
malam
aku akan mencabut sampai
ke akar.
Pulau Pinang
13 Mei 2013
*36. Menunggu Datangnya Masa itu (terbit)
Langit telah memberikan
tanda
Siang membangunkan
musafir
Kumpulan karavan mulai
bergerak
Menuju ke tanah
kemenangan.
Ini adalah amanat dari
Suara-suara yang
terkumpul
Di bumi khatulistiwa
tiap hati menyerah dan
itaat.
Di sini kau mencari
kedamaian
Dan menemukan di lembah hijau
Tak ada rahsia kau telah
melihat
Purnama yang turun di
ribamu.
Kepadamu, doa-doa mengalir
Dari hening malam
tahajjud
Kemakmuran bumi gemilang
Kepimpinan yang jaya.
Hari ini, kemenangan itu
adalah
Isyarat yang digenapkan
Tiap pintu terbuka
dengan kasih
Salam damai, penyempurnaan
yang tersirat.
Nilai
2017
*disiarkan dalam antologi Kepimpinan Musa Aman
dalam puisi diselenggarakan oleh Jasni Matlani, Sitti Rahmah 2017
37. Kembali Ke Meja Kedamaian
Aku menanyakan kepadamu
di siang benderang
aduhai saudaraku,
mengapa kau mencipta langit
sirkah di dalam sukmamu.
Lalu membuka pintu
kepada kegelapan pekat
bersemayam di nadimu.
Tidak kau lihat, wahai
saudaraku, pada langit
sejagat dan lantai bumi,
mengapung dan di-
terbangkan angin,
kegemilangan silammu
luntur dimakan waktu,
bangunan yang indah itu
kini bersarang tenang lebah-lebah.
Di dalam kolam berlumpur
ini kita rimas dan
tercunggap-cunggap
menyedut udara. Sukmamu
terpanah di siang hari.
Kaki dan tanganmu
terbelenggu dan suaramu
tersekat di kerongkong.
Ketika tengah malam kau
menangis, memikirkan
saudaramu yang hilang di
zaman gerhana. Dalam
doa kau memanggil
namanya.
Mari pulang! Kita adalah
serumpun,
dari ummatan
wahidah.
Sayang, siapapun
yang menjanjikan rembulan
di pundakmu, sebenarnya
bayangan dan siasah
di malam panjang.
Kembalilah ke meja perundingan dan suaramu
menjadi merpati putih
dan mempunyai bulu
kepak yang lebat dan
sayapmu kuat mengharung
pusar angin ketika kau
melayang ke alam jagat.
Kota Kinabalu
3 March 2013
38. Menatang Mata Musuh Berdepan
Aku melihatmu tiada
cinta dan kasih sayang
sinar mata penuh dengan
kebencian dan dendam
Demi Tuhan kau tak akan
berjaya dalam siasahmu
di malam gelap. Tiap
langkah dan gerakmu, aku
tiada melihat wujudnya
Tuhan dalam dirimu
apa lagi mengangkat
martabat manusia
Kejahatanmu telah
melampau, kau membunuh
dan mencincang dan
memotong mayat
jangan sekali kau merasa
sastria dan angkuh
sedikit pun tidak akan
merubah keadaan
kau penceroboh dan kami,
wira berjuang
demi bangsa dan negara
tercinta.
Aku melihat sejarah
bangsa maju ke depan
kegemilangan kami kerana
kami sedar
Tuhan melihat perbuatan
dan tingkah kami.
Keadilan dan kebenaran
itu adalah sumber
kedamaian sukma.
Selamanya tak akan
padam. Jangan
sekali-kali cuba menakutkan
kami. Kezaliman dan
penderaan mayat para
syahid itu tak akan hati
kami terbuyuk dan
tunduk kepadamu. Malah
kami akan berderap
ke depan tanpa
dipanggil, melindungi
kemerdekaan dan martabat
bangsa bermaruah.
Ini adalah hak kami yang
tak boleh dijual beli
kami akan mempertahankan
dari satu generasi
ke generasi akan datang.
Kau tak akan dapat
menandingi semangat besi
baja dan pengorbanan
anak bangsa sampai ke
nafas penghabisan.
Tumbang satu, seratus
siap ke medan. Akhirnya
kau akan mati akal dan
terpuruk dalam ketololan
dan kebodohanmu sendiri.
Waktumu telah habis dan
kesabaran kami telah
tipis. Kau akan melihat
dengan kepalamu sendiri
samudera lautan akan
bergolak mendekatimu,
halilintar dari langit
akan memanah tepat ke
jantungmu dan kau
terbakar hanggus, di tanah
pribumi ini, hutan jati,
Kinabalu, banjaran Crocker
dan sungai akan mengepungmu
dan menghirup
nafasmu sampai habis.
Kami adalah pemuda
bangsa, jangan kau melampau
dan melangkahi sempadan
bumi anak bangsa ini,
kalau kau cinta pada
kedamaian dan manusia sejagat.
Ketahyulan dan langkah
sumbangmu tak akan
membawamu jauh. Kau akan
menyesal dan menderita
sepanjang kurun. Hidup
anak bangsaku, bangsa Malaysia
merdeka.
Kota Kinabalu
13 March 2013
39. Catatan Nusantara
Nusantara dipanggil
namamu
kalau kau langit, adalah
langit
yang mengirimkan hujan
semi
tanglung-tanglung indah
yang
tergantung di
cakerawala, impian
para pelaut dan kekasih
yang rindu.
Nusantara, lautmu selalu
tenang
pulau-pulaumu yang
tumbuh di
dadamu melambai dan
memanggilmu
dalam impian sang
nahkoda lalu tumbuh
sebagai bunga Carol.
Nusantara, sukmamu
senantiasa
hidup dan aroma lautan
dan bumimu
selalu menjadi inspirasi
berzaman.
Kota Kinabalu
12 March 2013
40. Menafsir Sejarah Sendiri
Ia pun mulai menafsirkan
sejarah
begitu yakin hingga pendengar tak
akan membantah bual dirinya.
Tiap orang memiliki rahsia hidupnya
yang zahir dan yang tersembunyi
ia adalah sejarah dari kehidupannya.
Kekeliruan menuntut sejarah
curiga dan wasangka menjadi
bibit peperangan dan dendam
darah turun-temurun.
Melunturkan sejarah
menghilangkan saksi kebenaran
mencipta kebohongan dan tuntutan.
Sejarahmu dan sejarah kami
tidak akan terkandung semua
yang nyata tetap kebenaran
yang tak boleh dijual beli.
Merampas kebenaran lalu
meminggirkan hak dan suara
kebanyakan dari inspirasi
kemerdekaan, tidak, samsekali
tidak akan dapat dipaksakan
apa lagi memaksa malam panjang
dengan bersenjatakan kekerasan.
Sejarah yang abadi
akan selalu memberikan peringatan
kepada jenerasi mendatang
dan bangsa.
Ketika kau bersikeras
membenarkan sejarah tentang dirimu
aku membalasmu dengan adab
ternyata kau salah dan keliru.
Di sini sudah ada sejarah
tanah pribumi ini dan sejarahnya
di tangan kami sendiri dan
bukan di tangan mu.
Kota Kinabalu
16 March 2013
41. Lindungi
Tanah Kasih Sayang ini
Kau mendengar lagu hujan
isyarat langit
tersingkap
iramanya kuat di bumi
merdeka
kedamaian jiwa tawajuh.
Api bergerak dalam kanca
malam
pepohonan hijau di
lereng bukit
menjadi debu bertebaran.
Bau hanggus dan bara api
dalam udara
tapi langit pun
belum puas menurunkan
hujan sampai di halaman.
Tidurlah, walau sedikit
resahmu mungkin dapat
diredahkan. Agar siangmu
tak terkurung dalam
berita
sayat dan mengerikan.
Ada orang tak berhenti
menabur benih dendam
di sepanjang jalan. Di
waktu
malam ada pula menanam
ranjau nibung dan berharap
mangsanya tercedera
maut.
Apa yang terjadi pada
masa silam, agar dibawa
hujan ke laut tenang.
Benih dendam kesumat
tak akan menetas. Dan
reput
pulang ke tanah.
Lindungi tanah kasih
sayang ini
sempadanmu yang baik.
Kota Kinabalu
13 March 2013
42. Kalau Bukan Kita Siapa
Pernah dan selalu
didengar kata-kata ini
pembangkit semangat atau
mengajakmu
mendengar pasif dan
membalas perbualan.
Begitu banyak panggilan
dan ajakan
lalu menjadi kata-kata
seruan dan semboyan
di pinggir jalan atau di
majlis rasmi
nama dan sukmamu
terpanggil.
Ketika bangsa tergerak
rongga nafasnya
pun melebar dan
menandakan bayangan besok
tapi, halaman sejarah
telah tercipta
kejutan-kejutan itu
telah dalam pelbagai warna.
Bumi ini menyimpan
rahsiamu
sampai ke akhirnya dan
dipersadamu
hamparan bunga dan
catatan ingatanmu
peringatan.
Kepada orang kecil yang
namamu
tak disebutkan juga
terkandung dalam
doa. Dan kami akan
memperingatimu
kerana kau memang dekat
di dalam sukma.
Kota Kinabalu
23 March 2013
43. Buat Penyair
Mari penyairku, turun
sebentar dari puncak Kinabalu
di sini, kita berkumpul,
melafazkan nazam dan suara yang
tersirat dalam sukma.
Kata-kata ini bukan
jampi sarana atau mantera
Telah kulepaskan
kata-kata ke langit berkepak
lalu turun menjadi panah-panah
tajam mengena
sasaran.
Kata-kata ini adalah
barisan perisai di pesisir
pantai, langit dan
belantaramu.
Kau telah memalu
genderang perang, suka riamu
tak akan panjang.
Kata-kata ini,
kalau ia di hutan jati menjadi
harimau, jauh ke dalam laut
jadi ikan paus,
yang menenggelamkan
kapalmu di perairanmu sendiri
melambung ke langit jadi
helang siap menerkam
mangsanya. Ketika kita
bertantangan mata, jadi sembilu
tajam tanpa ampun.
Tapi di sepanjang waktu
ia adalah kata-kata
kasih sayang yang tak
akan melukakan dirimu.
Kota Kinabalu
19 March 2013
44. Kesatuan Ummah
Aku mendengar deru
taufan angin
seperti gema gelombang
lautan
jeritnya terasa di
pelosok pedalaman
sampai ke pulau-pulau
yang jauh.
Ada menghias langit
dengan lampu neon
menconteng rembulan di
kanvas malam
aku tak akan dapat
membayangkan
Kedamaian sukmamu akan
terubat.
Ribut telah melanda
tanah ini
seribu kemungkinan kau
sendiri tak
dapat menjawab apalagi
menguasai
hutan hanggus dan kabus
jerebu.
Keadilan adalah amanat perjuangan
tak akan membenarkan
kezaliman
Kerana kebenaran ini
akan dilindungi
Tangan samawi dan
inayat-Nya.
Seperti serangga
menyerbu mangsa
kau tak akan dapat
menghalang
meruntuhkan langit
kedamaian ini
yang tak mungkin,
memungkinkan.
Aku yakin kemerdekaan
ini
hadiah samawi kesatuan
ummah
kepatuhan dan
pengorbanan Ismail
jawaban dari mimpi yang
benar.
45. Firasat merdeka (Merdeka)
Gerhana telah muncul
menyempurnakan isyarat
seribu tahun penantian
langit tak mudah
menyerah
dari masa silam suaramu
tetap kasih-sayang.
Kau tak akan berubah
menukar warna kulit
memang alam ini pun
ada keindahan menawan.
Musim gempa
di pergunungan
maut berjatuhan
tapi, kau terus mendaki.
di garis penamat
hanya dirimu
hanya dirimu.
Kau memilih kedamaian
ini bukan tanda
kelemahan
dan bukan pula
kekalahan.
Kau tak pernah
memilih kekerasan
apa lagi kezaliman
dalam kedamaian
ada muafakat.
Tiap perjuangan itu
adalah pengorbanan
dan kerana perjuangan
kau pun merdeka.
46. Kemurahan Bangsaku
Kemurahan Bangsaku,
ketika bom jatuh di
tanah Palestine
sukmanya tersentuh
parah.
Ketika masjid dan menara
ranap tinggal puing
kau bersedih dan makan
tak lalu.
Berhari-hari air matamu
mengalir dan tak
berhenti
kau menangis sendiri
sambil bolak-balik surat
khabar.
Dalam perbualan
bila menyebut keganasan
Zionis
kemarahanmu tak dapat
dibendung.
Sukmamu bagai
tersayat-sayat
menatap foto-foto bayi
dan
wanita terkorban mangsa
tentera
dan kapal terbang
Israel.
