Kumpulan Puisi Kemerdekaan oleh Sabahuddin Senin

 

AMANAT KEMERDEKAAN

KUMPULAN PUISI (150) oleh Sabahuddin Senin

Last editing: 23 April 2018, 09:34 am

Editing 16 April 2019, 1:38 pm

 

1. Memaknakan Kemerdekaan*

 

Aku cinta padamu Tanah Kelahiran, Tanah Leluhur

kau pun cinta pada tanah kelahiran ini

ketika kau jauh di pojok penjuru bumi

lahirlah kerinduan dan cinta mendesak dalam kalbu

ini adalah semangat bangsa dan mengenangkanmu

dalam semangat Kemerdekaan!

Memaknakan kegemilanganmu menyanyikan lagu

sambil membosongkan dada dengan mata berkilat

memandang benderamu berkibar di langit merdeka

melihat masa depan dan  ketahanan bangsamu

kehijauan rimba-raya tunjangmu sampai ke pusar bumi.

Aku menyedut udara khatulistiwa di Tanah Merdeka

sejak silam kemakmuranmu mengundang tamu jauh

Ibn Batuta datang dengan catatan  menyelusuri selat Melaka

Laksamana Cheng Ho menguatkan bukti tamadun bangsamu.

 

Aku cinta padamu Tanah Kelahiran, Tanah Ibunda,

Kemerdekaan ini atas kesedaran dan pengorbanan ratusan tahun

penjajah bangsa pulang membawa khazanah cerita sendiri

Kemerdekaan bangsa tak akan bisa dikalahkan dalam takaran waktu.

Malaysia!

namamu kupanggil dalam doa-doa kudus malam tawajuh

perlindungan samawi kekal dan abadi di bumi merdeka

rahmat langit turun telah mengikat kesatuan bangsa ini.

Selangkah demi selangkah aku menerpa ke garis depan

bahasa Melayu hidup abadi menjadi bahasa ilmu dan kreatif

inspirasi dan firasatnya datang dari jiwa bangsa yang besar.

Jiwa kemerdekaan ini mengalir dalam darah anak-anak bangsa

Tamanmu  tumbuh harum, indah dan berwarna-warni

lautmu selalu tenang mengirimkan angin baik dari samawi.

Kepulauan dan tanah leluhurmu, anugerah  dan menawan pencinta

Malaysia, Tanah Airku.

Tanah leluhur, Tanah Kelahiran, aku memaknakan kemerdekaan ini

pasangan burung dari rimba jati melingkari langitmu, memeriahkan

tiap sungai yang mengalir di bumimu seperti doa-doa yang tak putus.

Kita mengucapkan cinta pada semua, tiada dendam yang tersirat.

Di bumi leluhur ini kau berbaring dan membuahkan mimpi

kemerdekaan ini, doa-doa terkabul dan perjuangan yang insaf.

Ini adalah amanat bangsa, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa

dan doa-doa anak merdeka mengalir sampai kiamat.

Aku memaknakan kemerdekaan ini

Dengan kuntum-kuntum doa yang terpacak di dada pertiwi

perjuangan dan pengorbanan ini tak akan berhenti

tapi, terus mengalir dalam jiwa dari zaman ke zaman.

*Tersiar di Harian Ekspress, 18 September 2016

 

2. Aman Dan Harmoni*

 

Permainan apakah ini ketika aku datang padamu

melangkahi sempadan dan beramah-tamah

lalu di ruang sederhana ini kau berpaling

tanpa mengganggumu apalagi melanggar adat tradisi.

 

Mengapa kau menjadi amarah dan gusar

di bawah langit damai di tanah peribumi

kita meletakkan harapan persaudaraan sejagat.

 

Kekerasan itu bukan pilihan kita bersama

dan kita akur menolak kekejaman dan kebiadapan

meneruskan kelangsungan hidup aman dan harmoni

kau dan aku bisa berunding dengan tawajuh

ruang ini ada hak Tuhan dan ada hak manusia.

 

Ketika kau melangkah sempadan dan mengucap salam

aku tak akan memaksamu apa lagi melarangmu

kerana pintu masuk dan keluar senantiasa terbuka

tiada sesiapa merasa dipinggirkan atau dikhianat.

 

Di sini kita meraih kasih sayang dan hidup damai

Kezaliman dan penderaan hanya akan menjauhkanmu

dari  kebenaran hakiki dan cinta langit samawi

dan melepaskanmu dari belenggu kebohongan dan siasah licik

Kemerdekaan itu kelanjutan perjuangan sampai ke puncak.

 

Nilai

2016

 

3. Mereka Mulai Berfikir

 

Ketika diumumkan pada dunia malam itu

Namamu mulai disebut-sebut dan dikenal

Sejarah bangsa telah membuka halaman baru

Kemerdekaan dari pengorbanan dan doa terkabul.

 

Gema suaramu membawa perubahan

Di Tanah leluhur tanah gemilang

Kau melihat kemenangan ini adalah

Anugerah tak akan kau lepaskan sampai kiamat.

 

Bahasamu inspirasi sezaman dan berkembang

Tiap mata memandang keindahan alammu

Kesatuan bangsa dibangunkan atas kesedaran

Dan pengorbanan dari semangat bangsa besar.

 

Kecintaanmu berkumandang di langit merdeka

Dalam himpunan doa-doa  dan keagungan-Mu

Kejayaan bangsa hidup dalam kalbu dan kesedaran

Keinsafan dan melindungi  Negara merdeka.

 

Kuala Lumpur

2015

 

4. Salam Kemerdekaan*

 

Salam Kemerdekaan

penjajah bangsa telah pulang

sukmamu telah bebas dari belenggu mengikat lehermu

dan terputus dari masa silam yang tak akan kembali.

 

Salam Kemerdekaan

adalah himpunan doa yang terkabul

dilafazkan hingga kiamat

solidaritas dan kemenangan anak bangsa.

 

Salam Kemerdekaan

kita telah menolak pemerkosaan hak peribumi

memilih hidup berbangsa-bangsa dan kedamaian

di taman khatulistiwa ini sepanjang musim.

 

Salam Kemerdekaan

bukan menggantikan beradab dengan derhaka

bertindak algojo di lorong gelap khianat

menabur fitnah, kebohongan dan maut.

 

Salam Kemerdekaan

perjuangan mendorong kebenaran ke pentas terbuka

saksi-saksimu tak akan didera atau dizalimi.

Salam Kemerdekaan

janji-janji keselamatan yang digenapkan

dan samawi akur menurunkan gerimis pelangi.

 

Kota Kinabalu 2014

 

5. Kesatuan Ummah*

 

Aku mendengar deru taufan

dan gema gelombang lautan

jeritnya terasa menusuk dari pedalaman

sampai ke pulau-pulau yang jauh.

 

Ada menghias langit dengan lampu neon

menconteng rembulan di kanvas malam

aku tak akan dapat membayangkan

kedamaian sukmamu akan terubat.

 

Ribut telah melanda tanah ini

seribu kemungkinan kau sendiri tak

dapat menjawab apalagi menghalang

hutan hanggus dan kabus jerebu.

 

Keadilan adalah amanat perjuangan

tak akan membenarkan kezaliman

dan kebenaran ini akan dilindungi

tangan samawi dan inayat-Nya.

 

Seperti serangga menyerbu mangsa

kau tak akan dapat menghadang

runtuhan langit kedamaian ini

yang tak mungkin, memungkinkan.

 

Kemerdekaan ini adalah

hadiah samawi kesatuan ummah

kepatuhan dan pengorbanan Ismail

jawaban dari mimpi yang sempurna.

 

Sandakan

2014

 

6. Firasat Merdeka*

 

Gerhana telah muncul
menyempurnakan isyarat
seribu tahun penantian
langit tak mudah menyerah
dari masa silam suaramu
tetap kasih-sayang.

Kau tak akan berubah
menukar warna kulit
dan alam semesta ini
ada keindahan menawan.

Musim gempa
di pergunungan
maut berjatuhan
tapi, kau terus mendaki.
Di garis penamat
hanya dirimu
hanya dirimu.

Kau memilih kedamaian
ini bukan tanda kelemahan
dan bukan pula kekalahan.

Kau tak pernah
memilih kekerasan
apa lagi kezaliman
dalam kedamaian
ada muafakat.

Tiap perjuangan itu

adalah pengorbanan

dan kerana perjuangan

tulus ini

kau pun merdeka.

 

Kota Kinabalu

2015

 

7. Erti Sebuah Kemerdekaan*

 

Terus-terang ketika aku mendengarmu

kau ingin membelah purnama di langit

tanpa berkata apapun aku mendoakanmu

sekalipun kau menconteng kebenaran.

 

Di langitmu tanda-tanda hujan akan turun

menanggalkan jeritan sukmamu selama ini

kau mendera desamu sendiri kerana

ingin memberi laluan sebuah harapan.

 

Kalau kau ingin mencipta kedamaian

mengapa kau memakai bahasa dendam

sampai jauh ke pusar mimpi benar

meniup bara api di pojok sukmamu.

 

Kemerdekaan ini adalah ikat jaminan

ketenteraman di langit kedamaian di bumi

kebenaran ini wajah anak segala bangsa

kau sendiri dilindungi sepanjang musim.

 

Sekali kau membuka pintu amarah

kau tak akan berhenti menyiksa

bumi peribumi melaung keperihan

lalu kau cipta mitos dan legenda palsu.

 

Fitratmu kebaikan dan kasih-sayang

budaya adalah kemakmuran bangsamu

bukan gema suara berpuak yang hinggap

pada suatu siang di pohon merdeka.

 

8. Bersuara Orang Kecil, Bangsa Merdeka

 

Aku tak menjanjikan dunia bergolek datang
tapi aku akan membawamu keluar dari kemiskinan
membeban dan menghisap sisa-sisa tenagamu
dan meninggalkanmu tulang belulang dan penyakitan.

Suaramu dan suaraku berganding meskipun tak
semerdu sampai ke telinga mereka. Sekurangnya
membuat mereka gelisah  dalam tidur musim panas.
Mereka tak bisa mengelak-elak, mau menoleh ke mana?
rembulan penuh dan keindahan alam itu kepunyaan
bersama. Tidak ada yang kekal jadi milikmu selama.

Kami, bukan orang terpinggir, bukan bangsa yang kalah
kau menuduh kami bodoh dan tak ada daya saing
tak bisa diatur, selalu malas dan buta huruf
tak ada pendirian, senang dibeli dan ditolak-tolak
ke sana ke mari. Tak punya mimpi dan tak punya
impian. Kamu buih di permukaan. Kamu adalah
barang buang dalam era pembangunan. Kalau
keuntungan ada pada kamu,  kerana kamu punya
keluarga ramai kerana ketika musim mengait
jembulmu bisa dipakai.

Mengapa kau memandang rendah pada kami
sekalipun kami tak tau berurusan tapi kami
bukan pembohong. Sekalipun kami tak bisa
berjumpa wakil rakyat tapi kami bukan penjilat.
Kami adalah pribumi, anak bangsa  di tanah
merdeka. Sekarang kau tak bisa meminggirkan
kami.

Sekarang kami pandai meminta hak kami.
Kami bukan orang yang ditendang ke sana
kemari dan mata kami dibutakan, telinga
kami ditulikan dan mulut kami didiamkan.
Kami berdiri di lapangan bersama kalian
ingin merubah hidup yang dibebankan ke
atas kami.

Dulu, kami kuli-kuli di bengkel, pelayan hotel,
pelacur di lorong gelap, pemugut sampah,
jaga kilang, pekerja kilang, tukang urut,
jual ubat di kaki lima, drebar. Sekarang kami
punya impian seperti kau juga yang punya 
impian dan hidup baru.

Kami, anak peribumi, pewaris tanah merdeka,
warga jati, anak watan. Kalau kau tanyakan
apa impian kami di bumi merdeka. Anak-
anak kami ingin kami persekolahkan sampai
ke langit mana pun, dan bumi mana pun.
Kalau mereka mau menguasai langitnya,
biar ia sendiri persiapkan kepak, kalau ia
ingin menguasai lautan, ia harus belajar
membaca mata angin dan kau tawan
samudera dan jelajahi khutub ke khutub.

Kalau itu kau telah kuasai, genggam bumimu
jangan kau lepaskan, yang kau ada jangan
terlucut dari tanganmu, jangan menerpa dan
menyerbu suatu yang bukan hakmu.
Ayuh, pacu kudamu, kembangkan kepakmu
kalau di sini sudah terlalu tak mencabar
terbang ke angkasa raya sekalipun kau
terlupa pulang dan menemukan orbit baru.

Di bumi merdeka ini, setengah abad kami
berjuang mengangkat martabat bangsa. Kami
berjuang dari bumi terbelakang jadi negara
membangun.Jangan sekali-sekali kau melemparkan
kemiskinan dan menyoroknya ke lembah-lembah
gunung, di hutan-hutan pedalaman, di pesisir pantai
dan kepulauan jauh. Kemiskinan dan kebodohan
bukan waris pusaka keturunan bangsa.

Hari ini kami bersuara seperti kau bersuara
kami berdiri sama tinggi seperti kau dan impian
kami seperti impianmu. Ingat, tanpa kami
kau tak akan berada di sana. Kekayaanmu
itu kami punya hak. Bukan merampas darimu,
tapi sebahagian itu adalah hak kami.

Kota Kinabalu
18 Januari 2013

 

9. Mimpi Dan Impian Anak Bangsa Merdeka

 

Ada saja pembuat api tak kira dalam keluarga
atau dalam sebuah negara. Barangkali dalam
keluarga tuan mengesan siapa biang keladinya.
Tetapi tuan dalam sebuah negara merdeka
Tuan tak tau bagaimana pengkhianat bangsa
bekerja. Kekadang menyusup sebagai kawan
dan jadi musuh dalam selimut.

Soalnya, Tuan, menentang musuh yang nyata
kita dapat mengarahkan satu pasukan untuk
menghapus pengkhianat bangsa yang jadi
pemberontak. Tuan menyintai negara ini, bukan?
dan sanggup turun dan berkorban diri
melawan panah-panah durjana atau komet-
komet yang diarah ke angkasa negaramu.

Aduhai, anak segala bangsa di negara merdeka.
ketika mereka berkumpul dan berucap dengan
retorik, sebenarnya mereka telah menyusun
perpecahan dan pemberontak atas nama
keadilan dan atas nama demokrasi. Dalam
diam bertahun-tahun mereka mencipta api
hingga api tak dapat dipadamkan. Lalu
negara yang kita cintai dalam porak-poranda.

Tuan, sebenarnya mereka ingin mencipta
kekacauan dan perpecahan bangsa lalu
mengaut untung dan membawa lari
kekayaan negara. Ketika perang telah meletus
mereka yang pertama lari dan berlagak
sebagai patriok dan pencinta bangsa.

Kalau ada yang datang kepadamu Tuan
bercerita yang muluk-muluk kemudian
menyuntikmu dengan cerita-cerita tipu-
muslihat dan kebohongan yang dianyam
dengan halus dan tak terasa. Berhati-hati,
kerana mereka ingin melihat negara ini
tumpang dan hancur. Apapun usah biarkan
negara berdaulat ini jatuh ke dalam kanca
peperangan. Kerana peperangan itu hanya
membawa bencana.

Ingatlah negaramu merdeka di meja
perundingan. Berkat hikmah pemimpin
dan doa-doa perjuang yang memberikan
jiwa raga demi kemederkaan anak bangsa.
Menjelang 50 tahun merdeka, kita merayakan
negara berdaulat ini dengan impian sejuta
tahun mendatang. Ini adalah anugerah
Allah ke atas bangsamu. Tuan, keindahan
bahasamu yang bermartabat jadikan bangsa
ini hidup, progresif dan dinamis. Kami mengharapkan
yang terbaik baik bangsa dan negara.

Kota Kinabalu
22 Januari 2013

 

*10. Menafsir Sejarah Sendiri

 

Ia pun mulai menafsirkan sejarah
begitu percaya hingga pendengar tak
akan membantah bual dirinya.

Tiap orang memiliki rahsia hidup
yang zahir dan yang tersembunyi
ia adalah sejarah dari kehidupan.

Kekeliruanmu menafsir  sejarah
curiga dan siasat menjadi
benih peperangan dan dendam
darah turun-temurun.

Melunturkan sejarah
menghilangkan saksi kebenaran
mencipta kebohongan dan derhaka
yang nyata tetap kebenaran
yang tak boleh dijual beli.

Menyingkirkan kebenaran
meminggirkan hak dan suara
apa lagi memaksa malam panjang
dengan bersenjatakan kekerasan.

Sejarah yang abadi
akan selalu memberi ingat
kepada jenerasi mendatang
dan bangsa.

Ketika kau bersikeras
aku membalasmu dengan adab
ternyata kau salah dan keliru.
Di sini telah ada sejarah
di tangan kami sendiri dan
bukan di tangan mu.

Kota Kinabalu
16 March 2013

 

11. Menunggu Pengumuman

 

Setiap berita ada kejutan
setiap senarai menaruh harapan
namamu akan diumumkan
demikian roda berputar
dan langit mengembangkan layarnya
Siapakah mengharung gelombang?
Tiap detik degup jantungmu
seperti kuda yang dipecut
berlari kencang ke garis penamat.

Berita itu akan sampai
tapi ini bukan keputusan
peperiksaan SPM atau STPM
semua tenaga dikerahkan
lalu dunia seakan berhenti
hening dan diam
kemudian suara pecah gemuruh
kejayaan telah diraih
tahniah dan doa kesyukuran
melucut dari wajah-wajah manis.

Tapi kali ini,
ada penungguan
gempa di dalam sukma
harapan seperti pancutan air
ke langit biru, sekuat harapan
mencapai pusar langit.

Waktu itu semakin dekat
apakah berita itu
datang semanis madu
atau sepahit hempedu
tapi perjuangan tak
akan berhenti di sini.
Ini baru permulaan
perlumbaan belum mula
kemenangan mutlak
adalah impian.

Aku orang kecil
memandangmu dari jauh
esok kau datang membawa
suaramu  ke mana-mana 
dengan muka manis
dan belanja makan.

Kota Kinabalu
10 April 2013

 

12. Ia Pun Dapat Dikalahkan Di Bumi Merdeka*(ALBDSM)

 

Aku pulang membawa dalam jutaan naluri
bagaikan kau limau kasturi yang diperah
yang berlinggar dalam udara hadir dalam
mimpi di malam kerinduan.

Kau telah mengirim isyaratmu seperti
ikan paus yang berenang di lautan teduh
di khutub selatan dan aku menerima
rindu dan resahmu di satu pojok dunia.

Telah kusiapkan dataran hijau dan rumput muda
di  lembah Long Pa Sia buatmu Gazelku,
Tiada yang akan menyakitimu, selain
pemburu bermata saga dan sukmanya telah
mati dalam hidup. Tapi ia pun dapat dikalahkan.

Kau adalah hadiah dari Tuhan
melindungimu adalah perjuang
tipu helah Rawana hanggus dalam
legendamu sendiri. Dan bumi tak
akan merelakan benih kejahatan
tumbuh dalam selubung malam
aku akan mencabut sampai ke akarnya. 

Pulau Pinang
13 Mei 2013

13. Wakil Rakyat Kau Terpanggil

 

Aku melihatmu dari jauh
kata-kalimat tak mungkin
menyentuh gegendang telingamu
dalam sukma, dipanggil namamu
gemanya jauh ke jantung malam.

Ketika kau mendekati pintu utama
aku sudah dalam barisan berdiri
sopan dan senyum seperti mekar
bunga di hujung musim. Kau
menjabat tangan berlalu tanpa
berkata. Ya, aku memang objek
antara ratusan objek di matamu.

Sekarang namamu ada panggilan
rasmi di depan. Aku tak membantah.
Orang kecil telah biasa pada protokol.
Ke mana kau pergi aku selalu di situ
tapi kau tak mengenalku sekalipun
aku melambai-lambai tangan dan
mendorong-dorong diri. Tapi yang ini
tak aku lakukan sekarang.

Dalam diam aku menulis puisi dan
sesekali aku menyanyikan syair-syair
dari langit jauh, langit samawi dan
lagu langkah kaki di tanah pribumi.
Sekalipun kau tak menoleh gelombang
udara akan membawa suara firasat ini
menyentuh dinding sukmamu.

Kota Kinabalu
3 Julai 2013
*Dikirimkan kepada Qomaruddin Asa'adah untuk projek bertemakan Wakil Rakyat.

 

14. Salam Merdeka

 

Langit merdeka
gelombang nafasmu
bagai menyentuh sukma
malam.

Kau, galaksi yang
sedang ditemukan.

Tadi, aku tak melihat matamu
degup jantungmu mengirim
pesan hari esok.

Di tanah gembur ini
aku lahir.

Aku tumbuh menjadi pohon
di bawah langit dan matari.

Ceritamu adalah nadi
Karuhai
bintang malam berkilau.

Salam merdeka 
adalah rembulan penuh
pada bumi
gravitimu mulai terasa.

Kaki
yang melangkah
bau tanah matari pagi
menyentuh naluri

Puisi-puisi ini adalah
huruf-huruf vokal
yang terkepung
oleh huruf-huruf konsonan. 
  
Ketika dibaca
kau adalah awan
yang bergerak.

Burungmu terbang
melintasi benua-benua
malam dan menyongsong
mata angin di sukma
lautan.

Atau hujan ais batu
yang turun 
mendadak
ketika kau dirundung
mimpi.

Salam merdeka 
buatmu. 

Kota Kinabalu
31 Ogos 2013

 

15. Kaulah Bintang Sukma di Langit Merdeka*

 

Ingin aku menjadi
burung Cenderawasih
di hutan jati Khatulistiwa
sekalipun hanya dalam
mimpi Kejora
di waktu siang
aku melihat rimbunan
warna, kelembutan
pada mata dan sukma.

Aku melihat gerak
langit malam tak pernah
diam. Kaulah, bintang sukma 
menjadi penglipur lara,
pada nahkoda
di tengah samudera
musafir yang merindukan  
tanah leluhur.

Dalam naluri
ada gerak
pada firasat
aku menafsirkan
isyarat
kehadiran kasyaf
selangkah mendekati-Mu.

Kota Kinabalu
27 Ogos 2013

 

16. Doa Kemerdekaan

 

Ingatkah bulan Ramadan
saf demi saf
malaikat dalam sukma
mata air pergunungan.

Di hari merdeka
kita menongkat langit
menabur benih
di tanah gembur.

Matari bangsa meluap
tiap kata meluncur
lampu-lampu tak kesiangan.
air tak bertakung.

Memandang tanah
pribumi
tak pernah derhaka.

Kita amanah.
tak menjudikan
nasib bangsa
mengopak kulit bumi
menjadi tanah lumpur.

Kota Kinabalu
17 September 2013

 

17. Wajah 50 Tahun Merdeka

 

Aku pulang mengingati wajah negeriku,
tanah pribumi dan tanah leluhur.
daftar kenangan panjang itu adalah
tanah gembur seorang musafir
Luka-luka di kaki telah lama sembuh
dan aku telah lama tak melihat wajahmu
Ketika aku berlinggar di angkasamu
seperti memandang cermin diri
Sekarang kotarayamu telah berubah
cuma aku kaku, asing di negeri sendiri.
Menjelang malam Kemerdekaan ini
orang-orang telah siap pesta bunga api
sedang aku penonton yang ditolak-tolak
sesekali mengaduh hujung tumit terpijak.
Aku duduk sendiri di Anjung Senja
menjelang negeriku 50 tahun merdeka
melihat kasyaf wajah-wajah leluhur
dari tanah Mamiang dan kasih Karuhai.

Kota Kinabalu
15 September 2013

*Mamiang, sebuah kampung di pinggir Kuala Kinabatangan, Sabah asal leluhur Penyair.
*Karuhai, anak yang kasih pada ibu dari cerita rakyat dari suku Kedayan/Brunei.

*Antologi Puisi Langit Sukma Di Malam Kemerdekaan

 

18. Tanah

 

Bila api telah menyala membesar
memang sukar akan memadamkan
jika ada perbalahan dalam keluarga
kalau tidak dipadamkan cepat-cepat
merebak sampai generasi penerus.
Sumpah seranah telah masuk pula
dalam sukma percakapan harian
gempanya melahirkan hujan jerebu
musnah sebuah harapan dan
kasih sayang pada sebuah hutan.
Tiap isu ada permulaan dan ada
sebab dan berakhir dengan dendam.
Keluarga adalah pertalian darah
sepatutnya mudah diajak berunding.
kerana pada hakikatnya pergaduhan
seperti Kemarau bertahun-tahun.
Membiarkan bererti, dendam.
Tanah, hak waris turun-temurun.

Tanah pusaka jangan dijual
nanti jatuh di tangan orang lain.
Soal tanah bukan perkara kecil
Soal tanah soal hidup dan mati.
Kerana tanah persaudaraan putus.
Pihak satu menguasai yang lain
Hak Saudara diketepikan kerana
tanah sejengkal seribu malam tak
akan membuat malammu tenang.
Ketika kau meletakkan kepalamu
di atas bantal, kalajengking, lipan,
ular dan kerengga mendatangimu
tenggorak kepala dan sukmamu.
Jangan tanah sejengkal musuh
sampai ke anak cucu.

Kota Kinabalu
September 2013

*Antologi Langit  Sukma Di Malam Kemerdekaan

 

19. Catatan Selepas Hari Merdeka

 

Satu kata bila diucapkan
dengan ketulusan adalah
taman menyembur wangi
ke dalam sukma.

Matarimu
seakan bercanda, hiruplah
biar rongga dadamu penuh
aroma menyentuh sampai
ke alam minda. 

Seluas itu harapan
pada puncak langitmu,
di situ, selalu ada
impian semekar bunga.

Kota Kinabalu
2 September 2013 

*Antologi Puisi Langit Sukma Di Malam Kemerdekaan

 

20. Jika Sang Kancil Jadi Pemimpin

 

Penglipurlara ini bermula, "Atas persetujuan semua,
telah dimuafakat hari ini diputuskan Sang Kancil.
Mulai hari ini akan menjadi pemimpin Hutan Jati
rimbunan hijau. Semua setuju, sebulat suara. Ok.
Sekarang, hutan kecil ini mempunyai pemimpin.
Sang Kancil, gundah dan mau mengundur diri dari
perlantikan itu. Tapi hadirin membantah. Tetap!
Mereka ingin Sang Kancil, pilihan nombor satu.
Walaupun hanya satu penggal. Hadirin, bersorak,
mengalu-alukan perlantikan ini. Sebulat suara.
Tak ada bantahan. Harimau, mengapa kamu diam.
Burung Rajawali, di dahan sana, ada pandangan?
Badak Sabah, ada,,,,tiada,,,Hutan jati berdegup-
degup. Semua. menikus. Harimau mau membantah.
Tapi, suara Hutan Jati terlalu riuh. Mereka binggung.
berpandangan sesama sendiri. Tak ada suara protes.
Langit kacau, musim tengkujuh telah pindah ke
utara, Sampang Mengayau. Laut Pulau Matanani
bergelora. Kinabalu ditelan mendung. Sang Kancil 
segan, maju sedikit, ke depan, hati-hati memanggil
semua perwakilan. Hadirin tak membantah. Seladang
berdiri, membosongkan dada, mengerahkan semua
duduk beratur, tenang dan bahu membahu, pada Sang
Kancil. Lalu Sang Kancil berkata. "Letakkan tangan
kamu semua ke atas tanganku."  Semua serentak.
Senyap. Menunggu perintah. Seladang siap-siaga.
Sang Kancil menarik nafas lalu dengan nada perlahan
Al-Fatiha, saya, Sang Kancil, berpegang pada amanat.
Tawkeh-tawkeh dari Kalabakan senyap. Angin mati.
"diberikan kepada saya, memenuhi amanat itu dengan
sekemampuan saya dan melaksanakannya seadil-adil.
Kalian turut saya pada kebaikan." Memandang burung-
burung bangau dari Kampung Buang Sayang. Saya  
berjanji, Kamu, Orang Utan dari Sepilok, tolong duduk.
.."akan melaksanakan kewajiban selagi saya berbuat
kebaikan." Suara korus Hutan Jati membalas jawab
ucapan Sang Kancil. "Kami ikut tuan dalam kebaikan."
Setelah itu suasana Hutan Jati riuh. Seladang Nabawan
mendiamkan hadirin. "Sekarang, kita berdoa senyap."
Hutan Jati hening. Sayap matahari menutup Hutan Jati.
Suasana jadi gegap gempita di Hutan Jati. Terdengar
ngauman Sang Belang, Harimau. Semuanya berpelukan.
Dua tiga kali matahari mengembangkan sayapnya.Hutan
terang kambali, desir angin dari Kinabalu singgah sekejap. 
Acara berjalan, ikut jadual. Sang Kancil diminta berucap.
Semuanya duduk bersila termasuk serombongan Keluang
dari Gua Guamantong. "Semua perkara diputuskan dengan
musyawarah. Keputusan, persetujuan bersama. Muafakat.
Tidak puas hati dan pertelingkahan, dibawa mesyuarat.
Setelah keputusan ini dibuat, inilah keputusan semua."
(Pause) Hutan Jati senyap."Derhaka adalah kezaliman..
Harimau melirik pada Sang Kancil. "Membawa kepada
perpecahan kesatuan bangsa." "Hidup, hidup, hidup,
Sang Kancil, pemimpin kami." Hadirin rasa puas.
Hadirin, rasa puas. Ada tanda hujan akan turun. Hadirin
berubah gelisah. "Demi keutuhan bangsa,,,Sang Kancil
berhenti berucap, memandang tajam Monyet Hidung Merah 
dari Kinabatangan duduk di baris paling depan. "Tolong
tabiat kamu diubah. Kita sedang Meeting, Kalian Mating."
"Maaf boss, tak boleh tahan." Hampir kesemua perwakilan
Monyet Hidung Merah menjawab serentak. "Perselisihan
dan pergaduhan harus dipadamkan. Semua duduk sama
rendah, berdiri sama tinggi. Suara majoriti tidak akan
merugikan minoriti. Kebajikan warga ini adalah amanat."
Sang Kancil melambatkan pidatonya."Kalian tau, Warga
Emas, agenda pertama, Kerajaan Sang Kancil. Hak mereka 
diutamakan. Mereka diberi pencen tetap. Penyu-penyu dari
Pulau Sepadan, menggangguk kepala. Tak perlu lagi mereka
mati lemas atau disambar ikan Yu di lautan. Mereka boleh
rehat berpencen setelah bertahun-tahun bertelur. Pokok
buah Limpahung dan Pokok Bambangan memberi sokongan.
.."dan kemudahan perubatan dan rumah murah untuk mereka."
Hop Hop Hooray  Hadirin bertempik gembira."Hidup Sang
Kancil. Hidup, Hutan Jati." Lintah dari Lembah Danum puas.
Hadirin semakin terpesona. Harimau, nampak tak senang.
Sang Kancil semakin berani dan uncang tangannya di udara.
Terbatuk sedikit. "Bagi Jenerasi Muda, hampir setengah dari
penduduk Hutan Jati. Harimau mencela. Hadirin riuh. Hutan
Jati riuh, Langit pun riuh. "Kalian adalah tulang belakang."
Hidup Hutan Jati, Hidup Sang Kancil, kata perwakilan lebah
dari Lembah Melinau dan Nabawan. Burung Tukang dari
Pensiangan melihat dari jauh atas dahan pohon mati. Hadirin,
mengiyakan dalam korus teratur. "Ada belia dari Long Pa Sia?"
"Ya, boss, duduk di belakang sana." "Masa depan, kamu
tak akan dipinggirkan." Harimau pura-pura tidur berkeroh,
diikuti oleh monyet-monyet dari Sukau. Hujan menitis di
hujung daun. Perut awan hitam kembong air. Turun naik
suara Sang Kancil, tinggi adakalanya rendah. Ternganga
mulut hadirin. Nyamuk-nyamuk dari Ulu Sugut dan Beluran
baru pulang umrah masih dengan pakaian jubahnya. "Kita
semua, mahkluk Allah." Suara Sang Kancil meninggi. 
"Jenerasi muda dilatih cinta pada bahasa ibunda dan
bahasa Melayu. Harimau, puisng ke kiri, pusing ke kanan,
monyet-monyet  Sukau meniru-niru. "Kamu tukang kerja
meniru, duduk diam. Harimau, Sang Belang tidak kamu tau
semalam Gajah Siam telah menyumbatkan 2-0. Kamu kalah..
"Tradisi dan adat yang mengangkat martabat bangsa pribumi.
Kerana dari jenerasi ini akan lahir, ramai Mat Jenin Tun Sri
Lanang dan Mushi-mushi dan Si Luncai berani berterus terang 
tak melangkah dengan bahasa biadap dan kurang ajar." "Kita
kurangkan Pak Mai Ulat Bulu." Sang Kancil berdehem
kecil. "Berjiwa kritis, besar. Mampu berdebat. Berbudaya
dan memartabatkan  bahasanya." Sang Kancil, berhenti
sesaat. "Wahai Pak Dogol, (matanya mencari Pak Dalang)
saya berhenti sekejap minum segelas air putih. Hari mulai
dingin. Yang menyerikan pertemuan ini bunga kenanga, melati,
melur. Sang Kancil sedar, ia mudah disalahkan, dan orang mudah
tersingung, menyinggung. Sang Kancil, menarik nafasnya
dalam-dalam. "Ya, puisi." "Apa maksud boss? Sang Kancil
seperti kebigungan. Berkali-kali ia mengosok matanya.
Siang bertukar menjadi malam. Langit terconteng arang.
Mentari terbang bersayap lari ke Pulau Banggi, main
sembunyi di Pulau Jambongan dan Pulau Layang. Terakhir
membawa diri ke Pulau Sebatik. Berapa kali Sang Kancil
menggosok matanya. Gelap, seperti gerhana penuh, bulan
dan matahari berdakapan. Sang Kancil tak melihat seorang
hadirin pun. Sang Kancil menoleh kiri dan kanan. Tak
ada. Hilang lenyap sekelip mata. "Apa dah Jadi." Tak
mungkin mereka protes keluar Dewan Undangan Negeri.
Sang Kancil tak faham. Absurd. Apa permulaannya dan
apakah akhirnya. Fikirannya buntuh dan ia tak dapat berfikir.
Sebelum ini, sebelum ini, ya sebelum ini. Fokus.(Pause) 
Eureka! Sang Kancil sendiri dan melarikan diri dari lingkaran
maut. Harimau, Sang Belang mengejarnya dari episod ke
episod, ke satu episod yang lain. Kemurkahan Harimau, 
pada Sang Kancil berkali-kali Harimau tertipu dan terhina.
Kali ini tak ada ampun. Tak ada jalan keluar. Tak ada rasa
kesian. Tak ada "diplomatic arrangement". Kemurkahan
Harimau membengkak. Ngaumnya terdengar jauh ke dalam
sukma Hutan Jati. Sang Buaya memulas-mulas badannya
air liurnya kepingin untuk mengunyah tulang dan rusuk
Sang Kancil. Harimau, Sang Belang, Buaya dan Ular Sawa
semua telah sepakat untuk menghabiskan riwayat Sang
Kancil. Mereka mengatur strategi dan 'tipu muslihat.'
Sang Kancil memikirkan tamatlah  riwayatnya. Penyair
pun memikirkan nasib Sang Kancil. Membiarkan antagonis
menamatkan cerita ini? Trajik atau Komedia? Kompromi!
Membiarkan Sang Kancil dibunuh oleh antagonis, Harimau
dan kuncu-kuncu dan tammatlah penglipurlara. Selamat
Tinggal Sang Kancil. Penyair menarik nafas. Sang Kancil
memprotes dan datang berpangku  atas riba penyair
"Boss, ada satu idea?" "Apa dia, Sang Kancil?" 
Sang Kancil berbisik. Kami berpandangan dan
tersenyum. Tidak, biarkan cerita Penglipurlara hidup tanpa tamat.

Honiara
22 September 2012

 

*21. Mimpi Anak Bangsa Setengah Abad*(AKS)

 

Bagaimana aku bisa mengucapkan satu kata-kata
mewakili sukma tanpa dicampur-adukan dari 
fikiran yang dimakan anai-anai, atau telah berlumut, 
tak maju ke depan, malah mundur dan tak bermaya,
kelelahan. Sekalipun diberikan kata kerja, ia tetap
tak berkembang, apa lagi menjadi satu kalimat yang
aktif. Mimpiku adalah mimpi anak bangsa. Teruji
dalam peralihan waktu. Di lahan ini, sejak masa
silam telah disemaikan sebuah taman, huruf-huruf
dan kata-kata tumbuh segar. Dari huruf-huruf ini
tumbuh kata-kata yang memancing minda, harum
berwarna-warni. Kepada anak bangsa, mimpimu,
sejak kelahiran di situ, selalu tersimpan kemahuan
dan harapan orang tua. Suatu hari nanti kau menjadi
mulia, orang besar dan berpangkat, yang membawa
rahmat kepada orang tua. Tapi di sini, sejak dulu, telah
berangan-angan  menjadi orang yang pintar bahasa.
Yang mencintai huruf-huruf dan kata-kata. Itu, mimpi
anak bangsa yang membangun. Huruf dan kalimat
hidup dalam mimpi anak bangsa. Mengangkat martabat
bahasa. Inilah impian menjadi kenyataan. Menjelang
50 puluh tahun negeriku, Sabah dalam Malaysia. Impian
anak bangsa lahir dari jiwa dan fikiran yang terang,
berangkat dari jenerasi yang sedar, hidup dan dinamis.
Kami berdoa dan istighafar dalam kata-kata merendah.
Kami memakai kata-kata dan kalimat menyatakan terima
kasih pada Yang Empunya langit dan bumi. Tuhan Yang
Maha Esa. Ketika anak bangsa bermimpi, mengilap indah
huruf-huruf dan kata-kata dalam karya-karyanya, yang 
tercipta dan firasat turun dari langit, bahasa yang halus.
Lalu jadi perbualan di meja makan, sekolah, kampus
dan jenerasi penerus. Bahasa mampu,mekar, puitis,
menambah kesusasteraan dunia, mengangkat derajat
kemanusiaan dalam perlambangan dan pengucapannya.
Dan mimpi anak bangsa, mencipta kekayaan kata dan
kesuburan bahasa. Mimpi anak bangsa, bukan tinggal
mimpi, mimpi terjangkau. Mimpi penuh perlambangan
dan tanda. Bila melihat langit, penuh perlambangan dan
isyarat hidup. Kekayaan malam, rembulan dan gemerlipan
bintang. Melihat rimbunan, lembah hijau, keramaian dan
 hutan jati yang hidup. Melihat samudera lautan penuh
tantangan. Melihat bumi sabar dan misteri, inspirasi dari
masa silam ke hari ini. Kekayaan ini adalah waris anak
bangsa dalam kekayaan kata dan makna. Mimpi anak bangsa
ada kejujuran pada huruf dan kata-kata dan kalimatnya.
Mimpi anak bangsa, lahir dari fikiran sedar dan dewasa.