Kau melihat tak ada
petanda hujan
akan turun
ketika malam, bulan seperti
air batu
tak membawa perubahan
musim.
Keadilan telah hangus
seakan tak ada dapat
menyelamatkan
Kedamaian
mimpi manis yang tak
menetas.
Kemurahan Bangsaku,
tak akan bertukar warna
dan pacak
tak akan bergendang
mengikut rentakmu.
Wahai Adekku Sayang,
Di lapangan hidup ini
tiap orang
ada peluang untuk meraih
kejayaan
tapi, kau harus siap
bertungkus-lumus
tiap perjuangan mesti
ada pengorbanan.
Tiap usaha atau apa saja
kita lakukan
harus dimulai dengan
membaca doa
kerana doa mendorong dan
membulatkan tekad
membawa kita ke tangga
kejayaan cemerlang.
Jangan sekali berputus
asa
apa lagi patah semangat
kerana dalam
mengejar cita-cita
jiwa kita selalu tabah
dan sabar.
Dalam kita
berlumba-lumba
meraih kemenangan
diingatkan
tak ada jalan pendek
atau memintas
usaha dilakukan dengan
azam dan displin.
*47. Azam Dan Tekad
Wahai adek,
langit siang terhampar
malam
bulan purnama
telah sempurna
ishla diri bangsa merdeka.
Biar mimpi setinggi
gunung
seluas langit biru dan
sedalam lautan
melangkah dalam
kurnia-Nya
berpijak pada bumi
kebenaran.
Pasti kau berjaya
meraih samawi
pasti kau mencapai
puncak tawajuh dan
bulan khalis.
Nilai
Ogos 2017
*48. Kau Kehilangan Bumi Dan Langit
Lupakah masa silammu
mencari tiang bersandar
gempa di bumi selatan.
Kezaliman telah
sejarah hitam
menghendap dalam mimpi
penderaan silam
datang
kurun berkurun kau
seperti binatang buruan.
Ketika di puncak bukit
api dendam membakar
hutan nuraini sepi.
Igau Nimrod telah
membawa celaka.
Malam panjang
ia kehilangan
bumi berpijak dan
langit.
Nilai
2017
*49. Melangkahi Petala Langit Dan Tanah Peribumi
Sekarang langkahmu
menyeberangi
Sempadan sampai ke
bintang kejora.
angin gelora berkelana .
Suaramu mengirimkan
harapan
Dalam cantuman kata ada perintah
Dan kebenaran sebuah
firasat.
Tiap pertemuan
memberikan isyarat
Di bawah langit khalis
Dan doa-doa tawajuh.
Kita pewaris perabadan
bangsa
Kemerdekaan ini adalah
satu kurnia
Dan kedamaian bulan
purnama
Pada ketenangan lautan
di tengah malam
Ada kebenaran yang
terungkap
Kemenangan yang
dijanjikan.
.
*50. Tanah Leluhur
Kau tak ingin kembali
pada masa silam
ia makin kecil dalam
jangkauan
berdiri di muara Sungai
Kinabatangan
memandang kota kelahiran,
Sandakan
lalu melepaskanmu
tenang.
Di mana air sungai dan
laut bertemu
kalbumu mengirimkan
getaran
air lubuk turun ke
muara.
tali ini tak akan
dilepaskan
berpijk di tanah khalis.
*51. Kau Bangsa Yang Tak Terkalahkan
Kau mendengar
antara pembual zaman
berkelakar
tentang bahasa
tentang bangsamu
terpukul kalah dalam
peredaran zaman.
Mitos legenda
sejarah perjuangan
kekuatan bumimu
ketahanan bangsa Melayu
tak pernah dikalahkan.
Mengapa kau masih tidur
mereka mengadu domba
kau bukan
komet berjatuhan
tak ada tanah
untuk berpijak.
Beritakan pada dunia
Bangsa Melayumu hidup
purnama di langit
dalam mimpi dan impian
bumi leluhurmu
anugerah samawi
terus dijagai dan
dilindungi.
*10 Puisi dikirimkan
pada 27 April 2015
52. Kemerdekaan Masih Dalam Doa-doamu
Kau sebenarnya menampal
protes di dinding batinmu
turun ke jalanan di
tengah keramaian
sudah lama kau berdiam
diri dan berundur
langit kita lihat tak
secerah dulu kini jerebu tebal tiap penjuru.
Jangan cepat menjatuhkan
hukuman hanya mendengar
deru angin seperti ribut
kehilangan kepala di persimpangan
kita percaya cerita
dongeng dari membaca sejarah keliru
akhirnya menjerumus
mangsanya pada kanca perang.
Jalan kembali terlalu
membingungkan dan menyesat
banyak bertanya tak akan
menjawab persoalan
hanya membuatmu berdalih
dan tak ada keputusan
kedamaian kalbumu teruji
dan tak mengubah tindakanmu.
Akan datang seribu
penyesalan telah pun terlambat
tindakanmu tak membawa
erti di lapangan
kau melihat sendiri akan
berubah cepat dan berakhir
meskipun ia masih dalam
kandungan doa-doamu.
*53. Doa-doa Kemerdekaan
Salam dan Zikirul-Allah
kemerdekaan pada tanah
peribumi
menjadi gunung-gunung
bertahan
jauh dari derhaka pada
rimba raya.
Langit khatulistiwa
isyarat sebuah kenyataan
sungaimu nadi hidup
mengalir tak berhenti
doa-doa memakna
kemerdekaan
kemenangan iktibar dan
ishla pencinta.
Perjuangan sampai ke
garis penamat
kemerdekaan pada kesatuan ummah
memadamkan api amarah
membakar
dari malam-malam durjana
dan derhaka.
Menjelang malam
kemerdekaan
kalimat-kalimat khilas
terucap
yang tersirat menjadi
kebenaran
keselamatan dan damai di
puncak tawajuh.
Nilai
2017
*54. Maruah Bangsa Merdeka
Sekali pun yang datang
angkara mencipta taufan khayalan
selangkahpun tak
berganjak menyerah
maruah bangsa merdeka
tetap bulan purnama.
Kau tak bisa memalukan
aku di khalayak
dalam majlis debat
tujuan menjatuhkan
derhaka tak bertahan di
tanah merdeka
impian dan mimpi bangsa di langit tinggi.
Usah berkata kau melupakan
ikrar kemerdekaan
kau tak membiarkan
siasah pada malam durjana
gema suaramu
berkumandang di langit merdeka
kemenangan bangsamu berkibar
di bumimu.
Mencipta bumi selamat
dan damai
melahirkan inspirasi
sepanjang kurun
malammu tak gundah
mimpi-mimpi buruk
diciptakan siang hari di
bawah langitmu.
Kota Kinabalu
2016
55. Kemerdekaan , Kemenangan
Abadi
Kau yang lahir sebelum
merdeka dan mereka yang lahir selepas merdeka
akan mengenangkan
kemerdekaan ini adalah lambang kesatuan bangsa
mimpi kemerdekaan
melepaskan diri dari belenggu penjajah dan petualang bangsa
kemerdekaan ini,
kemenangan abadi dan perjuangan sampai kiamat.
Kau melafazkan ikrar dan
menyanyikan lagu kemerdekaan
benderamu berkibar di
langit damai dan di bumi merdeka
bangsa ini tak akan
dikalahkan dan menyerah pada gelora ombak
tak juga taufan badai
pada malam sengketa yang turun memusnahkan.
Kemerdekaan ini telah
tumbuh berakar tunjang di dalam sukma
tiada siapa yang bisa
mencabut atau menumbangkan inspirasi ini
ia mengalir dalam darah
jantungmu sampai ke serambi halus
lalu terbang ke langit
malam menjadi bintang-bintang gemilang.
Kemerdekaan ini bukan
diciptakan atas cerita khayalan belaka
tapi perjuangan dan
pengorbanan tokoh-tokoh sedar bangsanya
dan ia tak akan berhenti
di sini kerana keagungan bangsa ini
akan terus dipelihara
dan dilindungi dari generasi ke generasi.
56. Merdeka Di Bumimu
Kau dewasa di bumi leluhurmu
kemerdekaan bangsamu tak
jauh dari tahun kelahiranmu
sayapmu telah tumbuh dan
otot-ototnya telah kuat
mengharungi langit dan
bumi merdeka.
Ketika kau menjerit
merdeka dirimu telah melangkah jauh
meninggalkan rimba
tahyul dan ketololan
kau bisa belayar dan
menghadang lautan samudera
melawan ribut dan
mengemudi kapalmu sampai ke pelabuhan.
Bila malam tiba kau
tidur dan bisa bermimpi
tentang galaksi dan
orbit baru dan kemahuanmu tanpa sempadan
mata sukmamu membaca isi
bumimu dan angkasa raya
kalammu tak berhenti
menulis dan menafsir kebesaran-Mu.
Kemerdekaan mendorongmu
ke depan meninggalkan kegelapan
kau tak berhenti
merapatkan kesatuan dan kemakmuran bangsa
memacu kudamu sampai ke
garis penghabisan
merdeka bermakna
membebaskan dirimu dari kemiskinan.
57. Kemerdekaan Ini Rakulan
Kasih Dan Persaudaraan Kukuh
Kita tak sedar waktu
telah mengalir turun ke lembah
yang kita tinggalkan di
belakang menjadi halaman sejarah
dan mereka
menafsirkan sendiri peristiwa-peristiwa itu
lahirlah rembulan dan
bintang-bintang bertahta.
Kau tak akan pernah
menyerahkan kemerdekaan ini
di tangan-tangan
petualang malam derhaka dan durjana
kemerdekaan ini adalah
amanat dan warisan turun-temurun
bukan kepunyaan satu
suku dan kaum tapi rakyat Malaysia.
Mengapa menaruh curiga
pada kata dan tindakan
kesepakatan telah tumbuh
dan berakar tunjang di bumimu
kita tak akan membiarkan
laut dan pulaumu diceroboh
langit dan bumimu adalah
lambang ketahanan bangsa.
Kemerdekaan ini
rangkulan kasih dan persaudaraan kukuh
hak kita akan
terpelihara dan tiada yang merasa dibawahkan
kita bergerak dalam satu
kembara sama cita dan rasa
Kemerdekaan ini tak akan
menjauhkan dan memisahkan kita.
58. Melangkah Dengan Sukma
Merdeka
Kalau ada yang ingin
menyembur jerebu di langit merdeka
kau tak akan duduk diam
dan melihat tanpa memperingatkannya
ada yang ingin membina
tembuk-tembuk besar dan tinggi
supaya kita senantiasa
terpisah dan curiga antara satu sama lain.
Mari kita melangkah dan
bahu-membahu dalam kembara merdeka
sesiapapun tak
diketepikan menjelang hari kemerdekaan ini
Mengapa ada ingin
menggelapkan matamu supaya tak dapat melihat
jauh di sudut hati ada
tersembunyi bara api ingin menyala.
Di bumi merdeka kita
bergelut cahaya ini tak akan dapat ditampan
kita melangkah dengan
sukma merdeka penuh ghairah
amanat pengorbanan ini
akan terus menjadi lambang perjuangan
Rimba Raya di tanah Peribumi
dan lautan kepulauanmu selamat.
Kemerdekaan ini
memperingatkan setengah abad telah berlalu
perjuanganmu masa lalu
tak akan dilupakan dalam doa-doa
ketokohan dan jiwa
bangsamu dkenang di malam kemerdekaan ini
kita tak akan berhenti
di sini dan hanya melihatmu kehilangan arah.
59. Kesatuan Bangsa Merdeka
Kau tak ingin melihat
gelombang melanda tanah peribumi
meratakan tanah dan air
lumpur sampai ke dalam mimpimu
suara rimba raya bergema
jauh ke dalam lembah gunung
di langitmu burung-burung
mengembangkan kepaknya.
Kesatuan bangsa bukan
suatu khayalan atau pidato retorika
benih yang tumbuh dari
tanah gembur di bumi peribumi
akar tunjangnya menjalar
dalam dan mencengkam kuat
tak akan mudah
terbongkar dan tercabut untuk ribuan tahun.
Kemerdekaan ini hadiah
dari samawi pada anak bangsa
airnya akan terus
memenuhi perigi kemerdekaanmu
pada tamu yang
meminumnya senantiasa jernih dan manis
sekali teguk terus
meminumnya sampai dahagamu hilang.
Jangan sedikit pun titik
keraguan di dalam kalbumu
kesatuan bangsa adalah
nadi yang menggerakkanmu ke depan
kita tak boleh berhenti
hanya melihat purnama dari jauh
malam ini kau meraihi
kemerdekaan dan mengecap nikmatnya.
60. Merdeka Jiwa Merdeka
Dalam Jiwa Merdeka ada
ingatan kau pada rimba raya
gemuruh lautmu dari
cemar dan petualang samudera
kerana terlalai hilang
dalam tanganmu di depan matamu
ketika tersentak sedar
ia telah pupus di tanah peribumi.
Kemerdekaan ini adalah
rahmat turun-temurun
langit saksi, di
tanganmu amanat telah diserahkan
kau tak akan sendiri
ketika kau diterjah dan didorong
lalu mereka pula
menumpahkan dawat ke langitmu.
Ketika kau telah melihat
rimba rayamu musnah hanggus
kau tak akan melihat
saja tanpa datang sebagai pelindung
ketika kau melihat
hidupan liarmu didera dan dizalimi
lakukanlah kebijaksanaan
menyedarkan warga peribumi.
Jiwa Merdeka padamu
pelindungan tiap sukma
kemenangan ke atas
kebohongan yang merugikan
perjuangan membuka
pintu-pintu kebenaran yang nyata
memberikan harapan pada
tanah peribumi dan warganya.
61. Kita Amanah
Ingatkah bulan Ramadan
saf demi saf
malaikat dalam sukma
mata air pergunungan.
Di hari merdeka
kita menongkat langit
menabur benih
di tanah gembur.
Matari bangsa meluap
tiap kata meluncur
lampu-lampu tak
kesiangan.
air tak bertakung.
Memandang tanah
peribumi
tak pernah derhaka.
Kita amanah.
tak menjudikan
nasib bangsa
mengopak kulit bumi
menjadi tanah lumpur.
Kota Kinabalu
17 September 2013
62. Bahasa Bangsa Melayu Merdeka
Langit bangsa merdeka
gelombang nafasmu
menyentuh sukma
malam
inspirasi sezaman.
Di tanah gembur ini
aku dan kau lahir
tumbuh menjadi pohon
jiwamu seluas langit
bahasamu taman musim
bunga.
Ia adalah nadi
bangsa Melayu merdeka.
Bintang malam berkilau
rembulan di tanah
leluhur
pada bumi adalah
kekuatan dan ketahanan.
Kalbumu adalah awan
yang bergerak
burung bangsa terbang
jauh ke benua dan
cakerawala
pulang dengan seribu
daya
mata angin dari lautan.
63. Catatan Selepas Kemerdekaan
Satu kata bila diucapkan
dengan ketulusan adalah
taman menyembur wangi
ke dalam sukma.
Matarimu
seakan bercanda,
hiruplah
biar rongga dadamu penuh
aroma menyentuh sampai
ke alam minda.
Seluas itu harapan
pada puncak langitmu,
di situ, selalu ada
impian semekar bunga.
Kota Kinabalu
2 September 2013
64. Salam Kemerdekaan
Langit merdeka
gelombang nafasmu
bagai menyentuh sukma
malam.
Kau, galaksi yang
sedang ditemukan.
Tadi, aku tak melihat
matamu
degup jantungmu mengirim
pesan hari esok.
Di tanah gembur ini
aku lahir.
Aku tumbuh menjadi pohon
di bawah langit dan
matari.
Ceritamu adalah nadi
Karuhai
bintang malam berkilau.
Salam merdeka
adalah rembulan penuh
pada bumi
gravitimu mulai terasa.
Kaki
yang melangkah
bau tanah matari pagi
menyentuh naluri
Puisi-puisi ini adalah
huruf-huruf vokal
yang terkepung
oleh huruf-huruf
konsonan.
Ketika dibaca
kau adalah awan
yang bergerak.
Burungmu terbang
melintasi benua-benua
malam dan menyongsong
mata angin di sukma
lautan.
Atau hujan ais batu
yang turun
mendadak
ketika kau dirundung
mimpi.
Salam merdeka
buatmu.
Kota Kinabalu
31 Ogos 2013
65. Kaulah Bintang Sukma Di Langit Merdeka
Ingin aku menjadi
burung Cenderawasih
di hutan jati
Khatulistiwa
sekalipun hanya dalam
mimpi Kejora
di waktu siang
aku melihat rimbunan
warna, kelembutan
pada mata dan sukma.
Aku melihat gerak
langit malam tak pernah
diam. Kaulah, bintang
sukma
menjadi penglipur lara,
pada nahkoda
di tengah samudera
musafir yang
merindukan
tanah leluhur.
Dalam naluri
ada gerak
pada firasat
aku menafsirkan
isyarat
kehadiran kasyaf
selangkah mendekati-Mu.
Kota Kinabalu
27 Ogos 2013
66. Harum Segar Di Tanah Merdeka
Kau adalah harum bunga
yang
berhembus dari lurah ke
lurah
dari lembah ke lembah,
dari
timur ke barat dan utara
ke
selatan.
Kau adalah angin sejuk
yang melepaskan panas
malam di dalam sukma.
Nafasmu yang meniup
kening dan telingaku
telah menghimpun ribuan
yang bila ditafsirkan
akan menjadi kalimat-
kalimat yang tak
pernah
dikalahkan dari masa
silam.
Dan ia menakluki sukma
dan kau dan aku pasrah
sujud di bumi
kasih-sayang.
Hujan petang yang turun
condong ke laut
menyejukkan
bumi dan sentuhan itu
telah
menyegarkan dirimu
menjadi matahari. Bila
malam tiba kau adalah
rembulan menyematkan
harapan ke dalam impian.
Kota Kinabalu
23 Mei 2013
*Antologi Puisi, 'Lirik
Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top
Publishing House, 2013
67. Menyambut Kemerdekaan Bangsa
Kaukumpulkan selangit
kata-kata menjadi doa kemerdekaan
bukan hanya rimbunan
kata-kata yang kosong dan berupa-rupa
ia lahir dari kalbu yang
sedar dan damai mengalir jernih
kumandangkan rasa
syukurmu di menara putih yang tinggi.
Gema suara kemerdekaan
biarkan sampai ke samawi
lalu mengetuk pintu-Mu
memohon rahmat dan kurnia
jayalah Malaysia,
sepanjang zaman negara makmur
tanah peribumi
melahirkan pemimpin bangsa yang amanah.
Makmurlah. Malaysia,
lembah gunungmu yang permai
rimba raya dan lautmu
inspirasi sezaman kedaulatan bangsa
kasih-sayangmu pada
gunung dan sungai mengalir
pemuliharaan alam
sekitar, kehidupan habitat dan hidupan liar.
Kemerdekaan membawa
udara segar dan kedamaian nusa
minda dan sukmamu
diperkayakan dengan firasat berfikir
di bawah matari siang
kita bekerja dengan tangan sendiri
malam tenang doa-doamu
kau lafazkan bersih dari angkuh.
Makmurlah Malaysia,
cinta dan jiwa kemerdekaan telah sebati
kau tak akan berhenti
dan merasa puas malah melangkah terus
kemerdekaan ini adalah
hak bangsa dan lambang kebebasan
semangat kebersamaan,
berjiwa besar sebagai bangsa merdeka.
68. Kami Tak Akan Melupakan
Di layar langit turun
raksasa bersayap lebar-lebar menakutkan
seakan mereka datang
dari satu planet asing mencebuli bumi
kelihatannya mengerikan
dan menakutkan, dari mulutnya
keluar api. Selain itu
hewan ini seakan bayangan manusia
bergigi tajam, tangan
dan kakinya berkuku tajam.
Mereka mendarat ingin
menakluk dan mencerobohi
tanpa mengindahkan
pribumi di sini. Sejak kedatangan ini
tiada kedamaian. Langit
menjadi merah dan hutan jati terbakar.
Jelas kulit mereka
seperti biawak dan menetaskan bisul-bisul
dan bernanah. Baunya
bukan alang kepalang, langit jadi
jerebu, bau hanyir dan
hamis.
Yang jelas mereka adalah
mirip kepada hewan, menerkam
mangsa, pribumi ini.
Mereka adalah hewan pemakan
daging dan haus darah.
Mereka memakai tangkal
dan membaca mentera.
Niat buruk mereka telah terlukis
di angkasaraya.
Tapi, penduduk pribumi
tidak merelakan mereka mendera
dan bertindak zalim.
Lasykar-lasykar pribumi siang malam
mempertahankan bumi
kesayangan ini dari dicerobohi oleh
mahluk asing. Pertempuran
siang malam. Pengepungan
sampai ke wilayah musuh.
Sejak mendarat hewan keparat itu,
pribumi telah
memati-matian membalas serangan. Ada yang
gugur menjadi bunga
bangsa.
Mereka ingin menguasai
langit dan bumi. Ribuan panah-panah
dilepaskan dari busur.
Barisan pertahanan pribumi memukul
mundur mereka.
Sayap-sayap penyeroboh patah-patah di udara
terkena panah-panah
berapi lasykar-layskar pribumi.
Di langit, suara hewan
menyerupai manusia sangat hodoh.
Sekali pribumi ini
bangkit tiada siapa dapat menghalang dan
mengalahkan. Di
sepanjang jalan di hutan kelapa sawit, bila
malam tiba nampak gerun
dan bau mayat yang membosok.
Kedatangan pendatang
asing ini telah membangkitkan semangat
pribumi. Lasykar-lasykar
pribumi tak kan takut dan menyerah kalah.
Seakan langit kembali
damai. Pertempuran telah berhenti.
Lautan kembali redah.
Ribut angin menjauh dan melemah.
Penceroboh telah tewas.
Bumi di sini, kembali damai.
Ratusan ribu doa-doa
mengalir, ingatan pada lasykar-lasykar
yang syahid di medan
tempur. Mereka adalah bunga-bunga bangsa.
Kami tak akan
melupakannya.
Kota Kinabalu
12 March 2013
69. Monolog Kemerdekaan
Tidurlah sayang hari
semakin malam
Kodok di kolam masih
memanggil hujan
langit enggan menyahut
panggilanmu
angin lalu menghilang ke
dalam hutan
gunung menyepi sendiri,
sedang lembah
di hutan jati mulai
berdekur. Rembulan
masih bertahta,
kelip-kelap tenggelam
timbul di tepi sungai.
Anak comel, kau akan
mewarisi hutan jati
laut biru dan
pulau-pulau batu permata
Melaju perahumu melaju
sampai ke simpang
mengayau. Terbang burung
kenari terbang sampai
ke puncak Kinabalumu.
Tidur sukmamu,
tidur, esok ma bisikan
khabar dari jauh.
Aku melihat sebutir
bintang gugur dari
cakerawala.Tapi wajahmu
tersenyum dan
bercahaya. Kau mengucap
salam dan berlalu.
Lalu kau menjadi cahaya
dari kecil,
membesar dan lenyap.
Dalam ketiduran, wajahmu
kulihat
tenang, setenang
samudera di waktu malam.
Kota Kinabalu
15 March 2013
70. Tidak Mustahil Kita Dapat Berjabat Tangan
Sebenarnya kau ada
pilihan menongkat langitmu
atau membiarkan,
menghadang tofan samudera.
sayang kau masih melihat
ke dalam dunia silam
penuh dengan jin,
mentera dan talian yang kacau.
Ketika kau memilih malam
panjang
dan menggali sejarah
yang tertimbus
lalu berpegang pada
angin dan melaung kepada
dunia di malam gelap dan
hujan berguruh.
Setiap kali jatuh korban
di tanah pribumi
sukmaku bagai tersayat
dan tersiksa
dan bertanya, barangkali
ada yang kusendiri
tak mengerti dan jauh
dari jangkauan.
Permasalahan ini rupanya
jauh sebelum
aku lahir di negara
merdeka ini.
Lalu aku jadi pewaris
permasalahan ini
sedang aku sendiri
melihatnya
dalam sejarah bangsaku
yang merdeka.
Sejarah tragik akan
selalu mengundang
air mata dan
pengorbanan. Tiap pihak
menafsirkan fakta dan
dunia khayalan.
Kita pun berpihak dan
memihak.
Aku ingin kedamaian di
atas meja
selamanya. Biar kami
dapat membaca
tanpa curiga dan
wasangka. Tanah dan
lautmu adalah Nusantara
Melayu Raya.
Tidak mustahil kita
dapat berjabat
tangan dan duduk
bersama. Tiada etnik
dan bangsa yang lebih
keji dari yang
lain. Semuanya adalah
Anak Bangsa
Nusantara.
Kalau pintu sukmamu
tertutup, bukalah
biar sedikit angin
masuk. Alaf 21,
sepatutnya kita lebih
berhati-hati dan
tidak membiarkanmu jadi
terasing
di kepulauan Nusantara
dan ummatan
Wahidah.
Kemarahanmu tak akan
membawamu
ke orbit dan galaksi
baru. Ya Rabbi,
jangan kami terjerumus
ke jurang tak
akan kembali. Dan bicara
dan
bahasamu masih tetap
kasih sayang
dan Melayu.