Honiara
21 September 2012
*Telah diterbitkan dalam antologi Puisi Kepada Sahabat, penyelenggara Rusdi Awang, Siti Hadiah Haji Abdul Mutalib, Masmah Mohd Ali, DBP Cawangan Sabah 2013.

 

22. 16 September 2012*(UB)

 

Aku mengenangkanmu, sehari sebelum hari itu,
hari perayaan yang gemilang. Beberapa hari ini
kau telah mendengar tentang hari gemilang itu.
Hari lahirnya sebuah pakatan dan masa depan.
Aku masih terlalu kecil untuk membayangkan
tugas dan tanggung jawab yang diletakkan ke
atas pundak. Sekarang, kau harus berdiri dan
menjadi sebuah bangsa, sebuah negara, yang
merdeka. Kemerdekaan rembulan penuh dan
di langit telah pun akur, ini adalah kemenangan
bangsa, bangsa Melayu, bangsa Malaysia raya,
bangsa bermartabat, yang berakar tunjang
pada tradisi yang kukuh di pusar bumi. Aku
tak akan berkata kalau itu bukan kebenaran.
Kebenaran yang tumbuh dari suara-suara
pribumi, suara-suara yang datang dari pedalaman
menuruni lembah ke banjaran Crocker lalu
menjadi air terjun dan sungai-sungai yang
mengalir jauh ke teluk dan muara, bergenang
sampai ke pulau-pulaumu. Aku mengenangimu,
sekalipun aku tak bersamamu, sukmaku telah
menyerap ke dalam sukmamu. Kita menjadi
satu, satu bumi dan satu langit. Sabah, kusebut
namamu, kerana aku telah lahir di situ. Bagaimana,
aku bisa melupakanmu. Kau, seperti Gazelku,
selalu datang dalam lamun dan mimpi di
segala musim. Kau hadir dalam bual, impian
dan mimpi. Setelah aku pergi, impian dan mimpi 
itu akan hidup pada seorang aku yang kemudian,
setelah itu hidup pula pada mereka yang kemudian,
yang kemudian lagi dalam ratusan tahun dan ribu-
ribuan tahun dan sampai qiyamat. Namamu, Sabah,
hidup dalam doa-doa mutaki dari sukma yang bersujud.
Aku turunkan segala impian ini dari sukma yang
merdeka. Di sini aku terpanggil menurunkan bait-bait
kekasih yang merindukanmu. Aku hanya berdaya
mengumpul kata dan kalimat ini, sederhana, dan
tulus dari jiwa yang sedar dan bersaksi. Kuhadiahkan
kepadamu berupa salam dan perutusan doa. Setelah itu,
gelisahku akan redah, lautan ini akan tenang dan langit
akan cerah. Ungkapan kemerdekaan tak akan memberi
pengertian dan makna tanpa-Mu. Kerana kemerdekaanmu
dan kemerdekaanku, hadiah dari langit. Yang empunya
kuasa ke atas hidupku dan hidupmu. Tanpa-Mu, 
kemerdekaan ini tak akan bertahan, hancur, luluh
di depan mata dalam sesaat. Seperti Tsunami, menyergapmu
dalam kau lena dan alpa. Perlukah kau diingatkan,
telah berapa kota tenggelam lenyap. Kupanggilmu,
tanah airku, yang gemilang, kerana kau memang gemilang.
Meskipun kita selalu mengharapkan yang terbaik dan
sempurna tapi ada saja kekurangan itu, namun kita
harus terus melangkah tanpa berundur. Tak semua
persoalan ada jawabnya, tapi setiap kemampuan pasti
menjanakan impian. Aku dan kau tumbuh sebaya, tapi
tak salah kalau aku katakan aku adalah abang kepadamu.
Kalau aku terkasar bukan ingin melukaimu, sekedar
mengingatkan. Kerana ketika aku telah tiada, kau
masih ada. Itu kenyataan. Aku tak akan kecewa,
Dan langit juga, tak akan kecewa, kerana kemerdekaanmu
terisi harapan sebuah bangsa, harapan sebuah negara,
Malaysia, dalam alaf 21. Bila kata dan kalimat menjadi
hambar dan kosong tak bermakna, gerhana menunggu
di horizon. Ya Rabbi, bukan itu yang kuinginkan,
samasekali bukan. Kemerdekaan ini, adalah kemerdekaan
kata dan kalimat dan berfikir, kemerdekaan anak bangsa,
kemerdekaan yang hidup bukan mati. Kekasih, menjelang
hari gemilang ini, berdandanlah seelok rupa, berkata santun
sambil berdoa, lenggang-lenggokmu yang sederhana,
kemeriahan cahaya dari rumahmu, gelak-gelak anak
di halaman, nenek tua bisa tersenyum, pejuang bangsa
duduk merendah, aku pun meletakkan tangan ke dada,
inilah bingkisan sederhana buatmu, perutusan 'merdeka.'

Honiara
15 September 2012

*Tersiar oleh Utusan Borneo pada 17 September 2012

 

*23. Salam Merdeka

 

Aku dilahirkan sebelum merdeka

Sebelum kami menjadi bangsa. 
Sebelum lidah kami lurus

berbahasa sendiri. 

Sebelum merdeka kami tak bertanah 
menumpang  dan berpindah-pindah

tak bercita-cita besar

selain menjaga hati tuan supaya senang.

 

Sekarang suaramu emas, berlambang
boleh memangkah, pandai berhisab

orang bersorak merdeka, merdeka!

berdentum kembang bunga api 

merdeka, aku sendiri.

Canberra
31 Ogos 2012 

 

24. Harimau, Sang Belang Memberi Pendapat.*(ASP)

 

Kapal terbang telah meluncur jauh
ke langit biru. Tadi bumi dipijak
menjadi hamparan dataran luas
Australia mengendur ke belakang.
Malam pun berlabuh di bola mata,
bagai diri terhumban ke angkasa
raya, melayang-layang ke bulan,
bergayutan ke bintang-bintang dan
dan kata-kata dan kalimat terbang
bersayap memital planet imajinasi.
"Tenang tuan-tuan/puan-puan
penghuni rahmat turun-temurun
hutan jati di negeri makmur, lembah
hijau, bergunung-ganang, terkenal
di seluruh rantau, Nusantara. Aku
bangga kerana aku lahir di sini,
dan dibesarkan di sini, hidup dalam
tradisi dan adat. Setiap ekar tanah
adalah hasil perjuangan tokoh-tokoh
bangsa yang  selalu menjadi sumber
inspirasi kepada penghuni hutan jati.
Aku memanggil kamu semua, kerana
aku ingin kata-kataku dapat dimengerti
mudah. Aku, Harimau, Sang Belang,
dikenal perkasa di seluruh pelosok
ini. Ngaumku telah menggegarkan
bumi hutan jati. Tiada lebih perkasa
selain aku, Sang Belang. Lihatlah
pokok-pokok kayu, dahan-dahannya,
wajahku tersangkut, gagah perkasa.
Tiap sudut disemburkan bau aku,
Harimau, Sang belang. Tidak ada
ruang, jalan merentas kau tidak
melihat diriku. Ada Seladang di sini,
tak sehebat aku, ada buaya di sungai,
tak selincah diriku, monyet, kelakuannya
bodoh. Ular Sawa, tak boleh dipercayai.
Siapa yang lebih berhak menjadi Raja
rimba hutan jati, kalau bukan, Aku. "Dari
pokok kayu tinggi  burung nuri, burung
tukang, burung serindit, burung rajawali,
burung merak bersuara dalam chorus,
"Sang Kancil." Riuh rendah, hutan jati.
"Apa maksudmu?" Harimau, Sang Belang,
tak senang, kerana nama "Sang Kancil"
disebut-sebut. "Kamu semua, diam,"
Harimau, Sang Belang merasa tercabar.
"Sang Kancil, bijak, ia layak dicalonkan
menjadi Raja rimba hutan jati." Seru
semua yang hadir."Diam, menjadi Raja
Rimba bukan bijak, berakal syaratnya."
Harimau, Sang Belang berakal-akal.
"Kamu semua, Sang Kancil, bukan pilihan
terbaik. Siapa di sini tak pernah tertipu
oleh Sang Kancil. Kami yang dah tertipu
berkali-kali tak akan membiarkan Sang
Kancil diberi peluang walaupun sekali.
Lagi pun Buaya, Ular Sawa, dan aku
dah lama mendendamkan daging
manis Sang Kancil. Jadi, Raja Rimba
tak perlu bijak, berakal, tapi, yang
mesti ditakuti, perkasa, kata-katanya
menggegarkan rimba jati. "Tapi, Sang
Kancil tak makan bangkai, kentutnya tak
bau.""Diam. Aku Harimau, Sang Belang,
tak suka kamu bercakap kurang sopan."
Pendek cerita, Akulah. Raja Rimba., 
Maaf, calon Raja Rimba, Setuju?!"
Sekarang telah ditutup penanaman
calon. Hanya ada satu calon. Sekarang
diumumkan, Menang Tanpa Bertanding."
Terdengar suara mulai seperti berbisik
dan kemudian suara itu semakin jelas
dan menemukan sukmaku kembali.
Tenang. Tenang. Damailah. Sebentar
lagi kita akan mendarat ke lapangan Terbang
Antara Bangsa Kota Kinabalu, Sabah.

Honaira
5 Oktober 2012
*Antologi Suara Penyair, 2012

 

25. Naratif Sebuah Nasihat

 

Kau dibesarkan dalam doa yang mengalir
dari setitik nuftah kau berenang sentosa
keselamatan samawi telah dijanjikan
kau pendengar baik, kaulah Ismailku,
mimpi-mimpi genap, ketika dewasa,
kau menggenapkan mimpi. Kata-katamu,
lembut, tiap sentuhan dengan kasih-sayang.

Melangkah dalam alam sejagat,
dengan pesanan dan nasihat. Kau
ke pinggir membiarkan orang lain lalu. Tiap
kalimat turun bersopan. Orang mengasari,
kau memberi senyum. Mendahulu
yang hak dalam segala kegiatan sekalipun
dunia ini turun melimpah-ruah di ribamu.
Terlalu mencintai itu akan menjauhkan mu
dari Allah Azzali. Sekalipun kau terpukul
ke sudut, jangan berakal bohong. Bicaramu
biar terus terang. Tanpa bermuka-muka dan
menggelirukan. Datanglah pada orang tua
dengan tertib, alam maya pun bergerak sama
dalam tertib. Ingat, nasihat Luqman kepada
anaknya. Inilah  pula dingatkan kepadamu.
Biasakan lidahmu berkata benar sekalipun
hidupmu jadi umpanan. Jika kau terpanggil
kerjakan amal ibadat dengan hati bersih. Kau
mesti menggunakan hikmah dalam memutus
perkara. Dengarkanlah langit, baca dan amal
Al Qur'an, pesan Rasul dan ikuti sunnah dan
berpegang pada tauhid . Dalam keadaan apa,
kau mohon, kerjakan salat, mendekatkanmu
pada Tauhid. Kalau ini sebuah nasihat, dari
tradisi silam, Allah berfirman, Rasul bersabda,
Nabi Isa memberi nasihat, Krishna demikian,
Buddha dan Confucius, guru dan orang tua.
Mereka, kolam yang tak pernah kering, selalu
langit samawi mengirimkan hujan bersama
takarannya. Rahmat pada naratif sebuah doa.

Honiara
4 Oktober 2012

 

26. Mendengar Nasihat

 

Suatu kehormatan ketika terpanggil memberi nasihat
sekarang duduk mendengar kata-kata nasihat telah
terbang di angin lalu. Tapi, mendengar nasihat supaya
dapat dipindahkan kepada jenerasi ke jenerasi lain.
Memberi nasihat  perlu selalu, bukan setahun sekali.
Sampai dunia meletop, kita tak akan rugi duduk 
mendengar nasihat. Nasihat dari ayah kepada anak.
Dari professor kepada mahasiswa, nasihat menteri
kepada rakyat, rakyat kepada menteri. Nasihat
yang datang dari langit, kepada hamba yang beriman.
Nasihat Rasul kepada ummah, nasihat ibu kepada
anak. nasihat orang tua sampai ke tua. Yang tak
ingin mendengar nasihat, mereka, golongan angkuh.
mereka tak ingin mendengar tapi mau didengar.
Tak mempedulikan nasihat, bukan tradisi dan adat
Melayu, bukan tradisi dan adat pribumi. Nasihat
tak ada sempadan. Tak ada ras atau memandang
warna kulit. Jangan memandang dari siapa menerima
nasihat. Nasihat datangnya dari jiwa yang bersih,
merendah dan terus-menerus. Negara membangun,
rakyatnya suka mendengar nasihat. Ketika mendengar
nasihat mata mereka berair dan insaf. Untung pada
mereka ada yang masih suka memberi nasihat. Tiada
dalam hidup ini, sejak lahir, tanpa nasihat. Oleh itu,
ketika ada orang iongin memberi nasihat, duduklah
dan mendengar Bayangkan, kalau orang tak mendengar
nasihat lagi.

Honiara
3 Oktober 2012

 

27. Paduka Mat Salleh Dan Lima Puluh Tahun, Merdeka!*(UB)(ASP)

 

Aku melihatmu, duduk merenung jauh
Paduka Mat Salleh tenang, sekalipun
dalam dirinya, gelisah menunggu esok.
Kerana esok membawa berita masa akan
datang. Di sini, pembelaan terhadap
bangsa telah mula. Tiap gerak langkah
kakinya, adalah hari-hari penentuan dan
sejarah bangsa pribumi. Di telapak kakimu,
kau dirikan kubu, kukuh dan hebat.
Wira-wiramu telah siap-siaga dijadikan
korban demi esok, dijanjikan. Umumkan.
Datanglah perintah. Kerana aku mengenangmu,
Paduka Mat Salleh. Keputusanmu berperang
adalah wajar. Kubaca, tipu muslihat musuh.
Pembelasahan massa, bangsa Moro di
tangan Leonard Wood. Aku mengingati
mereka. Kekejaman dan kekerasan tetap
kekejaman dan kekerasan tak akan bisa
dihilangkan dari sejarah. Aku melihatmu,
bagaimana kau beraksi di Lautan Pasifik,
Atlantis, Lautan Hindi dan Laut China Selatan.
Bagaimana kapal-kapalmu mundar-mandir
mencipta malam panjang di daerah-daerah
pribumi, mencolek mereka di siang benderang!
Di tanah asing burung-burung hitam merindukan
tanah leluhur sampai nafas penghabisan. Dan
martabat dirimu direndahkan. Hilang tradisi dan
hilang adat di tanah asing, mengakhiri hidupmu
di banjaran pergunungan salji, jauh dari kampung
halaman, tiada jalan pulang. Terperangkap. Mereka
dikerah menjadi budak dan buruh paksa di ladang-
ladang tebu, di Queensland. Paduka Mat Salleh, malam
ini, aku mengenangkanmu dan mengenangkan
kemerdekaan bangsa dan lahirnya sebuah negara.
Bangsa pribumi, bangsa Melayu dan negara Malaysia
lima puluh tahun, merdeka. Atas kesedaran bangsa,
namamu dikenangkan. Dari timur ke barat halaman
sejarah telah tercatat, kemampuan dan kedaulatanmu
sebagai bangsa merdeka, bangsa pribumi, bangsa
Melayu. Kita tak pernah dikalahkan menghadapi
penjajah bangsa. Tiap generasi jatuh bangunnya
di atas pundak sejarah lalu. Sejarah telah
mendewasakan bangsa dan sejarah mendewasakan 
negara Malaysia. Aku mengenangkanmu
Paduka Mat Salleh, kau mengenal permainan
penjajah. Mereka pandai menyedapkan rasa
dan melunturkan semangat perjuangmu.
Perjanjian dibuat untuk mengabui matamu
dan menderamu. Akhirnya kau ditumpaskan.
Paduka Mat Sallleh, ketika martabat bangsa
jatuh ditendang ke dalam longkang dan
membunuh semangat perjuanganmu,
di situ, kau, hadir dan membalas balik
gertak dan tipu muslihat penjajah bangsa.
Kebangkitanmu, Paduka Mat Salleh telah
mengangkat martabat bangsa pribumi ini,
bangkit melawan ketidak-adilan, kemalaratan
pemerasan, menjatuhkan martabat, adat
dan tradisi bangsa pribumi di depan mata.
Memang celaka, kalau satu bangsa membiarkan
martabat dirinya terinjak, memusnahkan
masa depan sebuah bangsa bermaruah dan
berakal budi, penuh dengan adat-adat sopan
santun. Di malam terakhir itu, aku dapat
merasakan diammu. Malam penuh doa-doa
darimu dan panglimamu, Paduka Mat Salleh.
Sampai akhir, jiwamu tak pernah dikalahkan,
dan kau tak berganjak atau mundur ke belakang.
Tiap langkah kau perhitungkan. Sekiranya
nanti kemenangan di pihakmu, itu adalah hadiah
dari langit. Tetapi sekiranya kau tumpas, perjuangan
tak akan berhenti di sini. Perjuangan bangsa akan
terus sehingga negara berdaulat ini merdeka
dan bebas dari penjajah bangsa. Oleh itu langkahmu
telah kau perhitungkan. Tiada bangsa yang menyerah
tanpa perlawanan sampai ke akhirnya. Aku mengenangmu
dalam doa pada Tuhan Rabiul Alamen. Malam terakhir,
langit diam sampai ke fajar. Sejarah akan tercipta
pada esok. Pertempuran bangsa pribumi melawan
penjajah bangsa. Aku melihatmu, Paduka Mat Salleh,
bagaimana, suasana di kubumu. Bagaimana kalian
menjalani malam-malam terakhir kalian di kubumu.
Doa yang dipanjatkan pada kali terakhir. Lalu siang
pun tiba, sunyi dan senyap di kubumu. Lalu suaramu,
Paduka bagai halilintar membelah langit, kau berseru
"Hidup, hidup, hidup Wahai bangsa berdaulat. Bangsa
Pribumi dan bangsa Melayu." Aku melihat pada langit
biru terhimpunnya huruf-huruf menjadi kalimat, tajam
seperti tombak, turun dalam ribuan panah api, ke arah
penjajah bangsa. Pertempuran pun berlaku. Para panglima
menerpa ke depan tanpa takut, melumpuhkan kemaraan
musuh, dan merabunkan mata mereka. Satu demi satu
mereka gugur. Aku merasa Paduka, kocak darahmu
mengalir dalam tubuh ini. Aku mengenangmu,
pertempuran siang terakhir. Hari ini 50 tahun, negeriku,
Sabah dalam Malaysia, rahmat dan kurnia Allah.
Hidup bangsaku yang berdaulat. Bernyanyilah puisiku
dari sukma yang mengalir dari kalimat tulus dan
kata-katanya terungkap dari kejujuran mimpi
anak bangsa dalam mengenangmu, Paduka Mat Salleh.
Dari masa silam penjajah selalu menjadi kita umpan
dalam dasar "pecah dan pimpin." Ketika bangsa
pribumi didiamkan, kau berdiri. Ketika kau telah
dicurigai, mereka memanggilmu berunding dan
berjanji manis. Ketika kau berhenti berunding
mereka memanggilmu, pemberontak harus dihapuskan.
Malam, 50 tahun, kami telah menjadi bangsa,
negara berdaulat, kami kenangkanmu sebagai anak
bangsa yang pernah bangkit dan menentang
ketidak-adilan, pemerasan, kemiskinan dan
kemalaratan anak bangsa pribumi di tanah airmu.
Malam ini, Aku melihat kebenaran dan kenyataan
sejarah. Sejarah tercipta, dalam semangat bangsa,
ke arah kesatuan yang satu, persaudaraan dari
pengorbanan anak bangsa sebelum hingga hari ini.
Aku mengenangkanmu, pengorbananmu,
Paduka Mat Salleh, pengorbanan yang tak akan
dilupakan. Pengorbanan anak watan, anak pribumi
menentang penjajah bangsa. Malam ini,
Kami mengenangkanmu, Paduka Mat Salleh,
dan para panglimamu. Namamu hadir dalam
impian dan mimpi, mimpi anak bangsa
pribumi bukan hanya di malam 50 tahun ini,
malam ini tapi, dalam ribuan tahun mendatang.