Mengapa harus aku
membencimu
kerana keduanya pemegang
amanat
bangsa dan kedamaian
Nusantara,
langit dan buminya tetap
aman.
Kota Kinabalu
9 March 2013
71. Mimpi Dan Impian Anak
Bangsa Merdeka
Ada saja pembuat api tak
kira dalam keluarga
atau dalam sebuah
negara. Barangkali dalam
keluarga tuan mengesan
siapa biang keladinya.
Tetapi tuan dalam sebuah
negara merdeka
Tuan tak tau bagaimana
pengkhianat bangsa
bekerja. Kekadang
menyusup sebagai kawan
dan jadi musuh dalam
selimut.
Soalnya, Tuan, menentang
musuh yang nyata
kita dapat mengarahkan
satu pasukan untuk
menghapus pengkhianat
bangsa yang jadi
pemberontak. Tuan
menyintai negara ini, bukan?
dan sanggup turun dan
berkorban diri
melawan panah-panah
durjana atau komet-
komet yang diarah ke
angkasa negaramu.
Aduhai, anak segala
bangsa di negara merdeka.
ketika mereka berkumpul
dan berucap dengan
retorik, sebenarnya
mereka telah menyusun
perpecahan dan
pemberontak atas nama
keadilan dan atas nama
demokrasi. Dalam
diam bertahun-tahun
mereka mencipta api
hingga api tak dapat
dipadamkan. Lalu
negara yang kita cintai
dalam porak-poranda.
Tuan, sebenarnya mereka
ingin mencipta
kekacauan dan perpecahan
bangsa lalu
mengaut untung dan
membawa lari
kekayaan negara. Ketika
perang telah meletus
mereka yang pertama lari
dan berlagak
sebagai patriok dan
pencinta bangsa.
Kalau ada yang datang
kepadamu Tuan
bercerita yang
muluk-muluk kemudian
menyuntikmu dengan
cerita-cerita tipu-
muslihat dan kebohongan
yang dianyam
dengan halus dan tak
terasa. Berhati-hati,
kerana mereka ingin
melihat negara ini
tumpang dan hancur. Apapun
usah biarkan
negara berdaulat ini
jatuh ke dalam kanca
peperangan. Kerana
peperangan itu hanya
membawa bencana.
Ingatlah negaramu
merdeka di meja
perundingan. Berkat
hikmah pemimpin
dan doa-doa perjuang
yang memberikan
jiwa raga demi kemederkaan
anak bangsa.
Menjelang 50 tahun
merdeka, kita merayakan
negara berdaulat ini
dengan impian sejuta
tahun mendatang. Ini
adalah anugerah
Allah ke atas bangsamu.
Tuan, keindahan
bahasamu yang
bermartabat jadikan bangsa
ini hidup, progresif dan
dinamis. Kami mengharapkan
yang terbaik baik bangsa
dan negara.
Kota Kinabalu
22 Januari 2013
72. Malaysia Merdeka Satu Amanat
Di Tanah Peribumi tercinta ini
aku berdiri mencium bau
tanah
menghirup udaramu
memaknakan
satu perjuangan dan
kemerdekaan.
Malaysia, seperti bola
matahari
muncul di horizon.
Kelahiranmu adalah
rahmat
doa tak putus.
Di sini aku dilahirkan,
Sabah
namamu, indah-menawan
Malaysia Merdeka.
Dan penjajah telah lama
pulang
mengangkat kehormatan
bangsa
martabatmu sebagai
negeri leluhur
didengar disegani negeri
merdeka.
Malaysia, negara merdeka
Sabah, rahmat Tuhan
turun
kau terima dan memandang
samawi
ini adalah yang terbaik
untuk bangsa
Bagaimana aku dapat
melukiskan
langit malammu penuh
berbintang
impian seorang penggali
mimpi
dan mencipta impian
ribuan tahun.
Bagaimana aku bisa
melukiskan
sukma belantara masih
bernafas
Gunungmu harapan dan
cita-cita
purnama penuh di langit
merdeka.
Kusebut namamu, Malaysia
kerana aku tak akan
pernah jemu
Simpang Mengayau, Long
Pa Sia,
Lembah Danum dan Maliau
Basin.
Aku tau di Tanah
Peribumi ini
aku tak akan sendiri,
langitmu
penuh cerita lagenda dan
mitos
Khaltulistiwa sukma
rimbamu.
Tanah Peribumimu tak
pernah diam
ada gerak menawan dari
langit turun
hujan di lembah ini
membawa benih
bercambah di tanah
lembah gunung.
Kami tak akan kalah
kepada petualang
mencemar Tanah Peribumi
ini.
Apa kau tinggalkan pada
generasi akan
datang,
Kau tak akan melepaskan
cinta-kasihmu
Kalau kau diminta
berkorban kerana
melindungi langit, hutan
belantara, lautan
biarlah kau orang
pertama di garis depan.
Biarkan langit penuh
dengan burung terbang
berkawan dan selamat
dari pengetah burung
biarkan sungaimu
mengalir dan tanpa dicemar
tiap hidupan di sungai
dan daratanmu tak akan sepi.
Biarkan rimba belantaramu
bernyanyi,
sahut bersahut, penuh
irama dan lagu
seperti Monyet Probiscus
bergayutan
dari dahan ke dahan,
Sungai Kinabatangan tak
pernah sunyi
Sungai Padas dan Sungai
Labuk.
Pulau Mantanani, Pulan
Lankayan,
Banggi dan Pulau
Sebatik.
Banjaran dan gunungmu,
Kinabalu
dan lembahmu menawan
berkembang mekar bunga
Raffleasia
Biarkan pulau-pulau,
sepanjang tahun
pantai pasirmu selamat
Biarkan gajah pigmi
bahagia
di Gunung Ra Ra.
Lihatlah pada
wajah-wajah peribumi
ada pelangi dan sukmanya
pohon Gaharu.
tradisi budaya hidup
dalam jiwamu
memang kaya dengan gerak
dan tari.
Rimba Rayamu selalu
terdengar bunyi
kau dengar gong
kulintangan dipalu
tangan melebar seperti
burung helang
kakinya berjengkit,
keharmonian tari.
Amanat ini telah kau
pegang
bergabung demi hari
depan
impianmu dan para
perjuang
pernah turun berjuang
diingat.
Kami akan mengenangkanmu
dari satu generasi ke
genarasi
lidah kami selalu lembut
tulus
ketika kami melafazkan
doa.
Di Tanah Peribumi ini
mengingatimu pada siang
Merdeka
pada mereka telah dulu
berpulang
pada leluhur doamu terus
mengalir.
Inilah syafaat yang tak
dapat dikalahkan
kasih-sayangmu meliputi
langit dan bumi
tiada dirugikan oleh
dendam tipu muslihat
Hidup, bangsa, negaraku
Malaysia tercinta.
Kota Kinabalu
16 September 2013
73. Tanah
Bila api telah menyala
membesar
memang sukar akan
memadamkan
jika ada perbalahan
dalam keluarga
kalau tidak dipadamkan
cepat-cepat
merebak sampai generasi
penerus.
Sumpah seranah telah
masuk pula
dalam sukma percakapan
harian
gempanya melahirkan
hujan jerebu
musnah sebuah harapan
dan
kasih sayang pada sebuah
hutan.
Tiap isu ada permulaan
dan ada
sebab dan berakhir
dengan dendam.
Keluarga adalah
pertalian darah
sepatutnya mudah diajak
berunding.
kerana pada hakikatnya
pergaduhan
seperti Kemarau
bertahun-tahun.
Membiarkan bererti,
dendam.
Tanah, hak waris
turun-temurun.
Tanah pusaka jangan
dijual
nanti jatuh di tangan
orang lain.
Soal tanah bukan perkara
kecil
Soal tanah soal hidup
dan mati.
Kerana tanah
persaudaraan putus.
Pihak satu menguasai
yang lain
Hak Saudara diketepikan
kerana
tanah sejengkal seribu
malam tak
akan membuat malammu
tenang.
Ketika kau meletakkan
kepalamu
di atas bantal,
kalajengking, lipan,
ular dan kerengga
mendatangimu
tenggorak kepala dan
sukmamu.
Jangan tanah sejengkal
musuh
sampai ke anak cucu.
Kota Kinabalu
September 2013
74. Juara Pilihan Ramai
Kita telah menghafal
impian kemerdekaan
jalan-jalan telah dibina
ke pergunungan,
lembah dan daerah
pedalaman. Harapan
berkilat pada tiap mata
yang tak berdosa.
Kita telah membayangkan
impian dalam
sukma anak-anak yang
tumbuh membesar
telah jelas dalam anak
matanya. Kita tak
perlu keliru, yang utama
adalah keyakinan
impian kemerdekaan itu
nadi berdegup.
Kita selalu berkata
resepi ini adalah yang
terbaik, tapi resepi
seorang ibu akan selalu
menjadi memori di
serambi rasa. Kita selalu
berkata, 'Mari bersama.
Kau tak pernah aku
tinggalkan.'
Alangkah manisnya, dalam
perih dan memetik
harapan, selalu bersama.
Bersama, sekalipun kau
ternyata berjalan
lambat dan kepayahan
tapi aku selalu di
sampingmu. Dalam
kata-kata terikat janji,
dalam pakatan terikat
kedamaian. Kita
selalu bertanya dan
bertanya, bagaimana
nanti masa depanmu. Masa
depan itu harus
dihidupkan impian
sekarang. Tidakkah
dulu perjuang-perjuang
juga melahirkan
mimpi dan impian sebuah
kemerdekaan.
Sekalipun itu akan
mengambil sekurun
atau sepuluh kurun baru
terjadi. Apa yang
akan terjadi dan
terzahir dari mimpi dan
harapan itu, ditatah
dengan perjuangan.
Suatu pagi kau
menyebutkan buah limau,
lumrahnya air liur pun
kembang dan terasa
masam. Lalu kau menyebut
ma,'Apa
khabarnya?' Aku
menggenggam harapan
dan impian. Kemudian,
kau menyebut
Allah dan Rasul-Nya. Aku
menunduk
kepala dan terasa sukma
digenangi air
dan melimpah di tebing mata.
Sekali
diingatkan lagu
'Negaraku.' Aku berdiri.
Meskipun lama aku
terpisah dari hujan
hutan tropika di bumi
ini, ketika irama itu
dimainkan aku masih
dapat menyanyikan
lagu itu tanpa merasa
kebingungan. Aku
menyanyi dari sukma.
Ketika kau mainkan
lagu 'Sabah, Tanah
Airku,' benar, aku
terasa kepunyaanmu.
Kerana landskap, cahaya
langit dan baumu ada
dalam darahku mengalir.
Melupakan ma, seperti
melupakan tanah air.
Dan itu tak mungkin.
Gazelku, aku pulang
kepadamu. Jadi, juara
pilihan ramai.
Kota Kinabalu
14 Disember 2012
75. Paduka Mat Salleh Dan Lima Puluh Tahun,
Merdeka!*(UB)(ASP)
Aku melihatmu, duduk
merenung jauh
Paduka Mat Salleh
tenang, sekalipun
dalam dirinya, gelisah
menunggu esok.
Kerana esok membawa
berita masa akan
datang. Di sini,
pembelaan terhadap
bangsa telah mula. Tiap
gerak langkah
kakinya, adalah
hari-hari penentuan dan
sejarah bangsa pribumi.
Di telapak kakimu,
kau dirikan kubu, kukuh
dan hebat.
Wira-wiramu telah
siap-siaga dijadikan
korban demi esok,
dijanjikan. Umumkan.
Datanglah perintah.
Kerana aku mengenangmu,
Paduka Mat Salleh.
Keputusanmu berperang
adalah wajar. Kubaca,
tipu muslihat musuh.
Pembelasahan massa,
bangsa Moro di
tangan Leonard Wood. Aku
mengingati
mereka. Kekejaman dan
kekerasan tetap
kekejaman dan kekerasan
tak akan bisa
dihilangkan dari
sejarah. Aku melihatmu,
bagaimana kau beraksi di
Lautan Pasifik,
Atlantis, Lautan Hindi
dan Laut China Selatan.
Bagaimana kapal-kapalmu
mundar-mandir
mencipta malam panjang
di daerah-daerah
pribumi, mencolek mereka
di siang benderang!