Honiara
2 September 2012
*Tersiar Di Utusan Borneo, hari minggu, 21 Oktober 2012
*Puisi ini dalam antologi bersama, Sabahuddin Senin dan Awang Karim Kadir, dalam antologi "Suara Penyair", terbitan Pro Saba-F, 2012
*Antologi Kemerdekaan

 

28.  Amanat Kepada Generasi Muda

 

Kalau pun mereka tak peduli jati diri
tak mengapa, dalam diam kita bekerja.
Ini bukan ayat perintah, mengingatkan
dan melakukan dalam satu perjuangan
harus diperah. Berhenti bererti kalah.
Generasi muda, angkat dagumu, suara-
suaramu harus didengar. Biar lantang
tapi sopan dan bernada. Aku ingin kau
melukis rembulan, cakerawala dan orbit
dalam sulaman kata-kata, lahir dalam
bait-bait puisi. Air mengalir menjadi
air terjun itu sukmamu dan fikiranmu.
Aku memberikanmu kalam ini dan
sumbermu alam jagat, perigi inspirasi
yang tak pernah tohor. Aku ingin kau
berdiri di atas pentas tanpa merasa
kalah sebelum berbuat. Di bawah
cahaya lampu, kau membaca puisi,
fikiranmu melayang-layang dan
singgah di sukma mereka. Tiap kata-
ketulusan mewakili generasimu.
Kebijaksaanmu  berkata-kata, menjadi
tradisimu turun-temurun. Berbicaralah
dan luahkan cita-rasamu, tiada yang
ingin kau sembunyikan dalam sukma.
Kemiskinan berfikir dan berkarya
melumpuhkan kemampuanmu,
lalu keterbatasanmu menjauhkanmu
dari persaingan dan jati diri. Aku tak
akan berhenti datang sebagai gerimis,
atau desir angin yang membisik ke
telingamu, tidak terlalu keras dan
tak terlalu lantang. Generasi muda,
tampilah ke depan, suaramu adalah
hakmu, tiap fikiranmu itu lahir dari
jiwa yang terang. Aku menulis kepada
mu dengan bahasa yang mudah dan
terang kerana aku tak ingin kau melarat
dalam rimbamu sendiri. Kasar dalam
pengucapan dan kurang beradap dalam
berbual apa lagi bertindak. Baca dan
melangkah, usah takut,kerana di dalam
puisi-puisi deklamasimu ada suara hati
dan fikiranmu yang perkasa. Suatu
hari aku ingin melihat puisimu melayang
dari dahan ke dahan di alam sejagat.

Kota kinabalu
9 November 2012

*Antologi Suara Penyair, 2012.  

29. Tragedi Kalabakan, 28 Disember, 1963

 

Tiga bulan ketika rembulan penuh
di langitmu, kami terpanggil menyambut
kemerdekaan bangsa. Kau menyanyikan
lagu dari sukmamu, berkumandang di
rimba jati, Negaraku, salam ketulusan,
semangat bangsa tumbuh, satu lambang
satu bendera berkibar, impian masa depan.
Banjaran Crocker, Maliau Basin dan Kalabakan,
adalah keindahan negerimu tercinta.
Sungai yang mengalir bagaikan urat
nadi ke seluruh tubuh. Sabah, kau
hidup dalam mimpi-mimpi. Tiap
malam kau adalah bintang di langit
gemerlapan untuk ribuan tahun mendatang.
Tiap gerak di bumi dan langitmu
adalah inspirasi yang tak pernah
tandus. Flora fauna dan haiwan, kekayaan
dari negeri gemilang. Kita menyedut
dari udara murni, kepulauanmu adalah
mutiara yang bertebaran di lautmu.
Dari Pulau Matanani, ke Sampang
Mengayau terus ke sungai Kinabatangan
dan Lembah Danum, anugerah Tuhan,
sentuhan-Mu, tiada di bumi Sabah yang
bukan sapaan kasih-sayang-Mu. Tak salah
kalau aku mengatakan Tuhan pernah
turun bersama kami dan masih mengebal
dalam sukma. Kelabakan dikenang
namamu kerana kau terlalu dekat.
Pengorbananmu akan menurun dari
kami kepadamu, ke jenerasi muda.
Dan Sabah tanah lelohormu dalam
sejarah bangsa Malaysia. 28 Disember,
1963, ketika anak bangsa bangkit
menjadi bangsa dan negara, kau teruji.
Tapi kau mampu menegakkan jalur-
jalur merah dan putih, bendera yang
satu, Malaysia, bumi anak watan.
Di sini kami berkumpul dan berdoa,
mengingatimu, pengorbanan, tanahmu
masih merah. Kau tak akan kami lupakan.

Kota Kinabalu
1 Januari 2013

*30. Merdeka

 

Menghirup udara merdeka

kemajuan dan modernisasi
mimpi-mimpi dan inspirasi
kota dan bandar baru diberi nama.

Dalam dakapan merdeka
bukankah ini anugerah gemilang
pengangkatan martabat
sari madu dari perjuangan.

Makna kemerdekaan
membebaskan diri
dari lingkaran syirik
dan firaun-firaun angkuh.

Tertib itu adalah
kemenangan rohani
disulam hikmah berfikir
kemerdekaan ummah.

Deklarasi kemerdekaan
amalan bersih dan pengorbanan
doa-doa yang khalis
mengalir dari rasa tawajuh.

Honiara
11 Oktober 2011

*31. Malaysia

 

Malaysia Merdeka
doa terkabul
kedaulatan dan pembangunan
kemakmuran dan keadilan
anugerah Allah, bangsa merdeka.

Malaysia  Jaya
hidup berbangsa
berpijak di bumi demokrasi
pembahagian yang adil.

Malaysia Jaya
masa depanmu pada
generasi muda.

Malaysia Jaya
kegemilangan ummah
inspirasi pemimpin
bumi makmur.

Malaysia, rimbunan hijau
rimba jati menambat hati

Malaysia Jaya
semangat bersaing meraih
bintang kecermelangan.

Malaysia Jaya,
martabat dan jati diri
hidup berjiran danberbangsa,
 rahmat berdaulat sepanjang zaman
rahmat alam sejagat.

Malaysia Jaya

singkirkan ranjau ketololan
tahyul dan kebiadapan
sengketa dan pemberontakan.

Kita telah diajarkan
bermusyawarah dan muafakat,
tolak ansur dan bersikap adil

Malaysia Jaya
inspirasi sezaman
pembauran rohani
kemajuan abadi.
Inspirasimu melangkau
samawi dan
empat penjuru bumi.

Kemerdekaan bangsa
anugerah Illahi
doa-doa pejuang terkabul
rahmat sepanjang zaman
keamanan dan kemakmuran
perlindung  hak asasi
lembah hijau menawan
kedamaian laut
dan langit baru.

Ya Rabbi, abdilah Malaysia Jaya
dalam rahmat dan kurniaMu.

Honiara
10 Oktober 2011

 

*32. Aman Dan Harmoni

 

Permainan apakah ini ketika aku datang padamu

melangkahi sempadanmu dan beramah-tamah

lalu di ruang sederhana ini kami berzikirullah

tanpa mengganggu dan melanggar adat tradisimu.

 

Mengapa kau menjadi amarah dan berpaling

di bawah langit damai di tanah peribumimu

kita meletakkan harapan persaudaraan sejagat

kekerasan itu bukan pilihan kita bersama.

 

Kita akur menolak kekejaman dan kebiadapan

kelangsungan hidup yang aman dan harmoni

kau dan aku bisa berunding tanpa kegilaan

ruang ini ada hak Tuhan dan ada hak manusia.

 

Ketika kau melangkah sempadan dan masuk

aku tak akan memaksamu dan melarangmu

pintu masuk dan keluar senantiasa terbuka

tiada yang merasa dipinggirkan atau dikhianat.

 

*33.  Sabah (Kepada Pemimpin)(terbit)

 

Di tanah firasat khabar gembira itu telah sampai

anugerah Tuhan yang mengumpul

bulan dan bintang-bintang di malam penantian

banjaranmu menjulang ke pusar samawi

di sini kau menemukan lubuk

pulau-pulaumu bagai mata rantai mutiara

di leher gadis pribumi.

 

Pantai dan laut bercantum

seperti dekur nafas ketika lena.

Di rimba jatimu banyak rahsia

mitos dan legenda terhimpun jadi kekuatan.

Flora dan fauna subur dalam iklimmu

air terjun kelangsungan dari samawi.

 

Di lautmu bulan berendam

cahaya langit bersentuhan

tiap sukma mendambakan.

Burung-burung terbang

menghias langit bumimu.

Inilah kedamaian dan amanat

pada seorang pejuang.

 

Dari lafaz nafasmu lahir

nazam indah dari lidah kebenaran

membangkitkan semangat juang

Sekali lagi kau terpanggil di malam purnama

burung-burung  yang  pulang

membawa pesan-pesan damai dan kemenangan.

 

Kami tak ingin tertinggal,

kami pun tak ingin mundur

 

melangkah ke depan dalam gelora kemajuan

samudera sejarah.

 

Kemerdekaan adalah kedamaian abadi dan

daya tahan Negara bangsa

dan sejarahmu tak hilang dalam peredaran

waktu.

Kerana di tanah ini damai

kami akan bersama sampai garis penamat.

 

Kota Kinabalu

2017

*diterbitkan dalam antologi puisi Kepimpinan Musa Aman dalam Puisi diselenggarakan oleh Jasni Matlani, Sitti Rahma 2017

 

34. Penceroboh Lahad Datu Dan Semporna

 

Dalam senyap kau telah masuk menyisip ke dalam

gelombang di malam hari menelur sengketa. Mereka

turun bagai komet, calar-calar di langit impian.

Lumpur di kasut dari kepulauan yang menyimpan

kegelisahan ratusan tahun lekang di pantai pasir

desa Tandou yang khayal dalam mimpi yang tak

akan menetas. Ketibaan telah mengganggu penyu

yang sedang bertelur. Rembulan terkurung. Ombak

laut meminggir, pulang sepantas kilat laut Taganak.

 

Ketenangan Lahad Datu dan Semporna seperti

tersiram air mendidih di siang benderang. Mereka

datang berslogan perang. Dari mulut dan nafasnya

api gunung belerang. Kata-kata kekerasan tak akan

dapat menakluki sejengkal tanah hijau di lembah dan

pesisir. Langkahmu terseliuh baru turun dari laut ke

daratan. Nafasmu pendek, larimu pun tak seberapa.

Mengapa?  Membiarkan segelincir orang hempas

impianmu.

 

Ketika kau memasuki ketenangan langit dan bumi

aku tak menyangka kau datang sebagai musuh.

Kedamaian tanah ini telah terganggu buat kali

pertama dalam waktu yang panjang. Langit bertukar

menjadi gelap dan kau melepaskan raksasa ke medan

perang. Gegap gempita, kau mainkan lagu perang,

kegilaaan Rawana tak dapat ditahan. Bagaikan

pintu neraka terbuka. Drama pun mula. Kau tak

ikut peraturan perang, semua jalan halal demi

janji-janji kemenangan yang tak mungkin. Tapi

masih kau bersikeras, mengerah balatenteramu,

mengeruhkan jalan damai dan persaudaraan Ummah.

 

Kau merosakkan mimpimu dan mempergok impianmu

ke longkang yang berbau. Dan menjolok mentari

dan menconteng wajahmu dengan kegelapan. Sekarang

kau tak dapat melihat rembulan dan udara di tempat

kau berpijak menjadi tipis dan rongga dadamu tersendat.

Tak dapat aku membayangkan kau datang bukan

sebagai tamu, tapi membawa grenade dan senjata.

Mengapa mengorbankan diri pada satu tujuan yang tak

jelas dengan retorika yang basi. Tidakkah kau kesal

dan sedar membunuh dan menganiaya mayat-mayat

lawan adalah  'Crime against Humanity.'

 

Dengarkan anak bangsa, bumi ini adalah

anugerah dari langit sampai qiyamat. Setiap

generasi akan memperlakukan tanah dan laut

leluhur ini dengan semangat bangsa, menjaga

dan melindunginya dengan semangat pengorbanan

dan jati diri. Keamanan dan ketenangan di tanah

kasih sayang ini adalah lambang sukma yang

tak akan terkalah dengan kekejaman, penganiayaan

dan perang. Kau, anak bangsa hari ini sampaikan salam

kami dari satu generasi ke satu generasi. Bumi pertiwi

ini tak akan kami lepaskan walau sejengkal pun.

Tumbang satu, seratus ribu akan siap siaga

maju ke medan juang.

 

Kota Kinabalu

3 April 2013

 

*35.  Ia Pun Dapat Dikalahkan Di Bumi Merdeka

 

Aku pulang membawa dalam jutaan naluri

bagaikan kau limau kasturi yang diperah

yang berlinggar dalam udara hadir dalam

mimpi di malam kerinduan.

 

Kau telah mengirim isyaratmu seperti

ikan paus yang berenang di lautan teduh

di khutub selatan dan aku menerima

rindu dan resahmu di satu pojok dunia.

 

Telah kusiapkan dataran hijau rumput muda

di  lembah Long Pa Sia buatmu Gazelku,

Tiada yang akan menyakitimu, selain

pemburu bermata saga, sukmanya telah

mati dalam hidup, ia dapat dikalahkan.

 

Kau adalah hadiah dari Tuhan

melindungimu adalah perjuang

tipu helah Rawana hanggus dalam

legendamu sendiri. Dan bumi tak

akan merelakan benih kejahatan

tumbuh dalam selubung malam

aku akan mencabut sampai ke akar.

 

Pulau Pinang

13 Mei 2013

 

*36. Menunggu Datangnya Masa itu (terbit)

 

Langit telah memberikan tanda

Siang membangunkan musafir

Kumpulan karavan mulai bergerak

Menuju ke tanah kemenangan.

 

Ini adalah amanat dari

Suara-suara yang terkumpul

Di bumi khatulistiwa

tiap hati menyerah dan itaat.

 

Di sini kau mencari kedamaian

Dan menemukan di lembah hijau

Tak ada rahsia kau telah melihat

Purnama yang turun di ribamu.

 

Kepadamu, doa-doa mengalir

Dari hening malam tahajjud

Kemakmuran bumi gemilang

Kepimpinan yang jaya.

 

Hari ini, kemenangan itu adalah

Isyarat yang digenapkan

Tiap pintu terbuka dengan kasih

Salam damai, penyempurnaan yang tersirat.

 

Nilai

2017

*disiarkan dalam antologi Kepimpinan Musa Aman dalam puisi diselenggarakan oleh Jasni Matlani, Sitti Rahmah 2017

 

37. Kembali Ke Meja Kedamaian

 

Aku menanyakan kepadamu di siang benderang

aduhai saudaraku, mengapa kau mencipta langit

sirkah di dalam sukmamu. Lalu  membuka pintu

kepada kegelapan pekat bersemayam di nadimu.

 

Tidak kau lihat, wahai saudaraku, pada langit

sejagat dan lantai bumi, mengapung dan di-

terbangkan angin, kegemilangan silammu

luntur dimakan waktu, bangunan yang indah itu

kini bersarang tenang lebah-lebah.

 

Di dalam kolam berlumpur ini kita rimas dan

tercunggap-cunggap menyedut udara. Sukmamu

terpanah di siang hari. Kaki dan tanganmu

terbelenggu dan suaramu tersekat di kerongkong.

 

Ketika tengah malam kau menangis, memikirkan

saudaramu yang hilang di zaman gerhana. Dalam

doa kau memanggil namanya.

 

Mari pulang! Kita adalah serumpun,

dari ummatan wahidah.

 

Sayangsiapapun yang menjanjikan rembulan

di pundakmusebenarnya bayangan dan siasah

di malam panjang.


Kembalilah ke meja perundingan dan suaramu

menjadi merpati putih dan mempunyai bulu

kepak yang lebat dan sayapmu kuat mengharung

pusar angin ketika kau melayang ke alam jagat.

 

Kota Kinabalu

3 March 2013

 

38. Menatang Mata Musuh Berdepan

 

Aku melihatmu tiada cinta dan kasih sayang

sinar mata penuh dengan kebencian dan dendam

Demi Tuhan kau tak akan berjaya dalam siasahmu

di malam gelap. Tiap langkah dan gerakmu, aku

tiada melihat wujudnya Tuhan dalam dirimu

apa lagi mengangkat martabat manusia 

Kejahatanmu telah melampau, kau membunuh

dan mencincang dan memotong mayat

jangan sekali kau merasa sastria dan angkuh

sedikit pun tidak akan merubah keadaan

kau penceroboh dan kami, wira berjuang

demi bangsa dan negara tercinta.

 

Aku melihat sejarah bangsa maju ke depan

kegemilangan kami kerana kami sedar

Tuhan melihat perbuatan dan tingkah kami.

Keadilan dan kebenaran itu adalah sumber

kedamaian sukma. Selamanya tak akan

padam. Jangan sekali-kali cuba menakutkan

kami. Kezaliman dan penderaan mayat para

syahid itu tak akan hati kami terbuyuk dan

tunduk kepadamu. Malah kami akan berderap

ke depan tanpa dipanggil, melindungi

kemerdekaan dan martabat bangsa bermaruah.

 

Ini adalah hak kami yang tak boleh dijual beli

kami akan mempertahankan dari satu generasi

ke generasi akan datang. Kau tak akan dapat

menandingi semangat besi baja dan pengorbanan

anak bangsa sampai ke nafas penghabisan.

Tumbang satu, seratus siap ke medan. Akhirnya

kau akan mati akal dan terpuruk dalam ketololan

dan kebodohanmu sendiri.

 

Waktumu telah habis dan kesabaran kami telah

tipis. Kau akan melihat dengan kepalamu sendiri

samudera lautan akan bergolak mendekatimu,

halilintar dari langit akan memanah tepat ke

jantungmu dan kau terbakar hanggus, di tanah

pribumi ini, hutan jati, Kinabalu, banjaran Crocker

dan sungai akan mengepungmu dan menghirup

nafasmu sampai habis.

 

Kami adalah pemuda bangsa, jangan kau melampau

dan melangkahi sempadan bumi anak bangsa ini,

kalau kau cinta pada kedamaian dan manusia sejagat.

Ketahyulan dan langkah sumbangmu tak akan

membawamu jauh. Kau akan menyesal dan menderita

sepanjang kurun. Hidup anak bangsaku, bangsa Malaysia

merdeka.

 

Kota Kinabalu

13 March 2013

 

39. Catatan Nusantara

 

Nusantara dipanggil namamu

kalau kau langit, adalah langit

yang mengirimkan hujan semi

tanglung-tanglung indah yang

tergantung di cakerawala, impian

para pelaut dan kekasih yang rindu.

 

Nusantara, lautmu selalu tenang

pulau-pulaumu yang tumbuh di

dadamu melambai dan memanggilmu

dalam impian sang nahkoda lalu tumbuh

sebagai bunga Carol.

 

Nusantara, sukmamu senantiasa

hidup dan aroma lautan dan bumimu

selalu menjadi inspirasi berzaman.

 

Kota Kinabalu

12 March 2013

 

40. Menafsir Sejarah Sendiri

 

Ia pun mulai menafsirkan sejarah
begitu yakin hingga pendengar tak
akan membantah bual dirinya.

Tiap orang memiliki rahsia hidupnya
yang zahir dan yang tersembunyi
ia adalah sejarah dari kehidupannya.

Kekeliruan menuntut sejarah
curiga dan wasangka menjadi
bibit peperangan dan dendam
darah turun-temurun.

Melunturkan sejarah
menghilangkan saksi kebenaran
mencipta kebohongan dan tuntutan.

Sejarahmu dan sejarah kami
tidak akan terkandung semua
yang nyata tetap kebenaran
yang tak boleh dijual beli.

Merampas kebenaran lalu
meminggirkan hak dan suara
kebanyakan dari inspirasi
kemerdekaan, tidak, samsekali
tidak akan dapat dipaksakan
apa lagi memaksa malam panjang
dengan bersenjatakan kekerasan.

Sejarah yang abadi
akan selalu memberikan peringatan
kepada jenerasi mendatang
dan bangsa.

Ketika kau bersikeras
membenarkan sejarah tentang dirimu
aku membalasmu dengan adab
ternyata kau salah dan keliru.

Di sini sudah ada sejarah
tanah pribumi ini dan sejarahnya
di tangan kami sendiri dan
bukan di tangan mu.

Kota Kinabalu
16 March 2013

 

 41. Lindungi Tanah Kasih Sayang ini

 

Kau mendengar lagu hujan

isyarat langit tersingkap

iramanya kuat di bumi merdeka

kedamaian jiwa tawajuh.

 

Api bergerak dalam kanca malam

pepohonan hijau di lereng bukit

menjadi debu bertebaran.

 

Bau hanggus dan bara api

dalam udara

tapi langit pun

belum puas menurunkan

hujan sampai di halaman.

 

Tidurlah, walau sedikit

resahmu mungkin dapat

diredahkan. Agar siangmu

tak terkurung dalam berita

sayat dan mengerikan.

 

Ada orang tak berhenti

menabur benih dendam

di sepanjang jalan. Di waktu

malam ada pula menanam

ranjau nibung dan berharap

mangsanya tercedera maut.

 

Apa yang terjadi pada

masa silam, agar dibawa

hujan ke laut tenang.

Benih dendam kesumat

tak akan menetas. Dan reput

pulang ke tanah.

 

Lindungi tanah kasih sayang ini

sempadanmu yang baik.

 

Kota Kinabalu

13 March 2013

 

42. Kalau Bukan Kita Siapa

 

Pernah dan selalu didengar kata-kata ini

pembangkit semangat atau mengajakmu

mendengar pasif dan membalas perbualan.

 

Begitu banyak panggilan dan ajakan

lalu menjadi kata-kata seruan dan semboyan

di pinggir jalan atau di majlis rasmi

nama dan sukmamu terpanggil.

 

Ketika bangsa tergerak rongga nafasnya

pun melebar dan menandakan bayangan besok

tapi, halaman sejarah telah tercipta

kejutan-kejutan itu telah dalam pelbagai warna.

 

Bumi ini menyimpan rahsiamu

sampai ke akhirnya dan dipersadamu

hamparan bunga dan catatan ingatanmu

peringatan.

 

Kepada orang kecil yang namamu

tak disebutkan juga terkandung dalam

doa. Dan kami akan memperingatimu

kerana kau memang dekat di dalam sukma.

 

Kota Kinabalu

23 March 2013

 

43. Buat Penyair

 

Mari penyairku, turun sebentar dari puncak Kinabalu

di sini, kita berkumpul, melafazkan nazam dan suara yang

tersirat dalam sukma.

 

Kata-kata ini bukan jampi sarana atau mantera

 

Telah kulepaskan kata-kata ke langit berkepak

lalu turun menjadi panah-panah tajam mengena

sasaran.

 

Kata-kata ini adalah barisan perisai di pesisir

pantai, langit dan belantaramu.

 

Kau telah memalu genderang perang, suka riamu

tak akan panjang.

 

Kata-kata ini,  kalau ia di hutan jati menjadi

harimau, jauh ke dalam laut jadi ikan paus, 

yang menenggelamkan kapalmu di perairanmu sendiri

melambung ke langit jadi helang siap menerkam

mangsanya. Ketika kita bertantangan mata, jadi sembilu 

tajam tanpa ampun.

 

Tapi di sepanjang waktu ia adalah kata-kata

kasih sayang yang tak akan melukakan dirimu.

 

Kota Kinabalu

19 March 2013

 

44. Kesatuan Ummah

 

Aku mendengar deru taufan angin

seperti gema gelombang lautan

jeritnya terasa di pelosok pedalaman

sampai ke pulau-pulau yang jauh.

 

Ada menghias langit dengan lampu neon

menconteng rembulan di kanvas malam

aku tak akan dapat membayangkan

Kedamaian sukmamu akan terubat.

 

Ribut telah melanda tanah ini

seribu kemungkinan kau sendiri tak

dapat menjawab apalagi menguasai

hutan hanggus dan kabus jerebu.

 

Keadilan adalah amanat perjuangan

tak akan membenarkan kezaliman

Kerana kebenaran ini akan dilindungi

Tangan samawi dan inayat-Nya.

 

Seperti serangga menyerbu mangsa

kau tak akan dapat menghalang

meruntuhkan langit kedamaian ini

yang tak mungkin, memungkinkan.

 

Aku yakin kemerdekaan ini

hadiah samawi kesatuan ummah

kepatuhan dan pengorbanan Ismail

jawaban dari mimpi yang benar.

 

45. Firasat merdeka (Merdeka)

 

Gerhana telah muncul

menyempurnakan isyarat

seribu tahun penantian

langit tak mudah menyerah

dari masa silam suaramu

tetap kasih-sayang.

 

Kau tak akan berubah

menukar warna kulit

memang alam ini pun

ada keindahan menawan.

 

Musim gempa

di pergunungan

maut berjatuhan

tapi, kau terus mendaki.

di garis penamat

hanya dirimu

hanya dirimu.

 

Kau memilih kedamaian

ini bukan tanda kelemahan

dan bukan pula kekalahan.

 

Kau tak pernah

memilih kekerasan

apa lagi kezaliman

dalam kedamaian

ada muafakat.

 

Tiap perjuangan itu

adalah pengorbanan

dan kerana perjuangan

kau pun merdeka.

 

46. Kemurahan Bangsaku

 

Kemurahan Bangsaku,

ketika bom jatuh di tanah Palestine

sukmanya tersentuh parah.

 

Ketika masjid dan menara

ranap tinggal puing

kau bersedih dan makan tak lalu.

 

Berhari-hari air matamu

mengalir dan tak berhenti

kau menangis sendiri

sambil bolak-balik surat khabar.

 

Dalam perbualan

bila menyebut keganasan

Zionis

kemarahanmu tak dapat dibendung.

 

Sukmamu bagai tersayat-sayat

menatap foto-foto bayi dan

wanita terkorban mangsa tentera

dan kapal terbang Israel.

 

Kau melihat tak ada petanda hujan

akan turun

ketika malam, bulan seperti air batu

tak membawa perubahan musim.

 

Keadilan telah hangus

seakan tak ada dapat menyelamatkan

Kedamaian

mimpi manis yang tak menetas.

 

Kemurahan Bangsaku,

tak akan bertukar warna dan  pacak

tak akan bergendang mengikut rentakmu.

 

Wahai Adekku Sayang,

Di lapangan hidup ini  tiap orang

ada peluang untuk meraih kejayaan

tapi, kau harus siap bertungkus-lumus

tiap perjuangan mesti ada pengorbanan.

 

Tiap usaha atau apa saja kita lakukan

harus dimulai dengan membaca doa

kerana doa mendorong dan membulatkan tekad

membawa kita ke tangga kejayaan cemerlang.

 

Jangan sekali berputus asa

apa lagi patah semangat

kerana  dalam mengejar cita-cita

jiwa kita selalu tabah dan sabar.

 

Dalam kita berlumba-lumba

meraih kemenangan diingatkan

tak ada jalan pendek atau memintas

usaha dilakukan dengan azam dan displin.

 

*47. Azam Dan Tekad

 

Wahai adek,

langit siang terhampar

malam

bulan purnama

telah sempurna

ishla  diri bangsa merdeka.

 

Biar mimpi setinggi gunung

seluas langit biru dan sedalam lautan

melangkah dalam kurnia-Nya

berpijak pada bumi kebenaran.

 

Pasti kau berjaya

meraih samawi

pasti kau mencapai

puncak tawajuh dan

bulan khalis.

 

Nilai

Ogos 2017

 

*48. Kau Kehilangan Bumi Dan Langit

 

Lupakah masa silammu

mencari tiang bersandar

gempa di bumi selatan.

 

Kezaliman telah

sejarah hitam

menghendap dalam mimpi

penderaan silam

datang

kurun berkurun kau

seperti binatang buruan.

 

Ketika di puncak bukit

api dendam membakar

hutan nuraini sepi.

Igau Nimrod telah

membawa celaka.

 

Malam panjang

ia kehilangan

bumi berpijak dan langit.

 

Nilai

2017

 

*49. Melangkahi Petala Langit  Dan Tanah Peribumi

 

Sekarang langkahmu menyeberangi

Sempadan sampai ke bintang  kejora.

 angin gelora berkelana .

 

Suaramu mengirimkan harapan

Dalam cantuman kata ada perintah

Dan kebenaran sebuah firasat.

Tiap pertemuan memberikan isyarat

Di bawah langit khalis

Dan doa-doa tawajuh.

 

Kita pewaris perabadan bangsa

Kemerdekaan ini adalah satu kurnia

Dan kedamaian bulan purnama

Pada ketenangan lautan di tengah malam

Ada kebenaran yang terungkap

Kemenangan yang dijanjikan.

.

*50. Tanah Leluhur

 

Kau tak ingin kembali pada masa silam

ia makin kecil dalam jangkauan

berdiri di muara Sungai Kinabatangan

memandang kota kelahiran, Sandakan

lalu melepaskanmu tenang.

 

Di mana air sungai dan laut bertemu

kalbumu mengirimkan getaran

air lubuk turun ke muara.

tali ini tak akan dilepaskan

berpijk di tanah khalis.

 

*51. Kau Bangsa Yang Tak Terkalahkan

 

Kau mendengar

antara pembual zaman

berkelakar

tentang bahasa

tentang bangsamu

terpukul kalah dalam

peredaran zaman.

 

Mitos legenda

sejarah perjuangan

kekuatan bumimu

ketahanan bangsa Melayu

tak pernah dikalahkan.

 

Mengapa kau masih tidur

mereka mengadu domba

kau bukan

komet berjatuhan

tak ada tanah

untuk berpijak.

 

Beritakan pada dunia

Bangsa Melayumu hidup

purnama di langit

dalam mimpi dan impian

bumi leluhurmu

anugerah samawi

terus dijagai dan dilindungi.

 

*10 Puisi dikirimkan pada 27 April 2015

 

52. Kemerdekaan Masih Dalam Doa-doamu

 

Kau sebenarnya menampal protes di dinding batinmu

turun ke jalanan di tengah keramaian

sudah lama kau berdiam diri dan berundur

langit kita lihat tak secerah dulu kini jerebu tebal tiap penjuru.

 

Jangan cepat menjatuhkan hukuman hanya mendengar

deru angin seperti ribut kehilangan kepala di persimpangan

kita percaya cerita dongeng dari membaca sejarah keliru

akhirnya menjerumus mangsanya pada kanca perang.

 

Jalan kembali terlalu membingungkan dan menyesat

banyak bertanya tak akan menjawab persoalan

hanya membuatmu berdalih dan tak ada keputusan

kedamaian kalbumu teruji dan  tak mengubah tindakanmu.

 

Akan datang seribu penyesalan telah pun terlambat

tindakanmu tak membawa erti  di lapangan

kau melihat sendiri akan berubah cepat dan berakhir

meskipun ia masih dalam kandungan doa-doamu.

 

*53. Doa-doa Kemerdekaan

 

Salam dan Zikirul-Allah

kemerdekaan pada tanah peribumi

menjadi gunung-gunung bertahan

jauh dari derhaka pada rimba raya.

 

Langit khatulistiwa isyarat sebuah kenyataan

sungaimu nadi hidup mengalir tak berhenti

doa-doa memakna kemerdekaan

kemenangan iktibar dan ishla pencinta.

 

Perjuangan sampai ke garis penamat

kemerdekaan  pada kesatuan ummah

memadamkan api amarah membakar

dari malam-malam durjana dan derhaka.

 

Menjelang malam kemerdekaan

kalimat-kalimat khilas terucap

yang tersirat menjadi kebenaran

keselamatan dan damai di puncak tawajuh.

 

Nilai

2017

 

*54. Maruah Bangsa Merdeka

 

 Sekali pun yang datang

angkara  mencipta taufan khayalan

selangkahpun tak berganjak menyerah

maruah bangsa merdeka tetap bulan purnama.

 

Kau tak bisa memalukan aku di khalayak

dalam majlis debat tujuan menjatuhkan

derhaka tak bertahan di tanah merdeka

 impian dan mimpi bangsa di langit tinggi.

 

Usah berkata kau melupakan ikrar kemerdekaan

kau tak membiarkan siasah  pada malam durjana

gema suaramu berkumandang di langit merdeka

kemenangan bangsamu berkibar di bumimu.

 

Mencipta bumi selamat dan damai

melahirkan inspirasi sepanjang kurun

malammu tak gundah mimpi-mimpi buruk

diciptakan siang hari di bawah langitmu.

 

Kota Kinabalu

2016

 

55. Kemerdekaan , Kemenangan Abadi

 

Kau yang lahir sebelum merdeka dan mereka yang lahir selepas merdeka

akan mengenangkan kemerdekaan ini adalah lambang kesatuan bangsa

mimpi kemerdekaan melepaskan diri dari belenggu penjajah dan petualang bangsa

kemerdekaan ini, kemenangan abadi dan perjuangan sampai kiamat.

 

Kau melafazkan ikrar dan menyanyikan lagu kemerdekaan

benderamu berkibar di langit damai dan di bumi merdeka

bangsa ini tak akan dikalahkan dan menyerah pada gelora ombak

tak juga taufan badai pada malam sengketa yang turun memusnahkan.

 

Kemerdekaan ini telah tumbuh berakar tunjang di dalam sukma

tiada siapa yang bisa mencabut atau menumbangkan inspirasi ini

ia mengalir dalam darah jantungmu sampai ke serambi halus

lalu terbang ke langit malam menjadi bintang-bintang gemilang.

 

Kemerdekaan ini bukan diciptakan atas cerita khayalan belaka

tapi perjuangan dan pengorbanan tokoh-tokoh sedar bangsanya

dan ia tak akan berhenti di sini kerana keagungan bangsa ini

akan terus dipelihara dan dilindungi dari generasi ke generasi.

 

56. Merdeka Di Bumimu

 

Kau dewasa di bumi leluhurmu

kemerdekaan bangsamu tak jauh dari tahun kelahiranmu

sayapmu telah tumbuh dan otot-ototnya telah kuat

mengharungi langit dan bumi merdeka.

 

Ketika kau menjerit merdeka dirimu telah melangkah jauh

meninggalkan rimba tahyul dan ketololan

kau bisa belayar dan menghadang lautan samudera

melawan ribut dan mengemudi kapalmu sampai ke pelabuhan.

 

Bila malam tiba kau tidur dan bisa bermimpi

tentang galaksi dan orbit baru dan kemahuanmu tanpa sempadan

mata sukmamu membaca isi bumimu dan angkasa raya

kalammu tak berhenti menulis dan menafsir kebesaran-Mu.

 

Kemerdekaan mendorongmu ke depan meninggalkan kegelapan

kau tak berhenti merapatkan kesatuan dan kemakmuran bangsa

memacu kudamu sampai ke garis penghabisan

merdeka bermakna membebaskan dirimu dari kemiskinan.

 

57. Kemerdekaan Ini Rakulan Kasih Dan Persaudaraan Kukuh

 

Kita tak sedar waktu telah mengalir turun ke lembah

yang kita tinggalkan di belakang menjadi halaman sejarah

dan mereka  menafsirkan sendiri peristiwa-peristiwa itu

lahirlah rembulan dan bintang-bintang bertahta.

 

Kau tak akan pernah menyerahkan kemerdekaan ini

di tangan-tangan petualang malam derhaka dan durjana

kemerdekaan ini adalah amanat dan warisan turun-temurun

bukan kepunyaan satu suku dan kaum tapi rakyat Malaysia.

 

Mengapa menaruh curiga pada kata dan tindakan

kesepakatan telah tumbuh dan berakar tunjang di bumimu

kita tak akan membiarkan laut dan pulaumu diceroboh

langit dan bumimu adalah lambang ketahanan bangsa.

 

Kemerdekaan ini rangkulan kasih dan persaudaraan kukuh

hak kita akan terpelihara dan tiada yang merasa dibawahkan

kita bergerak dalam satu kembara sama cita dan rasa

Kemerdekaan ini tak akan menjauhkan dan memisahkan kita.

 

58. Melangkah Dengan Sukma Merdeka

 

Kalau ada yang ingin menyembur jerebu di langit merdeka

kau tak akan duduk diam dan melihat tanpa memperingatkannya

ada yang ingin membina tembuk-tembuk besar dan tinggi

supaya kita senantiasa terpisah dan curiga antara satu sama lain.

 

Mari kita melangkah dan bahu-membahu dalam kembara merdeka

sesiapapun tak diketepikan menjelang hari kemerdekaan ini

Mengapa ada ingin menggelapkan matamu supaya tak dapat melihat

jauh di sudut hati ada tersembunyi bara api ingin menyala.

 

Di bumi merdeka kita bergelut cahaya ini tak akan dapat ditampan

kita melangkah dengan sukma merdeka penuh ghairah

amanat pengorbanan ini akan terus menjadi lambang perjuangan

Rimba Raya di tanah Peribumi dan lautan kepulauanmu selamat.

 

Kemerdekaan ini memperingatkan setengah abad telah berlalu

perjuanganmu masa lalu tak akan dilupakan dalam doa-doa

ketokohan dan jiwa bangsamu dkenang di malam kemerdekaan ini

kita tak akan berhenti di sini dan hanya melihatmu kehilangan arah.

 

59. Kesatuan Bangsa Merdeka

 

Kau tak ingin melihat gelombang melanda tanah peribumi

meratakan tanah dan air lumpur sampai ke dalam mimpimu

suara rimba raya bergema jauh ke dalam lembah gunung

di langitmu burung-burung mengembangkan kepaknya.

 

Kesatuan bangsa bukan suatu khayalan atau pidato retorika

benih yang tumbuh dari tanah gembur di bumi peribumi

akar tunjangnya menjalar dalam dan mencengkam kuat

tak akan mudah terbongkar dan tercabut untuk ribuan tahun.

 

Kemerdekaan ini hadiah dari samawi pada anak bangsa

airnya akan terus memenuhi perigi kemerdekaanmu

pada tamu yang meminumnya senantiasa jernih dan manis

sekali teguk terus meminumnya sampai dahagamu hilang.

 

Jangan sedikit pun titik  keraguan di dalam kalbumu

kesatuan bangsa adalah nadi yang menggerakkanmu ke depan

kita tak boleh berhenti hanya melihat purnama dari jauh

malam ini kau meraihi kemerdekaan dan mengecap nikmatnya.

 

60. Merdeka Jiwa Merdeka

 

Dalam Jiwa Merdeka ada ingatan kau pada rimba raya

gemuruh lautmu dari cemar dan petualang samudera

kerana terlalai hilang dalam tanganmu di depan matamu

ketika tersentak sedar ia telah pupus di tanah peribumi.