Di tanah asing burung-burung
hitam merindukan
tanah leluhur sampai
nafas penghabisan. Dan
martabat dirimu
direndahkan. Hilang tradisi dan
hilang adat di tanah
asing, mengakhiri hidupmu
di banjaran pergunungan
salji, jauh dari kampung
halaman, tiada jalan
pulang. Terperangkap. Mereka
dikerah menjadi budak
dan buruh paksa di ladang-
ladang tebu, di
Queensland. Paduka Mat Salleh, malam
ini, aku mengenangkanmu
dan mengenangkan
kemerdekaan bangsa dan
lahirnya sebuah negara.
Bangsa pribumi, bangsa
Melayu dan negara Malaysia
lima puluh tahun,
merdeka. Atas kesedaran bangsa,
namamu dikenangkan. Dari
timur ke barat halaman
sejarah telah tercatat,
kemampuan dan kedaulatanmu
sebagai bangsa merdeka,
bangsa pribumi, bangsa
Melayu. Kita tak pernah
dikalahkan menghadapi
penjajah bangsa. Tiap
generasi jatuh bangunnya
di atas pundak sejarah
lalu. Sejarah telah
mendewasakan bangsa dan
sejarah mendewasakan
negara Malaysia. Aku
mengenangkanmu
Paduka Mat Salleh, kau
mengenal permainan
penjajah. Mereka pandai
menyedapkan rasa
dan melunturkan semangat
perjuangmu.
Perjanjian dibuat untuk
mengabui matamu
dan menderamu. Akhirnya
kau ditumpaskan.
Paduka Mat Sallleh,
ketika martabat bangsa
jatuh ditendang ke dalam
longkang dan
membunuh semangat perjuanganmu,
di situ, kau, hadir dan
membalas balik
gertak dan tipu muslihat
penjajah bangsa.
Kebangkitanmu, Paduka
Mat Salleh telah
mengangkat martabat
bangsa pribumi ini,
bangkit melawan
ketidak-adilan, kemalaratan
pemerasan, menjatuhkan
martabat, adat
dan tradisi bangsa
pribumi di depan mata.
Memang celaka, kalau
satu bangsa membiarkan
martabat dirinya
terinjak, memusnahkan
masa depan sebuah bangsa
bermaruah dan
berakal budi, penuh
dengan adat-adat sopan
santun. Di malam
terakhir itu, aku dapat
merasakan diammu. Malam
penuh doa-doa
darimu dan panglimamu,
Paduka Mat Salleh.
Sampai akhir, jiwamu tak
pernah dikalahkan,
dan kau tak berganjak
atau mundur ke belakang.
Tiap langkah kau
perhitungkan. Sekiranya
nanti kemenangan di
pihakmu, itu adalah hadiah
dari langit. Tetapi
sekiranya kau tumpas, perjuangan
tak akan berhenti di
sini. Perjuangan bangsa akan
terus sehingga negara
berdaulat ini merdeka
dan bebas dari penjajah
bangsa. Oleh itu langkahmu
telah kau perhitungkan.
Tiada bangsa yang menyerah
tanpa perlawanan sampai
ke akhirnya. Aku mengenangmu
dalam doa pada Tuhan
Rabiul Alamen. Malam terakhir,
langit diam sampai ke
fajar. Sejarah akan tercipta
pada esok. Pertempuran
bangsa pribumi melawan
penjajah bangsa. Aku
melihatmu, Paduka Mat Salleh,
bagaimana, suasana di
kubumu. Bagaimana kalian
menjalani malam-malam
terakhir kalian di kubumu.
Doa yang dipanjatkan
pada kali terakhir. Lalu siang
pun tiba, sunyi dan
senyap di kubumu. Lalu suaramu,
Paduka bagai halilintar
membelah langit, kau berseru
"Hidup, hidup,
hidup Wahai bangsa berdaulat. Bangsa
Pribumi dan bangsa
Melayu." Aku melihat pada langit
biru terhimpunnya
huruf-huruf menjadi kalimat, tajam
seperti tombak, turun
dalam ribuan panah api, ke arah
penjajah bangsa.
Pertempuran pun berlaku. Para panglima
menerpa ke depan tanpa
takut, melumpuhkan kemaraan
musuh, dan merabunkan
mata mereka. Satu demi satu
mereka gugur. Aku merasa
Paduka, kocak darahmu
mengalir dalam tubuh
ini. Aku mengenangmu,
pertempuran siang
terakhir. Hari ini 50 tahun, negeriku,
Sabah dalam Malaysia,
rahmat dan kurnia Allah.
Hidup bangsaku yang
berdaulat. Bernyanyilah puisiku
dari sukma yang mengalir
dari kalimat tulus dan
kata-katanya terungkap
dari kejujuran mimpi
anak bangsa dalam
mengenangmu, Paduka Mat Salleh.
Dari masa silam penjajah
selalu menjadi kita umpan
dalam dasar "pecah
dan pimpin." Ketika bangsa
pribumi didiamkan, kau
berdiri. Ketika kau telah
dicurigai, mereka
memanggilmu berunding dan
berjanji manis. Ketika
kau berhenti berunding
mereka memanggilmu, pemberontak
harus dihapuskan.
Malam, 50 tahun, kami
telah menjadi bangsa,
negara berdaulat, kami
kenangkanmu sebagai anak
bangsa yang pernah
bangkit dan menentang
ketidak-adilan,
pemerasan, kemiskinan dan
kemalaratan anak bangsa
pribumi di tanah airmu.
Malam ini, Aku melihat
kebenaran dan kenyataan
sejarah. Sejarah
tercipta, dalam semangat bangsa,
ke arah kesatuan yang
satu, persaudaraan dari
pengorbanan anak bangsa
sebelum hingga hari ini.
Aku mengenangkanmu,
pengorbananmu,
Paduka Mat Salleh,
pengorbanan yang tak akan
dilupakan. Pengorbanan
anak watan, anak pribumi
menentang penjajah
bangsa. Malam ini,
Kami mengenangkanmu,
Paduka Mat Salleh,
dan para panglimamu.
Namamu hadir dalam
impian dan mimpi, mimpi
anak bangsa
pribumi bukan hanya di
malam 50 tahun ini,
malam ini tapi, dalam
ribuan tahun mendatang.
Honiara
2 September 2012
*Tersiar Di Utusan
Borneo 21 Oktober 2012
*Puisi ini dalam
antologi bersama, Sabahuddin Senin dan Awang Karim Kadir, dalam antologi
"Suara Penyair", terbitan Pro Saba-F, 2012
76. Perjuangan Dan Sumpah Merdeka
Kita
berjuang demi kelanjutan hidup terus
tiap bangsa telah
merdeka dari malam panjang
kita tak ingin
ketinggalan pulang ke masa silam
yang lalu sebagai
ingatan dan ujian satu bangsa.
Lihatlah pada langit
yang memperingatkan
tiap gerak di rimba raya
telah memberi isyarat
dan bumi kau berpijak
ini resah dan gundah
semangat perjuangan
kembali pada tujuan.
Harapan dan mimpi tak
akan pernah tercabut
perjuangan ini adalah
rahsia bumi dan tiap gerak
peringatan pada sumpah
yang terucap dan
dinding sukmamu musuh
tak bisa menyentuhnya.
Malam ini kita
mengucapkan ikrar dan sumpah setia
bintang-bintang di
langit saksi dan tanah leluhur ini
sumpah merdeka dan
perjuangan akal budi dan
ketaatan dalam satu
rumpun bangsa Malaysia jaya.
*77.
Deklamator Puisi Merdeka
Namamu telah terpanggil naik ke pentas
dengan dastar segak
penampilan tradisi
malam khatulstiwa
berkumpul para deklamator
bintang-bintang
terkumpul bulan membawa pesan.
Kaulafazkan puisimu gaya seorang pendekar
kata-kata berhamburan
seperti anak-anak panah
terlepas pada sasaran
Tangan deklamator
terangkat mengayakan kalimat
penekanannya segaja dibesarkan
darah bergemuruh dan
sukmanya tercabar
ayat-ayat retorika
berdentum.
Kegilaan makin merontah
malam berkeringat tak
puas
puisi merdeka menambat
semangat hidup
penonton masih bertepuk.
Nilai
2017
78. Lepa-lepa
Di Laut Merdeka
Lepa-lepaku telah berhias dan berwarna-warni
sukma jurangan membaca
laut langit senyum
seperti hamparan sutera
air ombak di tepian
anak kapal menurunkan
sauh melambai daratan.
Di pelabuhan malam bunga
api di pusar langit
pidatomu di titian zaman
saat komet meletus
perjuanganmu tak akan
berhenti di persimpangan
setelah ini kabus
terangkat kebenaran tersingkap.
Sudah bertahun Juragan
mengharung laut
permainan gelombang tak
pernah redah
badai angin bergelut
dengan sukmamu
tapi, kau tak akan
pernah dikalahkan.
Di laut Merdeka
lepa-lepaku berlenggang
dan belayar terus menuju
purnama penuh
malam berdaulat ini kita
akan melafazkan
sebuah kata besar pada
sebuah bangsa Merdeka.
79. Mengenang
Kalian Di Malam Merdeka
Saudaraku, aku masih di dalam kamar ini
cuba menulis
bait-stanza puisi terakhir
panas malam menitiskan
keringat di tubuh
gema suaraku terpendam
dalam sukma.
Aku sebenarnya manja
dengan kata-kata
membiarkan mereka
terbang bebas
samasekali aku tak akan
membatasi gerak
di ruang langitku yang
terbatas ini.
Mereka seperti kucing
yang lincah
adakalanya cakarnya
dan gigitan manja
melukai sedikit di kulit
tangan ini
walaupun ia sebenarnya
tak ingin berlaku zalim.
Sudah lama aku tak
mendengarmu,
malam merangkak di atas
tubuh kerdil ini
dan membaling
butir-butir bintang
aku merasa seperti
ditelan purnama.
80. Gusar Tanah
Pertembungan air sungai yang mengalir ke kuala
air laut telah memasuki
sempadan jauh ke dalam
hanya waktu penentuan
esok masih belum difikirkan
gusar tanah di tebing
belum pulih dari semalam.
Kita belum melaksanakan
apa yang telah dibicarakan
di lubuk sukma kau lihat
langit mendung terseret
di sini keramaian
orang-orang beradab dan sopan
malam itu memperingatkan
letusan-letusan bunga api.
Memandangmu seperti alam
bergerak perlahan
tanpa sentuhan kau tetap
rimba raya di tanah leluhur
langkahmu terus ke depan
dan aku hanya melihat
sepatah katapun tak
terucap dan merelakanmu.
Bagaimana aku ucapkan
tahniah kerana perutusan
datang dari seluruh
pelosok bumi dengan bungkusan
bersama nota dan
tulisan-tulisan berbalut tinta emas
pidato-pidato merangsang
dan bersemangat di podium.
Semua itu seperti kau
bicara pada dunia tentang langit
tetap indah sekalipun
terlalu jauh untuk disentuh
siang itu perayaan
dimulai pentas pun berdandan
stanza dan bait-bait
kata melunsur tanpa noktah!
81. Hari Kebangsaan
Usiamu dan usia
kemerdekaan hampir sebaya
jatuh bangun hidup
dirimu sendiri menjadi saksi
musim silih-berganti
kita menanggung bersama
kita tak pernah putus
asa atau mengeluh.
Kita telah keluar dari
gua melihat matari penuh
meninggalkan rimba tolol
dan tahyul ke siang hari
kemenangan ini hadiah
samawi yang dilindungi
dan tidurmu dihinggap
burung mimpi
Matari gemilang
memberikan padamu kekuatan
ketika kau dilanda gempa
gunungmu tetap anggun
gelombang lautmu yang
menerjang tebing dataran
masih bertahan dari
erosi keruntuhan dan
Kalau mereka datang
dengan fikiran lingkaran syaitan
menebang pohon-pohon
kebanggaan dan harga diri
melenyapkan kerukunan
sebuah rimba raya
mencipta malam panjang
merampok kesatuan bangsa.
Langit jerebu telah
memasuki halaman rumahmu
langit malam telah
memberikan inspirasi padamu
gempa di kalbumu turun
berulang-kali mengingatkan
Hari Kebangsaan dalam
minda dan sukmamu abadi.
82. Kutulis Surat Ini
Kutulis surat ini supaya
kau melihat langit sukmaku.
Lihatlah! Pintu jendela
dan dindingnya terbuka luas
usah kau menaruh curiga
lalu menconteng langit kelabu
masa silam di dinding
gelas yang retak seribu. Aku tak
mengenalmu apa lagi
leluhur. Kita memang saling tak
kenal.
Ketika aku berdiri di
puncak nabalu, melihat
pulau-pulau mutiara,
telukmu tenang. Aku bermimpi
di Pulau Banggi, bangun
di Lahad Datu dan Semporna.
Labuk Sugut Kinabatangan
adalah urat dan gempalan
otot yang menjalar ke
seluruh tubuh ini. Ruhku adalah
Hutan Jati. Dan tulang
belakang ini adalah banjaran
Crocker dari timur ke
barat, menongkat langit dan
kehidupanmu.
Segaja aku menulis
dengan bahasa mudah supaya
kau mengerti. Dan
mengenal yang hak dan bukan.
Katamu selain rembulan
ada lagi yang lebih indah
dan terang ketika
sebutir komet hangus.
Mengapa harus ada perbedaan
kalau kita membaca
pohon sejarah yang sama.
Sayang, aku tak menghafal
namamu. Di sini aku
dilahirkan dan mengenal bau
udara pribumimu. Aku tak
pernah sesat di hutan
sendiri walau aku jalan
sendiri berhari-hari. Kalau
kau, tentu kau hilang
tanpa jejak dan bayangan.
Kota Kinabalu
5 March 2013
*83. Merdeka Di Bumimu
(Kemerdekaan) (NST)
Kau dewasa di bumi
leluhurmu
kemerdekaan bangsamu tak
jauh dari tahun kelahiranmu
sayapmu telah tumbuh dan
otot-ototnya telah kuat
mengharungi langit dan
bumi merdeka.
Ketika kau menjerit
merdeka dirimu telah melangkah jauh
meninggalkan rimba
tahyul dan ketololan
kau bisa belayar dan
menghadang lautan samudera
melawan ribut dan
mengemudi kapalmu sampai ke pelabuhan.
Bila malam tiba kau
tidur dan bisa bermimpi
tentang galaksi dan
orbit baru dan kemahuanmu tanpa sempadan
mata sukmamu membaca isi
bumimu dan angkasa raya
kalammu tak berhenti
menulis dan menafsir kebesaran-Mu.
Kemerdekaan mendorongmu
ke depan meninggalkan kegelapan
kau tak berhenti merapatkan
kesatuan dan kemakmuran bangsa
memacu kudamu sampai ke
garis penghabisan
merdeka bermakna
membebaskan dirimu dari kemiskinan.
*Tersiar Di NST 6
September 2015
*84.
Kemerdekaan Ini Persaudaraan Kukuh (Kemerdekaan) (DE)
Kita tak sedar waktu telah mengalir turun ke
lembah
yang kita tinggalkan di
belakang menjadi halaman sejarah
dan mereka
menafsirkan sendiri peristiwa-peristiwa itu
lahirlah rembulan dan
bintang-bintang bertahta.
Kau tak akan pernah
menyerahkan kemerdekaan ini
di tangan-tangan petualang
malam derhaka dan durjana
kemerdekaan ini adalah
amanat dan warisan turun-temurun
bukan kepunyaan satu
suku dan kaum tapi rakyat Malaysia.
Mengapa menaruh curiga
pada kata dan tindakan
kesepakatan telah tumbuh
dan berakar tunjang di bumimu
kita tak akan membiarkan
laut dan pulaumu diceroboh
langit dan bumimu adalah
lambang ketahanan bangsa.
Kemerdekaan ini
rangkulan kasih dan persaudaraan kukuh
hak kita akan
terpelihara dan tiada yang merasa dibawahkan
kita bergerak dalam satu
kembara sama cita dan rasa
Kemerdekaan ini tak akan
menjauhkan dan memisahkan kita.
Tersiar Di Daily Express
6 September 2015
*85. Melangkah Dengan Sukma Merdeka
(Kemerdekaan) (DE)
Kalau ada
yang ingin menyembur jerebu di langit merdeka
kau tak akan duduk diam
dan melihat tanpa memperingatkannya
ada yang ingin membina
tembuk-tembuk besar dan tinggi
supaya kita senantiasa
terpisah dan curiga antara satu sama lain.
Mari kita melangkah dan
bahu-membahu dalam kembara merdeka
sesiapapun tak
diketepikan menjelang hari kemerdekaan ini
Mengapa ada ingin
menggelapkan matamu supaya tak dapat melihat
jauh di sudut hati ada
tersembunyi bara api ingin menyala.
Di bumi merdeka kita
bergelut cahaya ini tak akan dapat ditampan
kita melangkah dengan
sukma merdeka penuh ghairah
amanat pengorbanan ini
akan terus menjadi lambang perjuangan
Rimba Raya di tanah
Peribumi dan lautan kepulauanmu selamat.
Kemerdekaan ini
memperingatkan setengah abad telah berlalu
perjuanganmu masa lalu
tak akan dilupakan dalam doa-doa
ketokohan dan jiwa bangsamu
dikenang di malam kemerdekaan ini
kita tak akan berhenti
di sini dan hanya melihatmu kehilangan arah.
*Tersiar Di Harian
Ekspress 30 Ogos 2015
*86. Kesatuan
Bangsa Merdeka (Kemerdekaan) (UB)
Kau tak ingin melihat gelombang melanda tanah
peribumi
meratakan tanah dan air
lumpur sampai ke dalam mimpimu
suara rimba raya bergema
jauh ke dalam lembah gunung
di langitmu
burung-burung mengembangkan kepaknya.
Kesatuan bangsa bukan
suatu khayalan atau pidato retorika
benih yang tumbuh dari
tanah gembur di bumi peribumi
akar tunjangnya menjalar
dalam dan mencengkam kuat
tak akan mudah
terbongkar dan tercabut untuk ribuan tahun.
Kemerdekaan ini hadiah
dari samawi pada anak bangsa
airnya akan terus
memenuhi perigi kemerdekaanmu
pada tamu yang
meminumnya senantiasa jernih dan manis
sekali teguk terus
meminumnya sampai dahagamu hilang.
Jangan sedikit pun titik
keraguan di dalam kalbumu
kesatuan bangsa adalah
nadi yang menggerakkanmu ke depan
kita tak boleh berhenti
hanya melihat purnama dari jauh
malam ini kau meraihi
kemerdekaan dan mengecap nikmatnya.
*Tersiar Di Utusan
Borneo 6 September 2015
*87. Merdeka
Jiwa Merdeka (UB)
Dalam Jiwa Merdeka ada ingatan kau pada rimba
raya
gemuruh lautmu dari
cemar dan petualang samudera
kerana terlalai hilang
dalam tanganmu di depan matamu
ketika tersentak sedar
ia telah pupus di tanah peribumi.
Kemerdekaan ini adalah
rahmat turun-temurun
langit saksi, di
tanganmu amanat telah diserahkan
kau tak akan sendiri
ketika kau diterjah dan didorong
lalu mereka pula menumpahkan
dawat ke langitmu.
Ketika kau telah melihat
rimba rayamu musnah hanggus
kau tak akan melihat
saja tanpa datang sebagai pelindung
ketika kau melihat
hidupan liarmu didera dan dizalimi
lakukanlah kebijaksanaan
menyedarkan warga peribumi.
Jiwa Merdeka padamu
pelindungan tiap sukma
kemenangan ke atas
kebohongan yang merugikan
perjuangan membuka
pintu-pintu kebenaran yang nyata
memberikan harapan pada
tanah peribumi dan warganya.
*Tersiar oleh Utusan
Borneo 6 September 2015
*88. Menyambut Kemerdekaan
Bangsa (UB)
Kaukumpulkan selangit
kata-kata menjadi doa kemerdekaan
bukan hanya rimbunan
kata-kata yang kosong dan berupa-rupa
ia lahir dari kalbu yang
sedar dan damai mengalir jernih
kumandangkan rasa
syukurmu di menara putih yang tinggi.
Gema suara kemerdekaan
biarkan sampai ke samawi
lalu mengetuk pintu-Mu
memohon rahmat dan kurnia
jayalah Malaysia,
sepanjang zaman negara makmur
tanah peribumi
melahirkan pemimpin bangsa yang amanah.
Makmurlah. Malaysia,
lembah gunungmu yang permai
rimba raya dan lautmu
inspirasi sezaman kedaulatan bangsa
kasih-sayangmu pada
gunung dan sungai mengalir
pemuliharaan alam
sekitar, kehidupan habitat dan hidupan liar.
Kemerdekaan membawa
udara segar dan kedamaian nusa
minda dan sukmamu
diperkayakan dengan firasat berfikir
di bawah matari siang
kita bekerja dengan tangan sendiri
malam tenang doa-doamu
kau lafazkan bersih dari angkuh.
Makmurlah Malaysia,
cinta dan jiwa kemerdekaan telah sebati
kau tak akan berhenti
dan merasa puas malah melangkah terus
kemerdekaan ini adalah
hak bangsa dan lambang kebebasan
semangat kebersamaan,
berjiwa besar sebagai bangsa merdeka.
Disiarkan oleh Utusan
Borneo 6 September 2015
89. Orang Kecil, Jangan Mati Kedua Kali
Kita telah biasa
mendengar berita yang baik
seperti suatu masa dulu
ketika menerima telegram
selalu mengharapkan yang
terbaik
atau berita-berita
celaka dalam kalimat padat.
sekarang aku tak
melihatmu
tapi kau masih
mengharapkan yang terbaik.
ketika aku meulis
syair-syair tentang kepincangan
tentang kerakusan kau
pun membuang muka
kalian hanya sibuk
melayani sukmamu
yang kehausan cinta dan
mengejar fatamorgana
membisik kata-kata
plastik lalu dikaburkan
jadi patah-patah kata
yang ditolak-tolak,
suara-suara yang
terpaksa dan syair-syair
yang meluluh dengan
kata-kata yang kosong
dan keliru.
Aku datang kepadamu
bukan sebagai penonton
aku di dalam kehidupan
itu sendiri. Kesakitanmu
adalah kesakitan kami
semua. Kemiskinan dan
kelaparanmu bukan
perkara yang boleh ditolak-ansur.
Kepada mereka yang
bersibuk-sibuk dan bermega-mega
berlagak sebagai
jurucakap dan wakil. Hentikan
lagakmu dan jangan
berpura-pura, kami membacamu
setiap langkah dan
gerakmu. Ayuh, jangan mati
dua kali di dalam hidup
ini. ambil hakmu,
bicara lantang.
ketidak-adilan dan korupsi akal dan
budaya hidup harus
dihentikan.
Pedih mataku melihatmu,
anak-anak pribumi
memugut dan mengali
sampah untuk kelangsungan hidup.
Di mana salahnya,
melihatmu jadi setinggan di bumimu
sendiri. Kemajuan bukan
untuk golongan yang diseleksi
bukan mereka yang pandai
memakai topeng.Kemajuan
untuk semua. Kemajuan
anak bangsa.
Ayuh, kita basmikan
kemiskinan, sudah kita miskin
harta lalu kita miskin
berfikir. Anak bangsa, tidak akan
kemiskinan dipaksakan
kepadamu. Kalau seorang tak bisa
melayahkan kemiskinan ke
mentari biarkan kita bergerak
satu semboyan. Jangan
sampai kemiskinan berakar
dalam diri bangsa ini.
Dan akhirnya kita sekali lagi
kalah dalam hidup. Wahai
saudaraku, orang kecil suaranya
banyak, biarkan suaramu
bagaikan halilintar tapi tak
mencederakan oarng lain.
Bangkit, secara aman. Jangan
kau sentuh yang bukan
milikmu. Kita bergerak di jalan
yang lurus dan
sederhana. Kemiskinan tak bisa terjawab
dengan kekerasan.
Kemiskinan harus ditantang dengan
perjuangan terus
menerus. Kemiskinan adalah penyakit.
Mari, kita cabut sampai
ke akar tunjang penyakitmu.
Hidup orang kecil,
jangan mati untuk kedua kali.
Kota Kinabalu
19 Januari 2013
90. Satu Amanat Kepadamu
Bangun, bangun bangsa
yang beradab
tidakkah kau dengar dan
lihat ada berita trajedi
menimpa di hutan Rimba
Jati. Mengapa kau
masih berdondang sayang,
hidup dalam mimpi
kasmara. Ayuh! keluar
dari kamarmu, rembulan
telah beredar, malammu
telah memanjang
sedang kau masih
menangisi masa silammu.
Kau, anak segala bangsa,
asal-muasalmu
di bumi ini, tidak
tergerak sedikit dalam sukmamu,
sekurangnya angkat
protes menentang kebiadapan
dan kejahatan yang
terkutuk. Bumi ini peninggalan
buatmu, kau harus siap
melindungi peninggalan
yang masih sedikit ini.
Ayuh! kumpulkan suaramu
jadi satu. Semaikan
benih kasih-sayang pada anak
segala bangsa.
Bukankah kau dikenal
berbudi pekerti tinggi, bahasamu
bermartabat dan
lemah-lembut pembawaanmu. Tapi
ketika terjolok dan
tercabar hak dan kepunyaanmu,
kau tak akan membiarkan
kejahatan menguasai
sukmamu. Di sini
kepahlawananmu teruji, keadilan
dan hak. Bila Rimba jati
ditebang dan dibakar hangus,
hewan diracun dan aniya,
flora fauna dibongkar, lautmu
dicemar dan alammu jadi
jerebu, kau tak bisa diam
dan tak berkata-kata.