 

Kemerdekaan ini adalah rahmat turun-temurun

langit saksi, di tanganmu amanat telah diserahkan

kau tak akan sendiri ketika kau diterjah dan didorong

lalu mereka pula menumpahkan dawat ke langitmu.

 

Ketika kau telah melihat rimba rayamu musnah hanggus

kau tak akan melihat saja tanpa datang sebagai pelindung

ketika kau melihat hidupan liarmu didera dan dizalimi

lakukanlah kebijaksanaan menyedarkan warga peribumi.

 

Jiwa Merdeka padamu pelindungan tiap sukma

kemenangan ke atas kebohongan yang merugikan

perjuangan membuka pintu-pintu kebenaran yang nyata

memberikan harapan pada tanah peribumi dan warganya.

 

61. Kita Amanah

 

Ingatkah bulan Ramadan

saf demi saf

malaikat dalam sukma

mata air pergunungan.

 

Di hari merdeka

kita menongkat langit

menabur benih

di tanah gembur.

 

Matari bangsa meluap

tiap kata meluncur

lampu-lampu tak kesiangan.

air tak bertakung.

 

Memandang tanah

peribumi

tak pernah derhaka.

 

Kita amanah.

tak menjudikan

nasib bangsa

mengopak kulit bumi

menjadi tanah lumpur.

 

Kota Kinabalu

17 September 2013

 

62. Bahasa Bangsa Melayu Merdeka

 

Langit bangsa merdeka

gelombang nafasmu

menyentuh sukma

malam

inspirasi sezaman.

 

Di tanah gembur ini

aku dan kau lahir

tumbuh menjadi pohon

jiwamu seluas langit  

bahasamu taman musim bunga.

Ia adalah nadi

bangsa Melayu merdeka.

 

Bintang malam berkilau

rembulan di tanah leluhur

pada bumi adalah

kekuatan dan ketahanan.

 

Kalbumu adalah awan

yang bergerak

burung bangsa terbang

jauh ke benua dan cakerawala

pulang dengan seribu daya

mata angin dari lautan.

 

63. Catatan Selepas Kemerdekaan

 

Satu kata bila diucapkan

dengan ketulusan adalah

taman menyembur wangi

ke dalam sukma.

 

Matarimu

seakan bercanda, hiruplah

biar rongga dadamu penuh

aroma menyentuh sampai

ke alam minda.

 

Seluas itu harapan

pada puncak langitmu,

di situ, selalu ada

impian semekar bunga.

 

Kota Kinabalu

2 September 2013

 

64. Salam Kemerdekaan

 

Langit merdeka

gelombang nafasmu

bagai menyentuh sukma

malam.

 

Kau, galaksi yang

sedang ditemukan.

 

Tadi, aku tak melihat matamu

degup jantungmu mengirim

pesan hari esok.

 

Di tanah gembur ini

aku lahir.

 

Aku tumbuh menjadi pohon

di bawah langit dan matari.

 

Ceritamu adalah nadi

Karuhai

bintang malam berkilau.

 

Salam merdeka

adalah rembulan penuh

pada bumi

gravitimu mulai terasa.

 

Kaki

yang melangkah

bau tanah matari pagi

menyentuh naluri

 

Puisi-puisi ini adalah

huruf-huruf vokal

yang terkepung

oleh huruf-huruf konsonan.

 

Ketika dibaca

kau adalah awan

yang bergerak.

 

Burungmu terbang

melintasi benua-benua

malam dan menyongsong

mata angin di sukma

lautan.

 

Atau hujan ais batu

yang turun

mendadak

ketika kau dirundung

mimpi.

 

Salam merdeka

buatmu.

 

Kota Kinabalu

31 Ogos 2013

 

65. Kaulah Bintang Sukma Di Langit Merdeka

 

Ingin aku menjadi

burung Cenderawasih

di hutan jati Khatulistiwa

sekalipun hanya dalam

mimpi Kejora

di waktu siang

aku melihat rimbunan

warna, kelembutan

pada mata dan sukma.

 

Aku melihat gerak

langit malam tak pernah

diam. Kaulah, bintang sukma

menjadi penglipur lara,

pada nahkoda

di tengah samudera

musafir yang merindukan 

tanah leluhur.

 

Dalam naluri

ada gerak

pada firasat

aku menafsirkan

isyarat

kehadiran kasyaf

selangkah mendekati-Mu.

 

Kota Kinabalu

27 Ogos 2013

 

66. Harum Segar Di Tanah Merdeka

 

Kau adalah harum bunga yang

berhembus dari lurah ke lurah

dari lembah ke lembah, dari

timur ke barat dan utara ke

selatan.

 

Kau adalah angin sejuk

yang melepaskan panas

malam di dalam sukma.

 

Nafasmu yang meniup

kening dan telingaku

telah menghimpun ribuan

yang bila ditafsirkan

akan menjadi kalimat-

kalimat  yang tak pernah

dikalahkan dari masa silam.

Dan ia menakluki sukma

dan kau dan aku pasrah

sujud di bumi kasih-sayang.

 

Hujan petang yang turun

condong ke laut menyejukkan

bumi dan sentuhan itu telah

menyegarkan dirimu

menjadi matahari. Bila

malam tiba kau adalah

rembulan menyematkan

harapan ke dalam impian.

 

Kota Kinabalu

23 Mei 2013

*Antologi Puisi, 'Lirik Bulan Di Sukma Malam', Sabahuddin Senin dan Kamaria Buang, Borneo Top Publishing House, 2013

 

67. Menyambut Kemerdekaan Bangsa

 

Kaukumpulkan selangit kata-kata menjadi doa kemerdekaan

bukan hanya rimbunan kata-kata yang kosong dan berupa-rupa

ia lahir dari kalbu yang sedar dan damai mengalir jernih

kumandangkan rasa syukurmu di menara putih yang tinggi.

 

Gema suara kemerdekaan biarkan sampai ke samawi

lalu mengetuk pintu-Mu memohon rahmat dan kurnia

jayalah Malaysia, sepanjang zaman negara makmur

tanah peribumi melahirkan pemimpin bangsa yang amanah.

 

Makmurlah. Malaysia, lembah gunungmu yang permai

rimba raya dan lautmu inspirasi sezaman kedaulatan bangsa

kasih-sayangmu pada gunung dan sungai mengalir

pemuliharaan alam sekitar, kehidupan habitat dan hidupan liar.

 

Kemerdekaan membawa udara segar dan kedamaian nusa

minda dan sukmamu diperkayakan dengan firasat berfikir

di bawah matari siang kita bekerja dengan tangan sendiri

malam tenang doa-doamu kau lafazkan bersih dari angkuh.

 

Makmurlah Malaysia, cinta dan jiwa kemerdekaan telah sebati

kau tak akan berhenti dan merasa puas malah melangkah terus

kemerdekaan ini adalah hak bangsa dan lambang kebebasan

semangat kebersamaan, berjiwa besar sebagai bangsa merdeka.

 

68. Kami Tak Akan Melupakan

 

Di layar langit turun raksasa bersayap lebar-lebar menakutkan

seakan mereka datang dari satu planet asing mencebuli bumi

kelihatannya mengerikan dan menakutkan, dari mulutnya

keluar api. Selain itu hewan ini seakan bayangan manusia

bergigi tajam, tangan dan kakinya berkuku tajam.

 

Mereka mendarat ingin menakluk dan mencerobohi

tanpa mengindahkan pribumi di sini. Sejak kedatangan ini

tiada kedamaian. Langit menjadi merah dan hutan jati terbakar.

Jelas kulit mereka seperti biawak dan menetaskan bisul-bisul

dan bernanah. Baunya bukan alang kepalang, langit jadi

jerebu, bau hanyir dan hamis.

 

Yang jelas mereka adalah mirip kepada hewan, menerkam

mangsa, pribumi ini. Mereka adalah hewan pemakan

daging dan haus darah. Mereka memakai tangkal

dan membaca mentera. Niat buruk mereka telah terlukis

di angkasaraya.

 

Tapi, penduduk pribumi tidak merelakan mereka mendera

dan bertindak zalim. Lasykar-lasykar pribumi siang malam

mempertahankan bumi kesayangan ini dari dicerobohi oleh

mahluk asing. Pertempuran siang malam. Pengepungan

sampai ke wilayah musuh. Sejak mendarat hewan keparat itu,

pribumi telah memati-matian membalas serangan. Ada yang

gugur menjadi bunga bangsa.

 

Mereka ingin menguasai langit dan bumi. Ribuan panah-panah

dilepaskan dari busur. Barisan pertahanan pribumi memukul

mundur mereka. Sayap-sayap penyeroboh patah-patah di udara

terkena panah-panah berapi lasykar-layskar pribumi.

 

Di langit, suara hewan menyerupai manusia sangat hodoh.

Sekali pribumi ini bangkit tiada siapa dapat menghalang dan

mengalahkan. Di sepanjang jalan di hutan kelapa sawit, bila

malam tiba nampak gerun dan bau mayat yang membosok.

 

Kedatangan pendatang asing ini telah membangkitkan semangat

pribumi. Lasykar-lasykar pribumi tak kan takut dan menyerah kalah.

Seakan langit kembali damai. Pertempuran telah berhenti.

Lautan kembali redah. Ribut angin menjauh dan melemah.

Penceroboh telah tewas. Bumi di sini, kembali damai.

Ratusan ribu doa-doa mengalir, ingatan pada lasykar-lasykar

yang syahid di medan tempur. Mereka adalah bunga-bunga bangsa.

Kami tak akan melupakannya.

 

Kota Kinabalu

12 March 2013

 

69. Monolog Kemerdekaan

 

Tidurlah sayang hari semakin malam

Kodok di kolam masih memanggil hujan

langit enggan menyahut panggilanmu

angin lalu menghilang ke dalam hutan

gunung menyepi sendiri, sedang lembah

di hutan jati mulai berdekur. Rembulan

masih bertahta, kelip-kelap tenggelam

timbul di tepi sungai.

 

Anak comel, kau akan mewarisi hutan jati

laut biru dan pulau-pulau batu permata

Melaju perahumu melaju sampai ke simpang

mengayau. Terbang burung kenari terbang sampai

ke puncak Kinabalumu. Tidur sukmamu,

tidur, esok ma bisikan khabar dari jauh.

 

Aku melihat sebutir bintang gugur dari

cakerawala.Tapi wajahmu tersenyum dan

bercahaya. Kau mengucap salam dan berlalu.

Lalu kau menjadi cahaya dari kecil,

membesar dan lenyap.

 

Dalam ketiduran, wajahmu kulihat

tenang, setenang samudera di waktu malam.

 

Kota Kinabalu

15 March 2013

 

70. Tidak Mustahil Kita Dapat Berjabat Tangan

 

Sebenarnya kau ada pilihan menongkat langitmu

atau membiarkan, menghadang tofan samudera.

sayang kau masih melihat ke dalam dunia silam

penuh dengan jin, mentera dan talian yang kacau.

 

Ketika kau memilih malam panjang

dan menggali sejarah yang tertimbus

lalu berpegang pada angin dan melaung kepada

dunia di malam gelap dan hujan berguruh.

 

Setiap kali jatuh korban di tanah pribumi

sukmaku bagai tersayat dan tersiksa

dan bertanya, barangkali ada yang kusendiri

tak mengerti dan jauh dari jangkauan.

 

Permasalahan ini rupanya jauh sebelum

aku lahir di negara merdeka ini.

Lalu aku jadi pewaris permasalahan ini

sedang  aku sendiri melihatnya

dalam sejarah bangsaku yang merdeka.

 

Sejarah tragik akan selalu mengundang

air mata dan pengorbanan. Tiap pihak

menafsirkan fakta dan dunia khayalan.

Kita pun berpihak dan memihak.

 

Aku ingin kedamaian di atas meja

selamanya. Biar kami dapat membaca

tanpa curiga dan wasangka. Tanah dan

lautmu adalah Nusantara Melayu Raya.

 

Tidak mustahil kita dapat berjabat

tangan dan duduk bersama. Tiada etnik

dan bangsa yang lebih keji dari yang

lain. Semuanya adalah Anak Bangsa

Nusantara.

 

Kalau pintu sukmamu tertutup, bukalah

biar sedikit angin masuk. Alaf 21,

sepatutnya kita lebih berhati-hati dan

tidak membiarkanmu jadi terasing

di kepulauan Nusantara dan ummatan

Wahidah.

 

Kemarahanmu tak akan membawamu

ke orbit dan galaksi baru. Ya Rabbi,

jangan kami terjerumus ke jurang tak

akan kembali. Dan bicara dan

bahasamu masih tetap kasih sayang

dan Melayu.

 

Mengapa harus aku membencimu

kerana keduanya pemegang amanat

bangsa dan kedamaian Nusantara,

langit dan buminya tetap aman.

 

Kota Kinabalu

9 March 2013

 

71. Mimpi Dan Impian Anak Bangsa Merdeka

 

Ada saja pembuat api tak kira dalam keluarga

atau dalam sebuah negara. Barangkali dalam

keluarga tuan mengesan siapa biang keladinya.

Tetapi tuan dalam sebuah negara merdeka

Tuan tak tau bagaimana pengkhianat bangsa

bekerja. Kekadang menyusup sebagai kawan

dan jadi musuh dalam selimut.

 

Soalnya, Tuan, menentang musuh yang nyata

kita dapat mengarahkan satu pasukan untuk

menghapus pengkhianat bangsa yang jadi

pemberontak. Tuan menyintai negara ini, bukan?

dan sanggup turun dan berkorban diri

melawan panah-panah durjana atau komet-

komet yang diarah ke angkasa negaramu.

 

Aduhai, anak segala bangsa di negara merdeka.

ketika mereka berkumpul dan berucap dengan

retorik, sebenarnya mereka telah menyusun

perpecahan dan pemberontak atas nama

keadilan dan atas nama demokrasi. Dalam

diam bertahun-tahun mereka mencipta api

hingga api tak dapat dipadamkan. Lalu

negara yang kita cintai dalam porak-poranda.

 

Tuan, sebenarnya mereka ingin mencipta

kekacauan dan perpecahan bangsa lalu

mengaut untung dan membawa lari

kekayaan negara. Ketika perang telah meletus

mereka yang pertama lari dan berlagak

sebagai patriok dan pencinta bangsa.

 

Kalau ada yang datang kepadamu Tuan

bercerita yang muluk-muluk kemudian

menyuntikmu dengan cerita-cerita tipu-

muslihat dan kebohongan yang dianyam

dengan halus dan tak terasa. Berhati-hati,

kerana mereka ingin melihat negara ini

tumpang dan hancur. Apapun usah biarkan

negara berdaulat ini jatuh ke dalam kanca

peperangan. Kerana peperangan itu hanya

membawa bencana.

 

Ingatlah negaramu merdeka di meja

perundingan. Berkat hikmah pemimpin

dan doa-doa perjuang yang memberikan

jiwa raga demi kemederkaan anak bangsa.

Menjelang 50 tahun merdeka, kita merayakan

negara berdaulat ini dengan impian sejuta

tahun mendatang. Ini adalah anugerah

Allah ke atas bangsamu. Tuan, keindahan

bahasamu yang bermartabat jadikan bangsa

ini hidup, progresif dan dinamis. Kami mengharapkan

yang terbaik baik bangsa dan negara.

 

Kota Kinabalu

22 Januari 2013

 

72.  Malaysia Merdeka Satu Amanat

 

Di Tanah Peribumi tercinta ini

aku berdiri mencium bau tanah

menghirup udaramu memaknakan

satu perjuangan dan kemerdekaan.

 

Malaysia, seperti bola matahari

muncul di horizon.

Kelahiranmu adalah rahmat

doa tak putus.

 

Di sini aku dilahirkan, Sabah

namamu, indah-menawan

Malaysia Merdeka.

 

Dan penjajah telah lama pulang

mengangkat kehormatan bangsa

martabatmu sebagai negeri leluhur

didengar disegani negeri merdeka.

 

Malaysia, negara merdeka

Sabah, rahmat Tuhan turun

kau terima dan memandang samawi

ini adalah yang terbaik untuk bangsa

 

Bagaimana aku dapat melukiskan

langit malammu penuh berbintang

impian seorang penggali mimpi

dan mencipta impian ribuan tahun.

 

Bagaimana aku bisa melukiskan

sukma belantara masih bernafas

Gunungmu harapan dan cita-cita

purnama penuh di langit merdeka.

 

Kusebut namamu, Malaysia

kerana aku tak akan pernah  jemu

Simpang Mengayau, Long Pa Sia,

Lembah Danum dan Maliau Basin.

 

Aku tau di Tanah Peribumi ini

aku tak akan sendiri, langitmu

penuh cerita lagenda dan mitos

Khaltulistiwa sukma rimbamu.

 

Tanah Peribumimu tak pernah diam

ada gerak menawan dari langit turun

hujan di lembah ini membawa benih

bercambah di tanah lembah gunung.

 

Kami tak akan kalah kepada petualang

mencemar Tanah Peribumi ini.

Apa kau tinggalkan pada generasi akan

datang,

 

Kau tak akan melepaskan cinta-kasihmu

Kalau kau diminta berkorban kerana

melindungi langit, hutan belantara, lautan

biarlah kau orang pertama di garis depan.

 

Biarkan langit penuh dengan burung terbang

berkawan dan selamat dari pengetah burung

biarkan sungaimu mengalir dan tanpa dicemar

tiap hidupan di sungai dan daratanmu tak akan sepi.

 

Biarkan rimba belantaramu bernyanyi,

sahut bersahut, penuh irama dan lagu

seperti Monyet Probiscus bergayutan

dari dahan ke dahan,

 

Sungai Kinabatangan tak pernah sunyi

Sungai Padas dan Sungai Labuk.

Pulau Mantanani, Pulan Lankayan,

Banggi dan Pulau Sebatik.

 

Banjaran dan gunungmu, Kinabalu

dan lembahmu menawan

berkembang mekar bunga Raffleasia

 

Biarkan pulau-pulau, sepanjang tahun

pantai pasirmu selamat

Biarkan gajah pigmi bahagia

di Gunung Ra Ra.

 

Lihatlah pada wajah-wajah peribumi

ada pelangi dan sukmanya pohon Gaharu.

tradisi budaya hidup dalam jiwamu

memang kaya dengan gerak dan tari.

 

Rimba Rayamu selalu terdengar bunyi

kau dengar gong kulintangan dipalu

tangan melebar seperti burung helang

kakinya berjengkit, keharmonian tari.

 

Amanat ini telah kau pegang

bergabung demi hari depan

impianmu dan para perjuang

pernah turun berjuang diingat.

 

Kami akan mengenangkanmu

dari satu generasi ke genarasi

lidah kami selalu lembut tulus

ketika kami melafazkan doa.

 

Di Tanah Peribumi ini

mengingatimu pada siang Merdeka

pada mereka telah dulu berpulang

pada leluhur doamu terus mengalir.

 

Inilah syafaat yang tak dapat dikalahkan

kasih-sayangmu meliputi langit dan bumi

tiada dirugikan oleh dendam tipu muslihat

Hidup, bangsa, negaraku Malaysia tercinta.

 

Kota Kinabalu

16 September 2013

 

73. Tanah

 

Bila api telah menyala membesar

memang sukar akan memadamkan

jika ada perbalahan dalam keluarga

kalau tidak dipadamkan cepat-cepat

merebak sampai generasi penerus.

Sumpah seranah telah masuk pula

dalam sukma percakapan harian

gempanya melahirkan hujan jerebu

musnah sebuah harapan dan

kasih sayang pada sebuah hutan.

Tiap isu ada permulaan dan ada

sebab dan berakhir dengan dendam.

Keluarga adalah pertalian darah

sepatutnya mudah diajak berunding.

kerana pada hakikatnya pergaduhan

seperti Kemarau bertahun-tahun.

Membiarkan bererti, dendam.

Tanah, hak waris turun-temurun.

 

Tanah pusaka jangan dijual

nanti jatuh di tangan orang lain.

Soal tanah bukan perkara kecil

Soal tanah soal hidup dan mati.

Kerana tanah persaudaraan putus.

Pihak satu menguasai yang lain

Hak Saudara diketepikan kerana

tanah sejengkal seribu malam tak

akan membuat malammu tenang.

Ketika kau meletakkan kepalamu

di atas bantal, kalajengking, lipan,

ular dan kerengga mendatangimu

tenggorak kepala dan sukmamu.

Jangan tanah sejengkal musuh

sampai ke anak cucu.

 

Kota Kinabalu

September 2013

 

74. Juara Pilihan Ramai

 

Kita telah menghafal impian kemerdekaan

jalan-jalan telah dibina ke pergunungan,

lembah dan daerah pedalaman. Harapan

berkilat pada tiap mata yang tak berdosa.

Kita telah membayangkan impian dalam

sukma anak-anak yang tumbuh membesar

telah jelas dalam anak matanya. Kita tak

perlu keliru, yang utama adalah keyakinan

impian kemerdekaan itu nadi berdegup.

Kita selalu berkata resepi ini adalah yang

terbaik, tapi resepi seorang ibu akan selalu

menjadi memori di serambi rasa. Kita selalu

berkata, 'Mari bersama. Kau tak pernah aku

tinggalkan.'  Alangkah manisnya, dalam

perih dan memetik harapan, selalu bersama.

Bersama, sekalipun kau ternyata berjalan

lambat dan kepayahan tapi aku selalu di

sampingmu. Dalam kata-kata terikat janji,

dalam pakatan terikat kedamaian. Kita

selalu bertanya dan bertanya, bagaimana

nanti masa depanmu. Masa depan itu harus

dihidupkan impian sekarang. Tidakkah

dulu perjuang-perjuang juga melahirkan

mimpi dan impian sebuah kemerdekaan.

Sekalipun itu akan mengambil sekurun

atau sepuluh kurun baru terjadi. Apa yang

akan terjadi dan terzahir dari mimpi dan

harapan itu, ditatah dengan perjuangan.

Suatu pagi kau menyebutkan buah limau,

lumrahnya air liur pun kembang dan terasa

masam. Lalu kau menyebut ma,'Apa

khabarnya?' Aku menggenggam harapan

dan impian. Kemudian, kau menyebut

Allah dan Rasul-Nya. Aku menunduk

kepala dan terasa sukma digenangi air

dan melimpah di tebing mata. Sekali

diingatkan lagu 'Negaraku.' Aku berdiri.

Meskipun lama aku terpisah dari hujan

hutan tropika di bumi ini, ketika irama itu

dimainkan aku masih dapat menyanyikan

lagu itu tanpa merasa kebingungan. Aku

menyanyi dari sukma. Ketika kau mainkan

lagu 'Sabah, Tanah Airku,' benar, aku

terasa kepunyaanmu. Kerana landskap, cahaya

langit dan baumu ada dalam darahku mengalir.

Melupakan ma, seperti melupakan tanah air.

Dan itu tak mungkin. Gazelku, aku pulang

kepadamu. Jadi, juara pilihan ramai.

 

Kota Kinabalu

14 Disember 2012

 

75. Paduka Mat Salleh Dan Lima Puluh Tahun, Merdeka!*(UB)(ASP)

 

Aku melihatmu, duduk merenung jauh

Paduka Mat Salleh tenang, sekalipun

dalam dirinya, gelisah menunggu esok.

Kerana esok membawa berita masa akan

datang. Di sini, pembelaan terhadap

bangsa telah mula. Tiap gerak langkah

kakinya, adalah hari-hari penentuan dan

sejarah bangsa pribumi. Di telapak kakimu,

kau dirikan kubu, kukuh dan hebat.

Wira-wiramu telah siap-siaga dijadikan

korban demi esok, dijanjikan. Umumkan.

Datanglah perintah. Kerana aku mengenangmu,

Paduka Mat Salleh. Keputusanmu berperang

adalah wajar. Kubaca, tipu muslihat musuh.

Pembelasahan massa, bangsa Moro di

tangan Leonard Wood. Aku mengingati

mereka. Kekejaman dan kekerasan tetap

kekejaman dan kekerasan tak akan bisa

dihilangkan dari sejarah. Aku melihatmu,

bagaimana kau beraksi di Lautan Pasifik,

Atlantis, Lautan Hindi dan Laut China Selatan.

Bagaimana kapal-kapalmu mundar-mandir

mencipta malam panjang di daerah-daerah

pribumi, mencolek mereka di siang benderang!

Di tanah asing burung-burung hitam merindukan

tanah leluhur sampai nafas penghabisan. Dan

martabat dirimu direndahkan. Hilang tradisi dan

hilang adat di tanah asing, mengakhiri hidupmu

di banjaran pergunungan salji, jauh dari kampung

halaman, tiada jalan pulang. Terperangkap. Mereka

dikerah menjadi budak dan buruh paksa di ladang-

ladang tebu, di Queensland. Paduka Mat Salleh, malam

ini, aku mengenangkanmu dan mengenangkan

kemerdekaan bangsa dan lahirnya sebuah negara.

Bangsa pribumi, bangsa Melayu dan negara Malaysia

lima puluh tahun, merdeka. Atas kesedaran bangsa,

namamu dikenangkan. Dari timur ke barat halaman

sejarah telah tercatat, kemampuan dan kedaulatanmu

sebagai bangsa merdeka, bangsa pribumi, bangsa

Melayu. Kita tak pernah dikalahkan menghadapi

penjajah bangsa. Tiap generasi jatuh bangunnya

di atas pundak sejarah lalu. Sejarah telah

mendewasakan bangsa dan sejarah mendewasakan      

negara Malaysia. Aku mengenangkanmu

Paduka Mat Salleh, kau mengenal permainan

penjajah. Mereka pandai menyedapkan rasa

dan melunturkan semangat perjuangmu.

Perjanjian dibuat untuk mengabui matamu

dan menderamu. Akhirnya kau ditumpaskan.

Paduka Mat Sallleh, ketika martabat bangsa

jatuh ditendang ke dalam longkang dan

membunuh semangat perjuanganmu,

di situ, kau, hadir dan membalas balik

gertak dan tipu muslihat penjajah bangsa.

Kebangkitanmu, Paduka Mat Salleh telah

mengangkat martabat bangsa pribumi ini,

bangkit melawan ketidak-adilan, kemalaratan

pemerasan, menjatuhkan martabat, adat

dan tradisi bangsa pribumi di depan mata.

Memang celaka, kalau satu bangsa membiarkan

martabat dirinya terinjak, memusnahkan

masa depan sebuah bangsa bermaruah dan

berakal budi, penuh dengan adat-adat sopan

santun. Di malam terakhir itu, aku dapat

merasakan diammu. Malam penuh doa-doa

darimu dan panglimamu, Paduka Mat Salleh.

Sampai akhir, jiwamu tak pernah dikalahkan,

dan kau tak berganjak atau mundur ke belakang.

Tiap langkah kau perhitungkan. Sekiranya

nanti kemenangan di pihakmu, itu adalah hadiah

dari langit. Tetapi sekiranya kau tumpas, perjuangan

tak akan berhenti di sini. Perjuangan bangsa akan

terus sehingga negara berdaulat ini merdeka

dan bebas dari penjajah bangsa. Oleh itu langkahmu

telah kau perhitungkan. Tiada bangsa yang menyerah

tanpa perlawanan sampai ke akhirnya. Aku mengenangmu

dalam doa pada Tuhan Rabiul Alamen. Malam terakhir,

langit diam sampai ke fajar. Sejarah akan tercipta

pada esok. Pertempuran bangsa pribumi melawan

penjajah bangsa. Aku melihatmu, Paduka Mat Salleh,

bagaimana, suasana di kubumu. Bagaimana kalian

menjalani malam-malam terakhir kalian di kubumu.

Doa yang dipanjatkan pada kali terakhir. Lalu siang

pun tiba, sunyi dan senyap di kubumu. Lalu suaramu,

Paduka bagai halilintar membelah langit, kau berseru

"Hidup, hidup, hidup Wahai bangsa berdaulat. Bangsa

Pribumi dan bangsa Melayu." Aku melihat pada langit

biru terhimpunnya huruf-huruf menjadi kalimat, tajam

seperti tombak, turun dalam ribuan panah api, ke arah

penjajah bangsa. Pertempuran pun berlaku. Para panglima

menerpa ke depan tanpa takut, melumpuhkan kemaraan

musuh, dan merabunkan mata mereka. Satu demi satu

mereka gugur. Aku merasa Paduka, kocak darahmu

mengalir dalam tubuh ini. Aku mengenangmu,

pertempuran siang terakhir. Hari ini 50 tahun, negeriku,

Sabah dalam Malaysia, rahmat dan kurnia Allah.

Hidup bangsaku yang berdaulat. Bernyanyilah puisiku

dari sukma yang mengalir dari kalimat tulus dan

kata-katanya terungkap dari kejujuran mimpi

anak bangsa dalam mengenangmu, Paduka Mat Salleh.

Dari masa silam penjajah selalu menjadi kita umpan

dalam dasar "pecah dan pimpin." Ketika bangsa

pribumi didiamkan, kau berdiri. Ketika kau telah

dicurigai, mereka memanggilmu berunding dan

berjanji manis. Ketika kau berhenti berunding

mereka memanggilmu, pemberontak harus dihapuskan.

Malam, 50 tahun, kami telah menjadi bangsa,

negara berdaulat, kami kenangkanmu sebagai anak

bangsa yang pernah bangkit dan menentang

ketidak-adilan, pemerasan, kemiskinan dan

kemalaratan anak bangsa pribumi di tanah airmu.

Malam ini, Aku melihat kebenaran dan kenyataan

sejarah. Sejarah tercipta, dalam semangat bangsa,

ke arah kesatuan yang satu, persaudaraan dari

pengorbanan anak bangsa sebelum hingga hari ini.

Aku mengenangkanmu, pengorbananmu,

Paduka Mat Salleh, pengorbanan yang tak akan

dilupakan. Pengorbanan anak watan, anak pribumi

menentang penjajah bangsa. Malam ini,

Kami mengenangkanmu, Paduka Mat Salleh,

dan para panglimamu. Namamu hadir dalam

impian dan mimpi, mimpi anak bangsa

pribumi bukan hanya di malam 50 tahun ini,

malam ini tapi, dalam ribuan tahun mendatang.

 

Honiara

2 September 2012

*Tersiar Di Utusan Borneo  21 Oktober 2012

*Puisi ini dalam antologi bersama, Sabahuddin Senin dan Awang Karim Kadir, dalam antologi "Suara Penyair", terbitan Pro Saba-F, 2012

 

76. Perjuangan Dan Sumpah Merdeka

 

 Kita berjuang demi kelanjutan hidup terus

tiap bangsa telah merdeka dari malam panjang

kita tak ingin ketinggalan pulang ke masa silam

yang lalu sebagai ingatan dan ujian satu bangsa.

 

Lihatlah pada langit yang memperingatkan

tiap gerak di rimba raya telah memberi isyarat

dan bumi kau berpijak ini resah dan gundah

semangat perjuangan kembali pada tujuan.

 

Harapan dan mimpi tak akan pernah tercabut

perjuangan ini adalah rahsia bumi dan tiap gerak

peringatan pada sumpah yang terucap dan

dinding sukmamu musuh tak bisa menyentuhnya.

 

Malam ini kita mengucapkan ikrar dan sumpah setia

bintang-bintang di langit saksi dan tanah leluhur ini

sumpah merdeka dan perjuangan akal budi dan

ketaatan dalam satu rumpun bangsa Malaysia jaya.

 

*77. Deklamator Puisi Merdeka

 

Namamu telah terpanggil naik ke pentas

dengan dastar segak penampilan tradisi

malam khatulstiwa berkumpul para deklamator

bintang-bintang terkumpul bulan membawa pesan.

 

Kaulafazkan  puisimu gaya seorang pendekar

kata-kata berhamburan seperti anak-anak panah

terlepas pada sasaran

 

Tangan deklamator terangkat mengayakan kalimat

 penekanannya segaja dibesarkan

darah bergemuruh dan sukmanya tercabar

ayat-ayat retorika berdentum.

 

Kegilaan makin merontah

malam berkeringat tak puas

puisi merdeka menambat semangat hidup

penonton masih bertepuk.

 

Nilai

2017

 

78. Lepa-lepa Di Laut Merdeka

 

Lepa-lepaku telah berhias dan berwarna-warni

sukma jurangan membaca laut langit senyum

seperti hamparan sutera air ombak di tepian

anak kapal menurunkan sauh melambai daratan.

 

Di pelabuhan malam bunga api di pusar langit

pidatomu di titian zaman saat komet meletus

perjuanganmu tak akan berhenti di persimpangan

setelah ini kabus terangkat kebenaran tersingkap.

 

Sudah bertahun Juragan mengharung  laut

permainan gelombang tak pernah redah

badai angin bergelut dengan sukmamu

tapi, kau tak akan pernah dikalahkan.

 

Di laut Merdeka lepa-lepaku berlenggang

dan belayar terus menuju purnama penuh

malam berdaulat ini kita akan melafazkan

sebuah kata besar pada sebuah bangsa Merdeka.

 

79. Mengenang Kalian Di Malam Merdeka

 

Saudaraku, aku masih di dalam kamar ini

cuba menulis  bait-stanza puisi terakhir

panas malam menitiskan keringat di tubuh

gema suaraku terpendam dalam sukma.

 

Aku sebenarnya manja dengan kata-kata

membiarkan mereka terbang bebas

samasekali aku tak akan membatasi gerak

di ruang langitku yang terbatas ini.

 

Mereka seperti kucing yang lincah

adakalanya cakarnya  dan gigitan manja

melukai sedikit di kulit tangan ini

walaupun ia sebenarnya tak ingin berlaku zalim.

 

Sudah lama aku tak mendengarmu,

malam merangkak di atas tubuh kerdil ini

dan membaling butir-butir bintang

aku merasa seperti ditelan purnama.

 

80. Gusar Tanah

 

Pertembungan air sungai yang mengalir ke kuala

air laut telah memasuki sempadan jauh ke dalam

hanya waktu penentuan esok masih belum difikirkan

gusar tanah di tebing belum pulih dari semalam.

 

Kita belum melaksanakan apa yang telah dibicarakan

di lubuk sukma kau lihat langit mendung terseret

di sini keramaian orang-orang beradab dan sopan

malam itu memperingatkan letusan-letusan bunga api.

 

Memandangmu seperti alam bergerak perlahan

tanpa sentuhan kau tetap rimba raya di tanah leluhur

langkahmu terus ke depan dan aku hanya melihat

sepatah katapun tak terucap dan merelakanmu.

 

Bagaimana aku ucapkan tahniah kerana perutusan

datang dari seluruh pelosok bumi dengan bungkusan

bersama nota dan tulisan-tulisan berbalut tinta emas

pidato-pidato merangsang dan bersemangat di podium.

 

Semua itu seperti kau bicara pada dunia tentang langit

tetap indah sekalipun terlalu jauh untuk disentuh

siang itu perayaan dimulai pentas pun berdandan

stanza dan bait-bait kata melunsur tanpa noktah!

 

81. Hari Kebangsaan

 

Usiamu dan usia kemerdekaan hampir sebaya

jatuh bangun hidup dirimu sendiri menjadi saksi

musim silih-berganti kita menanggung bersama

kita tak pernah putus asa atau mengeluh.

 

Kita telah keluar dari gua melihat matari penuh

meninggalkan rimba tolol dan tahyul ke siang hari

kemenangan ini hadiah samawi yang dilindungi

dan tidurmu dihinggap burung mimpi

 

Matari gemilang memberikan padamu kekuatan

ketika kau dilanda gempa gunungmu tetap anggun

gelombang lautmu yang menerjang tebing dataran

masih bertahan dari erosi keruntuhan dan

 

Kalau mereka datang dengan fikiran lingkaran syaitan

menebang pohon-pohon kebanggaan dan harga diri

melenyapkan kerukunan sebuah rimba raya

mencipta malam panjang merampok kesatuan bangsa.

 

Langit jerebu telah memasuki halaman rumahmu

langit malam telah memberikan inspirasi padamu

gempa di kalbumu turun berulang-kali mengingatkan

Hari Kebangsaan dalam minda dan sukmamu abadi.

 

82. Kutulis Surat Ini

 

Kutulis surat ini supaya kau melihat langit sukmaku.

Lihatlah! Pintu jendela dan dindingnya terbuka luas

usah kau menaruh curiga lalu menconteng langit kelabu

masa silam di dinding gelas yang retak seribu. Aku tak

mengenalmu apa lagi leluhur. Kita memang saling tak

kenal.

 

Ketika aku berdiri di puncak nabalu, melihat

pulau-pulau mutiara, telukmu tenang. Aku bermimpi

di Pulau Banggi, bangun di Lahad Datu dan Semporna.

Labuk Sugut Kinabatangan adalah urat dan gempalan

otot yang menjalar ke seluruh tubuh ini. Ruhku adalah

Hutan Jati. Dan tulang belakang ini adalah banjaran

Crocker dari timur ke barat, menongkat langit dan

kehidupanmu.

 

Segaja aku menulis dengan bahasa mudah supaya

kau mengerti. Dan mengenal yang hak dan bukan.

Katamu selain rembulan ada lagi yang lebih indah

dan terang ketika sebutir komet hangus.

 

Mengapa harus ada perbedaan kalau kita membaca

pohon sejarah yang sama. Sayang, aku tak menghafal

namamu. Di sini aku dilahirkan dan mengenal bau

udara pribumimu. Aku tak pernah sesat di hutan

sendiri walau aku jalan sendiri berhari-hari. Kalau

kau, tentu kau hilang tanpa jejak dan bayangan.

 

Kota Kinabalu

5 March 2013

 

*83. Merdeka Di Bumimu (Kemerdekaan) (NST)

 

Kau dewasa di bumi leluhurmu

kemerdekaan bangsamu tak jauh dari tahun kelahiranmu

sayapmu telah tumbuh dan otot-ototnya telah kuat

mengharungi langit dan bumi merdeka.

 

Ketika kau menjerit merdeka dirimu telah melangkah jauh

meninggalkan rimba tahyul dan ketololan

kau bisa belayar dan menghadang lautan samudera

melawan ribut dan mengemudi kapalmu sampai ke pelabuhan.

 

Bila malam tiba kau tidur dan bisa bermimpi

tentang galaksi dan orbit baru dan kemahuanmu tanpa sempadan

mata sukmamu membaca isi bumimu dan angkasa raya

kalammu tak berhenti menulis dan menafsir kebesaran-Mu.

 

Kemerdekaan mendorongmu ke depan meninggalkan kegelapan

kau tak berhenti merapatkan kesatuan dan kemakmuran bangsa

memacu kudamu sampai ke garis penghabisan

merdeka bermakna membebaskan dirimu dari kemiskinan.

 

*Tersiar Di NST 6 September 2015

 

*84. Kemerdekaan Ini Persaudaraan Kukuh (Kemerdekaan) (DE)

 

Kita tak sedar waktu telah mengalir turun ke lembah

yang kita tinggalkan di belakang menjadi halaman sejarah

dan mereka  menafsirkan sendiri peristiwa-peristiwa itu

lahirlah rembulan dan bintang-bintang bertahta.