Membiarkan kejahatan meluas.
Hari ini berita kematian
10 gajah pigmi diracun
lalu esok apa pula helah
pembunuhan badak Sabah,
orang utan, Kera hidung
merah. Kau harus kembali
dari dunia
angan-anganmu, melihat realiti di depan
matamu. Ayuh! khabarkan
kepada anak bangsa
supaya jangan terlambat.
Tak ada ampun dan
keringanan peraturan dan
undang-undang kepada
penjahat dan pengkhianat
bangsa.
Ini adalah peringatan
pada jenerasi penerus
sayangkan Rimba jati dan
kasih pada bumimu
supaya kau tak dipersalahkan
di masa akan datang.
Kalau Rimba Jati, hewan
dan kesuburan bumimu
untuk kesekian jutaan
tahun maka kemanusiaan
pun bertahan dalam
jutaan tahun. Sekiranya
kau kalah melindungi
semua ini, kau menyesal
selama hidup dan jutaan
tahun mendatang.
Ayuh, bangun bangsa
beradab!
Kota Kinabalu
30 Januari 2013
91. Kesatuan
Bangsa
Masa depan Negara bangsa, kesatuan Bangsa
Tidak ada langkah yang keliru dan menjahamkan
Hidup rukun berjiran dan memelihara persaudaraan
Berangkat dari kesedaran kasih sayang pada semua.
Keindahan bangsa ini hidup dalam imaginasi
Anak-anak bangsa meraih kemerdekaan berfikir
Mencelah kepalsuan dan kebohongan
Berbudi perketi dan kelembutan hidup.
Sumber kebaikanmu tak akan pernah habis
Kerana samawi telah menurunkan kekuatan
Jiwa ikhlas diwarnai dengan kekayaan rohani
Kedamaian dalam rumah dan halamanmu.
Kesatuan bangsa bukan mimpi yang tak tercapai
Kerana tiap bangsa berperan dan ikut dalam arus
Pembangunan dan kemajuan dalam negara bangsa.
92. Makna
Kemerdekaan
Makna kemerdekaan bukan lafaz di bibir saja
Sedang
jiwanya kosong dan penuh dengan hasad
Masing-masing menaruh curiga dan nafsu serakah
Kelancangan suaramu biar bertempat dan benar
Tuhan melihatmu tiap gerak dan langkah dirimu
Perarakan yang di dalam tersembunyi api
Kekacauan yang merugikan semangat negara bangsa.
Tokoh-tokoh bangsa telah memperjuangkan
kemerdekaan
Dengan jiwa dan darah di sepanjang abad di zaman
penjajah
Semangat bangsa hidup dalam nafas dan denyut
jantung
Dan doa-doa yang diucapkan dengan kerendahan dan
kelembutan.
Hari ini kita memaknakan kemerdekaan supaya
semangat
Terus hidup sampai kiamat dan anak-anak bangsa
bangga
Buah perjuangan semalam dinikmati dengan
kesyukuran
Kita akan terus bekerja keras memelihara
kemerdekaan ini.
93. Perjuangan Belum Selesai
Kita tak akan mendabik
dada dan mengatakan tugas ini
Telah selesai lalu tak
berbuat apa-apa selain membuat complain
Bangsa yang bermimpi dan
pintar berkata-kata
Tapi tak tau
menyempurnakan sebuah mimpi dan harapan.
Jadilah bangsa yang
bersaing di dunia antarabangsa
Tak pernah lelah dan
puas pencapaian sedikit lalu berhenti
Kita harus meninggal
rimba ketololan dan tahyul
Tak ada kompromi kerana
itu menghambat negara bangsa.
Setiap langkah kau
merenung diri apa yang perlu diperbaiki
Jangan merasa bosan dan
putus asa di lapanganmu
Samawi telah member
jawaban tiap pertanyaan
Kembangkan layarmu dan
jadilah nahkoda berhikmah.
Perjuangan ini belum
selesai ketika kau membina kekuatanmu
Musuh-musuhmu pun
berselindung dalam kegelapan malam
Bersengkokol
menggagalkan perancangan dan strategimu
Demi kesedaran ini kau
akan menghadapinya dengan bijaksana.
*94. Membangun Bangsa
Membangun
bangsamu dengan kekayaan rohani
Jiwa
tumbuh dalam cahaya kasih sayang-Nya
melangkah
dengan istiqamah dan tawakal
Janji-janji
samawi pasti sempurna.
Kekuasaan
samawi turun dalam cahaya gemilang
Rahmat
mengalir di tanah peribumi
membangun
bangsa
dalam
jiwa tawajuh dan sabar.
Siang
malam kau
menyempurnakan
kebenaran
kemenangan
bangsa
anugerah
samawi
kegemilangan
sepanjang zaman.
Dalam
era kemerdekaan
Jiwamu
padu dan kukuh, langkahmu berani
Impianmu
berkelana ke galaksi dan orbit baru
Kemenangan
ini adalah penyempurnaan
hak-hak
Tuhan dan insan.
Kota
Kinabalu
2017
*diterbitkan
di Daily Ekspress 20 Ogos 2017
*95. Hari Malaysia
Kau datang disambut dalam
doa
Jayalah Malaysia, rahmat
turun-temurun
warnamu mendamaikan mata
memandang
ketenangan bangsamu yang
matang
langit khatulistiwa
menurunkan hujan
anugerah Tuhan Rahman
di dada lautmu pernah
laksamana sohor belayar
dan berkisah
kebesaranmu.
Jayalah Malaysia,
kau adalah anugerah
samawi
memikat dan menawan kalbu
senjatamu adalah doa dan
ikhtibar
kesatuan bangsa hidup
pada bulan khalis
di langit zaman.
Jayalah Malaysia
seperti melihat malam
penuh bintang gemerlapan
kemilau cahaya
tujuh petala langit dan
tujuh petala bumi
kekuatan bangsamu ini
adalah kebanggaan
bangsamu
sumber inspirasi hidup
ribuan tahun
lafaz ikrar pelindung Kesatuan Ummah.
Jayalah Malaysia, Jayalah Malaysia.
Kota Kinabalu
2017
*Dikirimkan untuk siaran
UB, 19 Ogos 2017
*96. Langkah Kemenangan
Kemenangan tak ada jalan pendek
perlu kesedaran dan
khidmat diri
melindungi kemurnian
bahasa bangsa
Pembendaharaan dan akar
kata seluas langit.
Bahasamu, berkembang
dalam firasat
kekayaan imaginasi subur akar kata
dari bumi leluhur
berkembang
bahasa kreatif dan
progresif.
Jika kesedaran itu
berpijak di landasan tradisi dan budaya
beradab tinggi inspirasi
sepanjang zaman
tak pernah pula kendur
berjuang.
Kemenangan setelah kau lihat
dan
saksikan sendiri tamadun
bangsa
di persada dunia
sejagat alam maya
bahasa ilmu dan kreatif .
Kuala Lumpur
2017
*Dikirimkan untuk siaran
UB, 19 Ogos 2017
*97. Bangsa Merdeka
Bangsa merdeka memiliki matahari
Warna dan prinsip pada
jati diri
hidup dan berkembang
sampai pada pintu akhir
zaman .
Dalam kedamaian ada
purnama
Kasih sayang langit baru
Hidup berbangsa
Persaudaraan sejagat dan
munasabah diri.
Kau tak rela jerebu
menyesak lafazmu
Tenggelam dalam gelora
badai
Malam gerhana telah
berakhir
Derhaka adalah kezaliman
tak bertahan.
Perjuangan ini hidup
sepanjang zaman
Pada bumi leluhur ini
Kegemilangan kesatuan
ummah wahidah
Kesedaran langit hidup
berbangsa.
Nilai
2017
*Dikirimkan untuk siaran
UB, 19 Ogos 2017
98. Merdeka
Merdeka, merdeka
Negaraku merdeka
Gema merdeka
Dari jiwa merdeka.
Merdeka, merdeka
Salam merdeka
Kotaku merdeka
Kami pun merdeka.
Merdeka, merdeka
Bicara merdeka
Bangsa merdeka
Kemenangan kita bersama.
Merdeka, merdeka
Merdeka dari khianat
Merdeka dari dendam kesumat
Harmoni, hidup harmoni.
Merdeka, merdeka
Ke mana kau menoleh
Merdeka pada kata
Merdeka pada tindakan.
Merdeka, merdeka
Damai pada jiwa
Kasih merata
Merdeka bangsaku, Malaysia.
Kota Kinabalu
Ogos 2018
98. Salam Kemerdekaan
Gema kemerdekaan di ambang pintu
Benderaku Malaysia Raya berkibar
Gemilang negara bangsa merdeka
Hidup, hidup bumi merdeka.
Inilah hari kemenangan sejarah
Dapatkah kau rasa saudaraku
Doa-doa dan perjuangan lebih sekurun
Ini kejayaan Negara bangsa.
Di bawah langit terbuka dan dataran hijau
Pacu, pacu kuda semberani
Jaya, jaya, Negara berdaulat
Toleransi pemacu Negara bangsa.
Jiwaku berkumandang tujuh petala langit
Suaraku menggembara empat penjuru bumi
Demi waktu, ketika kau ucapkan takbir
Sayang Malaysia, negaraku tercinta.
Kota Marudu
Ogos 2018
99.
Pidato kemerdekaan
Kau bertanya tentang makna kemerdekaan
Aku menjawab kemerdekaan hakiki itu
Membebaskanmu dari panah-panah derhaka
dari segala penjuru tujuan membunuh.
Kau bertanya tentang makna kemerdekaan
Aku menjawab kemerdekaan hakiki itu
Kedamaian dan kesejasteraan bangsa
bertunjang pada bumi Tuhan Rahman.
Kau bertanya tentang makna kemerdekaan
Aku menjawab kemerdekaan hakiki itu
Jaya Negara bangsa warisan turun-temurun
Tahan diuji zaman padu seperti gunung.
Kau bertanya tentang makna kemerdekaan
Aku menjawab kemerdekaan hakiki
Kasih-sayang adalah senjata ummah
Dendam kesumat adalah api durjana.
Kau bertanya tentang makna kemerdekaan
Aku menjawab kemerdekaan hakiki
Ketika lapar dan kemalaratan bangsa
Kau berada di situ tangan pelindung.
Kau bertanya tenang makna kemerdekaan
Aku menjawab kemerdekaan hakiki
Seperti alam raya dengan hawa khatulistewa
Tak disentuh oleh tangan-tangan serakah.
Kau bertanya tentang makna kemerdekaan
Aku menjawab kemerdekaan hakiki
Amanat yang kau diamanahkan
Saksi dan kebenaran sejarah bangsa.
Ya Rabbi, biarlah kemerdekaan ini
Perjuangan bangsa sepanjang zaman
Khazanah warisan bangsa terlindung
Tiap tindakanm adalah kurnia-Nya.
Kota Marudu
30 Ogos 2018
100. Firasat Kemerdekaan
Langkahmu biar berani
kata-katamu amanat
Citrasamu langit terbuka
azammu bahasa indah dan hidup.
Lidahku yang berkata-kata
Biar bersih dari noda-noda
Dirimu adalah sungai mengalir
Di tanah kasih dari jiwa merdeka.
Ya Rabbi, ini bukan tangan yang derhaka
Ia telah merdeka dari belenggu kezaliman
Di sini, cahaya damai di menara tinggi
Makmur, makmur negara bangsa.
Di dinding kalbu bumi leluhur
Kemerdekaan ini adalah amanat bangsa
Firasatmu bagai air terjun di bumi merdeka.
Seribu tahun tak akan hilang jiwa terbilang.
Kota Marudu
30 Ogos 2018
101. Gema Kemerdekaan
Gema merdeka hidup sepanjang zaman
Inilah hari kemenangan bangsa gemilang
Tindakan dan kata bersatu menjadi harapan
Dan bulan purnama mimpi sempurna.
Melajulah bathera di lautan kasih
salam persaudaraan bangsa merdeka
Inilah hari kemenangan bangsa gemilang
Doa-doa terhimpun kurnia turun.
Damailah bumiku tercinta
Harummu kembang bunga di tanam
khazanah turun-temurun
jati rimbamu, jati bangsamu merdeka.
Kemerdekaan ini nadi yang berdenyut
Mega gunungmu yang bertahan
Inilah hari kemenangan bangsa gemilang
Sayang bumi, lindung-lindungi.
Ya Rabbi, berikan kami kekuatan samawi
Inilah hari kemenagnan bangsa gemilang
Memandang siang derap kuda semberani
Memandang malam tanpa curiga dan durjana.
Kota Kinabalu
Ogos 2018
*Puisi ini dibacakan oleh YB Azhar Matusin, Malam
Puisi Di Ambang Kemerdekaan,
Hotel Shangrilla, 30 Ogos 2018, dianjurkan oleh
Pekesan, Ahmadiyya Muslim, Persatuan
Tallesaemia Sabah, Persatuan Penderma Darah
Sabah.
*102. Bahasa Merdeka
Bahasa merdeka adalah
bahasa matahari
langit sumber inspirasi
turun-temurun
bagai hujan kurnia samawi
mengalir di perseda
bangsa.
Bahasa Malaysia, hidup
dan kaya
kata-katanya terus berkembang
di bumi leluhur, menyingkap
tabir
kemuliaan Melayu jaya
kebanggaan bangsa.
Bahasa indah kaya nilai budaya
kelembutan menawan kalbu
kebenaran yang bukan
rahsia
beradab dan jiwa tawajuh.
Bahasa kaya diucapkan
akar kata menjangkau
cakerawala
doa-doa mengalir dalam
bahasa ibunda
rahmat sampai akhir zaman.
Kota Kinabalu
2017
*Dikirimkan untuk siaran
UB, 19 Ogos 2017
103. Damailah Malaysia Raya
Damailah Malaysia raya
rahmat turun di negara tercinta
kasih semua dalam kalbumu
hidup harmoni sepanjang zaman.
Indah permai bangsa makmur
jiwa merdeka turun-temurun
semangat juang nikmat berkurun
pengorbanan tunjang kejayaan bangsa.
Bahasamu kaya dan menawan
pandangan mata firasat melahirkan ilham
budayamu dari bangsa yang besar
cinta Tuhan dan kasih Rasul.
Rukun hidup berjiran tetangga
tiap tindakan dan pengucapan kata
tak akan melukakan hati saudaramu
kesedaran disemai jenarasi mendatang.
Ya Rabbi, lindungilah kami ketika teruji
pelihara kami dari musuh durjana
api sengketa dan pepecahan sendiri
biar damai dan kasih sayang jadi pegangan.
Majulah, Malaysia raya
kurnia-Nya turun bagai hujan musim semi
di tanah air tercinta, dan bangsa merdeka
lahan subur lahirnya tokoh dan pemimpin gemilang.
Gemilang, Malaysia raya
kesatuan ke arah kekuatan bangsa merdeka
tiap bangsa di dalamnya mata rantai yang kukuh
saling menguat antara satu sama lain.
Hidup, Malaysia raya
lambang kegemilangan kejayaan bangsa
langkahmu berani bukan dari rasa takabur
tapi atas landasan kebenaran yang hakiki.
Kota Marudu
9 Ogos 2018
104.
Sayang Malaysiaku
Ya Rabbi, sayang, Malaysiaku
negara damai membawa harapan
pada langitmu tiap mata memandang
tertawan pada biru langitmu
cahaya kasih terpancar tiap wajahmu
bagai air dari gunung mengalir
manis menyejukkan kalbu.
Ya Rabbi, di bumimu, ikatan kasih hidup
saling terima, menjauhkan dendam
tiap kata dilafaz lahir dari cinta damai
tanpa sempadan ia benih masa depan
akarnya menjunam pada tanah leluhur
jadi pohon rimbun yang berbuah manis.
Laillah ha Illallah, Muhammad Rasulullah
Ya Rabbi, Tiap kebaikan akan menjadi khazanah
tiap kesatuan akan menjadi kekuatan
derhaka itu api yang merosak
memusnahkan cinta dan kasih sayang
kemerdekaan ini bukan dari tipu muslihat gelojoh
tapi, pengorbanan dan perjuangan yang gigih.
Ya Rabbi,
Sayang, Malaysiaku
burung-burung hayat
tak akan pernah diam dalam lingkungan sendiri
terbang jauh melewati sempadan,
kau tak akan berhenti terbang dan jelajahi
cakerawala dan orbit baru.
Ya Rabbi, Kalau kau memang yakin dan tulus
kekasih, tiada yang akan membiarkan kegelapan
masuk
tiada yang akan membiarkan dirimu dalam kanca
sengketa
tiada yang akan merosak taman negara bangsa
tercinta.
Jayalah, negaraku, Malaysia raya
Jayalah, negaraku, Malaysia raya
Ya Rabbi, kedamaian itu selama, arah tuju
kemenangan
paculah, kuda semberani, pada lahan baru
purnama pada langitmu, matahari telah terbit di
menara tinggi
saksikan bangsa ini tak akan pernah kalah
dari bumi leluhurmu cahaya kasih sayang pada
wajah anak-anakmu
Seratus tahun lagi tidak terlalu lama
kedaulatanmu abadi.
Ya Rabbi,
kemenangan menjadi sempurna
cinta menjadi buah yang manis
Sayang, Malaysiaku.
Kota Marudu
9 Ogos 2018
*Dideklamasikan pada Malam Puisi Di Ambang
Merdeka, 30 Ogos 2018, Hotel Shangrilla anjuran Pekesan, Ahmadiyya Muslim
Malaysia, Persatuan Tallesaemia Sabah dan Persatuan Penderma Darah Sabah.
105. Merdeka Kotaku
Kotaku
aman dan damai
Tidakkah
kau rasakan gema merdeka
Wajah-wajahmu
matahari pagi
Kicaumu
burung pagi.
Merdeka
kotaku, cinta dan kasih
Lambaian
pulau dan sungai perkasa
Mengalir
dari sungai hayatmu
Tamu-tamu
yang singgah berteduh.
Di
sini langit biru gemilang
Hutan
hujan Khatulistiwa
Menyegarkan
mimpi musafir
Airmu
pelepas dahaga.
Merdeka
kotaku, merdeka
Salam
yang terucap
Tanganmu
disambut
Aku
khadim yang siap.
Merdeka,
kotaku merdeka
Merdeka
sepanjang zaman
Merdeka,
kotaku merdeka
Merdeka,
Malaysia merdeka.
Kota
Kinabalu
30
Ogos 2018
106. Langit Merdeka
107. Pengisian Kemerdekaan
108. Aman Dan Damai
109. Cinta Bahasa
110. Suara Damai
111. Tanah Peribumi
112. Perlindungan Rimba Merdeka
113. Doa Merdeka
114. Filsafat Perjuangan
115. Keutuhan Bangsa
116. Memerangi Kekerasan
117. Bahasa Kasih-Sayang
118. Tanah Air Negara Bangsa
119. Perjalanan Bangsa
120. Hidup Bahasa
121. Keamanan Bangsa
122. Khianat dan Derhaka
123. Melindungi Bumimu
124. Kekerasan Patah Seribu
125. Generasi Selepas Merdeka
126. Langit Damai
127. Kemenangan Bangsa
128. Pemimpin Bangsa
129. Jerebu
Tebal
130. Mimpi Anak Bangsa
131. Pohon Sena Di Tanah Merdeka
132. Menghalau Kegelapan
133. Impian Yang Sempurna
134. Mengurung Dendam
135. Suara Kemenangan Bangsa
136. Amanah kemerdekaan
137. Pemimpin Damai
138.
Jalan Keamanan
139. Warga Emas
140. Surat Merdeka
141. Melindungi Hidupan Liar
142. Alam Raya
143. Kota Merdeka
144. Laut Merdeka
Kau telah mengharung
tujuh lautan
Dalam ribut taufan dan gelombang
Pulau-pulau mutiara yang
bertaburan
Langit malam
menyingkapkan rahsianya.
Nahkoda membaca isyarat
air
Pada kasih langit purnama penuh
Perjalanan berakhir di
pelabuhan kalbu
Kemerdekaan bukan barang
dagangan.
Laut merdeka, laut
merdeka
Rindu nakhoda pada
lautnya
Kasihnya cekal menantang arus
Tak akan mengubah kompas
bahtera.
Nilai
Januari 2018
145. Langit Merdeka
Pada langit kita selalu
mendongak
Kerana di situ ada
kedamaian
Dan kasih yang selalu
turun
Tanpa kongkongan waktu
yang mengalir.
Ada cinta yang bersemi
Kita melindungi dengan
perngorbanan
Kita berjuang demi
kemenangan
Langit merdeka tak akan
tercemar.
Erti sebuah kemerdekaan
Bertunjang di tanah
gembur
Inspirasinya menjulang
ke langit
Tapi, pada bumi, kakinya
berpijak.
Kita tak akan kendur
Keberanian ini berpacak
Pada bumi ribuan tahun
Tunjangnya menambat tiap kalbu.
Nilai
Januari 2018
146. Negara Bangsa
Di sepanjang jalan
kalbumu
Diberi isyarat
Esok telah
disebut-sebutkan
Kau terbawa pada ombak.
Baca pada siang menyongsong
Malam
Lalu tiap pertanyaan
terjawab
Dengan firasat.
Gempa malam itu
Menyedarkanmu
Arah dan tuju perjalanan
bangsa
Tentang lembah hijau dan
langitnya damai.
Kita telah berjalan jauh
Tak pernah lelah dalam takaran waktu
Musim semi
Telah datang
Negara bangsa kembang
berputik.
Kota Marudu
March 2018
147. Jaya Bangsa
Jaya bangsa, jaya bangsa
Kemerdekaan sebuah
bangsa
Kurnia dalam pengorbanan
Kasih sepanjang zaman.
Jaya bangsa, jaya bangsa
Dalam kalbumu mengalir
doa
Pada kanta mata,
benderamu berkibar
Suara-suara terkumpul
dalam kasih.
Jaya bangsa, jaya bangsa
Tanah ini menyatukan
Persaudaraan ukhuwah
Hidup tiap ujian zaman.
Jaya bangsa, jaya bangsa
Tamanmu berbau harum
Kembang dalam perlbagai
warna
Tiap kalbu menyerap
cahaya purnama.
Kota Marudu
Februari 2018
148. Melindungi Kemerdekaan
Tiap zaman hidup pada
mimpinya
yang kau harapkan
mungkin tak tumbuh
pada pohon itu ada
ranting-ranting kering
malam gusar telah
berlalu.
Firasatmu telah menjadi
rimba hijau yang subur
Kata-katamu menjadi
bintang penuh cerita
Yang turun dari samawi
Kedamaian pada bumi.
Kemerdekaan itu adalah
kurnia
Melindunginya adalah
pengorbanan
Keyakinanmu adalah bumi
yang hidup
Kekalahan itu tak akan
pernah kau bayangkan.
Salam kemerdekaan, salam
kemerdekaan
Tanpa doa, perjuangan
itu kematian langkah
Salam kemerdekaan, salam
kemerdekaan
Jayalah bangsa sentiasa
hidup dalam perngorbanan.
Kota Marudu
March 2018
149. Bangsa Membangun
Demi masa lakar
langkahmu
Tak terbilang dan
rembulan penuh
Suaramu bergema menjadi guntur
Keyakinan itu adalah
gunung bertahan.
Pada sayap gelombang
membawamu
Pada pulau teduh dan
amanat itu sempurna
Pada siang kebangkitan
menjawab tanyamu
Pada bumi kembali memberi harapan.
Tiap bangsa bermimpi
menjadi makmur
Tiap mimpi telah menjadi
kenyataan
Tiap perjuangan disulami
pengorbanan
Tiap yang mula pasti
akan berakhir.
Jayalah bangsa yang
beradab
Turun di dasar bumi demi nusa
Jayalah samawi mengutus
kasih
Lalu kau terpanggil dan
membalas.
Hari ini pengucapan tenang dan kasih
Hari ini bangsamu
membedakan malam dan siang
Hari ini kata-katamu
terhimpun dalam doa
Hari ini kau berjanji
tak akan melukai saudaramu.
Kota Marudu
April 2018
*150. Layar Kedamaian
Bangsa dikenang sampai
kiamat
Kerana adil dan hidup
damai
Pasang surut peradaban
Pengorbanan pada sejastera ummah.
Tiap teruji ia berdiri gunung
bertahan
Menolak kezaliman dan
pencabulan hak
Memadam api sengketa di
malam durjana
Kelanjutan rukun
bernegara bangsa.
Impianmu biar jauh ke
cakerawala
Membangun tamadun bangsa
Demi Malaysia jaya
Keberanian pada
kebenaran.
Di bumi rayamu
Habitat dan hewan
terlindung
Lautan dan sempadanmu
tenang
Demi Malaysia jaya,
Malaysia Jaya.
Nilai
2017
*Dikirimkan untuk siaran
UB, 19 Ogos 2017
End//……
Comments
Post a Comment