 

Kau tak akan pernah menyerahkan kemerdekaan ini

di tangan-tangan petualang malam derhaka dan durjana

kemerdekaan ini adalah amanat dan warisan turun-temurun

bukan kepunyaan satu suku dan kaum tapi rakyat Malaysia.

 

Mengapa menaruh curiga pada kata dan tindakan

kesepakatan telah tumbuh dan berakar tunjang di bumimu

kita tak akan membiarkan laut dan pulaumu diceroboh

langit dan bumimu adalah lambang ketahanan bangsa.

 

Kemerdekaan ini rangkulan kasih dan persaudaraan kukuh

hak kita akan terpelihara dan tiada yang merasa dibawahkan

kita bergerak dalam satu kembara sama cita dan rasa

Kemerdekaan ini tak akan menjauhkan dan memisahkan kita.

 

Tersiar Di Daily Express 6 September 2015

 

*85. Melangkah Dengan Sukma Merdeka (Kemerdekaan) (DE)

 

 Kalau ada yang ingin menyembur jerebu di langit merdeka

kau tak akan duduk diam dan melihat tanpa memperingatkannya

ada yang ingin membina tembuk-tembuk besar dan tinggi

supaya kita senantiasa terpisah dan curiga antara satu sama lain.

 

Mari kita melangkah dan bahu-membahu dalam kembara merdeka

sesiapapun tak diketepikan menjelang hari kemerdekaan ini

Mengapa ada ingin menggelapkan matamu supaya tak dapat melihat

jauh di sudut hati ada tersembunyi bara api ingin menyala.

 

Di bumi merdeka kita bergelut cahaya ini tak akan dapat ditampan

kita melangkah dengan sukma merdeka penuh ghairah

amanat pengorbanan ini akan terus menjadi lambang perjuangan

Rimba Raya di tanah Peribumi dan lautan kepulauanmu selamat.

 

Kemerdekaan ini memperingatkan setengah abad telah berlalu

perjuanganmu masa lalu tak akan dilupakan dalam doa-doa

ketokohan dan jiwa bangsamu dikenang di malam kemerdekaan ini

kita tak akan berhenti di sini dan hanya melihatmu kehilangan arah.

 

*Tersiar Di Harian Ekspress 30 Ogos 2015

 

*86. Kesatuan Bangsa Merdeka (Kemerdekaan) (UB)

 

Kau tak ingin melihat gelombang melanda tanah peribumi

meratakan tanah dan air lumpur sampai ke dalam mimpimu

suara rimba raya bergema jauh ke dalam lembah gunung

di langitmu burung-burung mengembangkan kepaknya.

 

Kesatuan bangsa bukan suatu khayalan atau pidato retorika

benih yang tumbuh dari tanah gembur di bumi peribumi

akar tunjangnya menjalar dalam dan mencengkam kuat

tak akan mudah terbongkar dan tercabut untuk ribuan tahun.

 

Kemerdekaan ini hadiah dari samawi pada anak bangsa

airnya akan terus memenuhi perigi kemerdekaanmu

pada tamu yang meminumnya senantiasa jernih dan manis

sekali teguk terus meminumnya sampai dahagamu hilang.

 

Jangan sedikit pun titik  keraguan di dalam kalbumu

kesatuan bangsa adalah nadi yang menggerakkanmu ke depan

kita tak boleh berhenti hanya melihat purnama dari jauh

malam ini kau meraihi kemerdekaan dan mengecap nikmatnya.

 

*Tersiar Di Utusan Borneo 6 September 2015

 

*87. Merdeka Jiwa Merdeka (UB)

 

Dalam Jiwa Merdeka ada ingatan kau pada rimba raya

gemuruh lautmu dari cemar dan petualang samudera

kerana terlalai hilang dalam tanganmu di depan matamu

ketika tersentak sedar ia telah pupus di tanah peribumi.

 

Kemerdekaan ini adalah rahmat turun-temurun

langit saksi, di tanganmu amanat telah diserahkan

kau tak akan sendiri ketika kau diterjah dan didorong

lalu mereka pula menumpahkan dawat ke langitmu.

 

Ketika kau telah melihat rimba rayamu musnah hanggus

kau tak akan melihat saja tanpa datang sebagai pelindung

ketika kau melihat hidupan liarmu didera dan dizalimi

lakukanlah kebijaksanaan menyedarkan warga peribumi.

 

Jiwa Merdeka padamu pelindungan tiap sukma

kemenangan ke atas kebohongan yang merugikan

perjuangan membuka pintu-pintu kebenaran yang nyata

memberikan harapan pada tanah peribumi dan warganya.

 

*Tersiar oleh Utusan Borneo 6 September 2015

 

*88. Menyambut Kemerdekaan Bangsa (UB)

 

Kaukumpulkan selangit kata-kata menjadi doa kemerdekaan

bukan hanya rimbunan kata-kata yang kosong dan berupa-rupa

ia lahir dari kalbu yang sedar dan damai mengalir jernih

kumandangkan rasa syukurmu di menara putih yang tinggi.

 

Gema suara kemerdekaan biarkan sampai ke samawi

lalu mengetuk pintu-Mu memohon rahmat dan kurnia

jayalah Malaysia, sepanjang zaman negara makmur

tanah peribumi melahirkan pemimpin bangsa yang amanah.

 

Makmurlah. Malaysia, lembah gunungmu yang permai

rimba raya dan lautmu inspirasi sezaman kedaulatan bangsa

kasih-sayangmu pada gunung dan sungai mengalir

pemuliharaan alam sekitar, kehidupan habitat dan hidupan liar.

 

Kemerdekaan membawa udara segar dan kedamaian nusa

minda dan sukmamu diperkayakan dengan firasat berfikir

di bawah matari siang kita bekerja dengan tangan sendiri

malam tenang doa-doamu kau lafazkan bersih dari angkuh.

 

Makmurlah Malaysia, cinta dan jiwa kemerdekaan telah sebati

kau tak akan berhenti dan merasa puas malah melangkah terus

kemerdekaan ini adalah hak bangsa dan lambang kebebasan

semangat kebersamaan, berjiwa besar sebagai bangsa merdeka.

 

Disiarkan oleh Utusan Borneo 6 September 2015

 

89. Orang Kecil, Jangan Mati Kedua Kali

 

Kita telah biasa mendengar berita yang baik

seperti suatu masa dulu ketika menerima telegram

selalu mengharapkan yang terbaik

atau berita-berita celaka dalam kalimat padat.

sekarang aku tak melihatmu

tapi kau masih mengharapkan yang terbaik.

ketika aku meulis syair-syair tentang kepincangan

tentang kerakusan kau pun membuang muka

kalian hanya sibuk melayani sukmamu

yang kehausan cinta dan mengejar fatamorgana

membisik kata-kata  plastik lalu dikaburkan

jadi patah-patah kata yang ditolak-tolak,

suara-suara yang terpaksa dan syair-syair

yang meluluh dengan kata-kata yang kosong

dan keliru.

 

Aku datang kepadamu bukan sebagai penonton

aku di dalam kehidupan itu sendiri. Kesakitanmu

adalah kesakitan kami semua. Kemiskinan dan

kelaparanmu bukan perkara yang boleh ditolak-ansur.

Kepada mereka yang bersibuk-sibuk dan bermega-mega

berlagak sebagai jurucakap dan wakil. Hentikan

lagakmu dan jangan berpura-pura, kami membacamu

setiap langkah dan gerakmu. Ayuh, jangan mati

dua kali di dalam hidup ini. ambil hakmu,

bicara lantang. ketidak-adilan dan korupsi akal dan

budaya hidup harus dihentikan.

 

Pedih mataku melihatmu, anak-anak pribumi

memugut dan mengali sampah untuk kelangsungan hidup.

Di mana salahnya, melihatmu  jadi setinggan di bumimu

sendiri. Kemajuan bukan untuk golongan yang diseleksi

bukan mereka yang pandai memakai topeng.Kemajuan

untuk semua. Kemajuan anak bangsa.

 

Ayuh, kita basmikan kemiskinan, sudah kita miskin

harta lalu kita miskin berfikir. Anak bangsa, tidak akan

kemiskinan dipaksakan kepadamu. Kalau seorang tak bisa

melayahkan kemiskinan ke mentari biarkan kita bergerak

satu semboyan. Jangan sampai kemiskinan berakar

dalam diri bangsa ini. Dan akhirnya  kita sekali lagi

kalah dalam hidup. Wahai saudaraku, orang kecil suaranya

banyak, biarkan suaramu bagaikan halilintar tapi tak

mencederakan oarng lain. Bangkit, secara aman. Jangan

kau sentuh yang bukan milikmu. Kita bergerak di jalan

yang lurus dan sederhana. Kemiskinan tak bisa terjawab

dengan kekerasan. Kemiskinan harus ditantang dengan

perjuangan terus menerus. Kemiskinan adalah penyakit.

Mari, kita cabut sampai ke akar tunjang penyakitmu.

Hidup orang kecil, jangan mati untuk kedua kali.

 

Kota Kinabalu

19 Januari 2013

 

90. Satu Amanat Kepadamu

 

Bangun, bangun bangsa yang beradab

tidakkah kau dengar dan lihat ada berita trajedi

menimpa di hutan Rimba Jati. Mengapa kau

masih berdondang sayang, hidup dalam mimpi

kasmara. Ayuh! keluar dari kamarmu, rembulan

telah beredar, malammu telah memanjang

sedang kau masih menangisi masa silammu.

 

Kau, anak segala bangsa, asal-muasalmu

di bumi ini, tidak tergerak sedikit dalam sukmamu,

sekurangnya angkat protes menentang kebiadapan

dan kejahatan yang terkutuk. Bumi ini peninggalan

buatmu, kau harus siap melindungi peninggalan

yang masih sedikit ini. Ayuh! kumpulkan suaramu

jadi satu. Semaikan benih kasih-sayang pada anak

segala bangsa.

 

Bukankah kau dikenal berbudi pekerti tinggi, bahasamu

bermartabat dan lemah-lembut pembawaanmu. Tapi

ketika terjolok dan tercabar hak dan kepunyaanmu,

kau tak akan membiarkan kejahatan menguasai

sukmamu. Di sini kepahlawananmu teruji, keadilan

dan hak. Bila Rimba jati ditebang dan dibakar hangus,

hewan diracun dan aniya, flora fauna dibongkar, lautmu

dicemar dan alammu jadi jerebu, kau tak bisa diam

dan tak berkata-kata. Membiarkan kejahatan meluas.

 

Hari ini berita kematian 10 gajah pigmi diracun

lalu esok apa pula helah pembunuhan badak Sabah,

orang utan, Kera hidung merah. Kau harus kembali

dari dunia angan-anganmu, melihat realiti di depan

matamu. Ayuh! khabarkan kepada anak bangsa

supaya jangan terlambat. Tak ada ampun dan

keringanan peraturan dan undang-undang kepada

penjahat dan pengkhianat bangsa.

 

Ini adalah peringatan pada jenerasi penerus

sayangkan Rimba jati dan kasih pada bumimu

supaya kau tak dipersalahkan di masa akan datang.

Kalau Rimba Jati, hewan dan kesuburan bumimu

untuk kesekian jutaan tahun maka kemanusiaan

pun bertahan dalam jutaan tahun. Sekiranya

kau kalah melindungi semua ini, kau menyesal

selama hidup dan jutaan tahun mendatang.

Ayuh, bangun bangsa beradab!

 

Kota Kinabalu

30 Januari 2013

 

91. Kesatuan Bangsa

 

Masa depan Negara bangsa, kesatuan Bangsa

Tidak ada langkah yang keliru dan menjahamkan

Hidup rukun berjiran dan memelihara persaudaraan

Berangkat dari kesedaran kasih sayang pada semua.

 

Keindahan bangsa ini hidup dalam imaginasi

Anak-anak bangsa meraih kemerdekaan berfikir

Mencelah kepalsuan dan kebohongan

Berbudi perketi dan kelembutan hidup.

 

Sumber kebaikanmu tak akan pernah habis

Kerana samawi telah menurunkan kekuatan

Jiwa ikhlas diwarnai dengan kekayaan rohani

Kedamaian dalam rumah dan halamanmu.

 

Kesatuan bangsa bukan mimpi yang tak tercapai

Kerana tiap bangsa berperan dan ikut dalam arus

Pembangunan dan kemajuan dalam negara bangsa.

 

92. Makna Kemerdekaan

 

Makna kemerdekaan bukan lafaz di bibir saja

Sedang  jiwanya kosong dan penuh dengan hasad

Masing-masing menaruh curiga dan nafsu serakah

 

Kelancangan suaramu biar bertempat dan benar

Tuhan melihatmu tiap gerak dan langkah dirimu

Perarakan yang di dalam tersembunyi  api

Kekacauan yang merugikan semangat negara bangsa.

 

Tokoh-tokoh bangsa telah memperjuangkan kemerdekaan

Dengan jiwa dan darah di sepanjang abad di zaman penjajah

Semangat bangsa hidup dalam nafas dan denyut jantung

Dan doa-doa yang diucapkan dengan kerendahan dan kelembutan.

 

Hari ini kita memaknakan kemerdekaan supaya semangat

Terus hidup sampai kiamat dan anak-anak bangsa bangga

Buah perjuangan semalam dinikmati dengan kesyukuran

Kita akan terus bekerja keras memelihara kemerdekaan ini.

 

93. Perjuangan Belum Selesai

 

Kita tak akan mendabik dada dan mengatakan tugas ini

Telah selesai lalu tak berbuat apa-apa selain membuat complain

Bangsa yang bermimpi dan pintar berkata-kata

Tapi tak tau menyempurnakan sebuah mimpi dan harapan.

 

Jadilah bangsa yang bersaing di dunia antarabangsa

Tak pernah lelah dan puas pencapaian sedikit lalu berhenti

Kita harus meninggal rimba ketololan dan tahyul

Tak ada kompromi kerana itu menghambat negara bangsa.

 

Setiap langkah kau merenung diri apa yang perlu diperbaiki

Jangan merasa bosan dan putus asa di lapanganmu

Samawi telah member jawaban tiap pertanyaan

Kembangkan layarmu dan jadilah nahkoda berhikmah.

 

Perjuangan ini belum selesai ketika kau membina kekuatanmu

Musuh-musuhmu pun berselindung dalam kegelapan malam

Bersengkokol menggagalkan perancangan dan strategimu

Demi kesedaran ini kau akan menghadapinya dengan bijaksana.

 

*94. Membangun Bangsa

 

Membangun bangsamu dengan kekayaan rohani

Jiwa tumbuh dalam cahaya kasih sayang-Nya

melangkah dengan istiqamah dan tawakal

Janji-janji samawi pasti sempurna.

 

Kekuasaan samawi turun dalam cahaya gemilang

Rahmat mengalir di tanah peribumi

membangun bangsa

dalam jiwa tawajuh dan sabar.

 

Siang malam kau

menyempurnakan kebenaran

kemenangan bangsa

anugerah samawi

kegemilangan sepanjang zaman.

 

Dalam era kemerdekaan

Jiwamu padu dan kukuh, langkahmu berani

Impianmu berkelana ke galaksi dan orbit baru

Kemenangan ini adalah penyempurnaan

hak-hak Tuhan dan insan.

 

Kota Kinabalu

2017

*diterbitkan di Daily Ekspress 20 Ogos 2017

 

*95. Hari Malaysia

 

Kau datang disambut dalam doa

Jayalah Malaysia, rahmat turun-temurun

warnamu mendamaikan mata memandang

ketenangan bangsamu yang matang

langit khatulistiwa menurunkan hujan

anugerah Tuhan Rahman

di dada lautmu pernah

laksamana sohor belayar

dan berkisah kebesaranmu.

 

Jayalah Malaysia,

kau adalah anugerah samawi

memikat dan menawan kalbu

senjatamu adalah doa dan ikhtibar

kesatuan bangsa hidup

pada bulan khalis

di langit zaman.

 

Jayalah Malaysia

seperti melihat malam penuh bintang gemerlapan

kemilau cahaya

tujuh petala langit dan tujuh petala bumi

kekuatan bangsamu ini

adalah kebanggaan bangsamu

sumber inspirasi hidup ribuan tahun

lafaz  ikrar pelindung  Kesatuan Ummah.

 

Jayalah Malaysia,  Jayalah Malaysia.

 

Kota Kinabalu

2017

*Dikirimkan untuk siaran UB, 19 Ogos 2017

 

*96. Langkah Kemenangan

 

Kemenangan tak ada  jalan pendek

perlu kesedaran dan khidmat diri

melindungi kemurnian bahasa bangsa

Pembendaharaan dan akar kata seluas langit.

 

Bahasamu, berkembang dalam firasat

 kekayaan imaginasi  subur akar kata

dari bumi leluhur berkembang

bahasa kreatif dan progresif.

 

Jika kesedaran itu

berpijak di  landasan tradisi dan budaya

beradab tinggi inspirasi sepanjang zaman

tak pernah pula kendur berjuang.

 

Kemenangan setelah kau lihat dan

saksikan sendiri tamadun bangsa

di persada dunia sejagat  alam maya

bahasa ilmu dan kreatif .

 

Kuala Lumpur

2017

*Dikirimkan untuk siaran UB, 19 Ogos 2017

 

*97. Bangsa Merdeka

 

Bangsa merdeka memiliki matahari

Warna dan prinsip pada jati diri

hidup dan berkembang

sampai pada pintu akhir zaman .

 

Dalam kedamaian ada purnama

Kasih sayang  langit baru

 Hidup berbangsa

Persaudaraan sejagat dan munasabah diri.

 

Kau tak rela jerebu menyesak lafazmu

Tenggelam dalam  gelora  badai

Malam gerhana telah berakhir

Derhaka adalah kezaliman tak bertahan.

 

Perjuangan ini hidup sepanjang zaman

Pada bumi leluhur ini

Kegemilangan kesatuan ummah wahidah

Kesedaran langit hidup berbangsa.

 

Nilai

2017

*Dikirimkan untuk siaran UB, 19 Ogos 2017

 

98. Merdeka

Merdeka, merdeka

Negaraku merdeka

Gema merdeka

Dari jiwa merdeka.

 

Merdeka, merdeka

Salam merdeka

Kotaku merdeka

Kami pun merdeka.

 

Merdeka, merdeka

Bicara merdeka

Bangsa merdeka

Kemenangan kita bersama.

 

Merdeka, merdeka

Merdeka dari khianat

Merdeka dari dendam kesumat

Harmoni, hidup harmoni.

 

Merdeka, merdeka

Ke mana kau menoleh

Merdeka pada kata

Merdeka pada tindakan.

 

Merdeka, merdeka

Damai pada jiwa

Kasih merata

Merdeka bangsaku, Malaysia.

 

Kota Kinabalu

Ogos 2018

 

98. Salam Kemerdekaan

 


Gema kemerdekaan di ambang pintu

Benderaku Malaysia Raya berkibar

Gemilang negara bangsa merdeka

Hidup, hidup bumi merdeka.

 

Inilah hari kemenangan sejarah

Dapatkah kau rasa saudaraku

Doa-doa dan perjuangan lebih sekurun

Ini kejayaan Negara bangsa.

 

Di bawah langit terbuka dan dataran hijau

Pacu, pacu  kuda semberani

Jaya, jaya, Negara berdaulat

Toleransi pemacu Negara bangsa.

 

Jiwaku berkumandang tujuh petala langit

Suaraku menggembara empat penjuru bumi

Demi waktu, ketika  kau ucapkan takbir

Sayang Malaysia, negaraku tercinta.

 

Kota Marudu

Ogos 2018

 

99.  Pidato kemerdekaan


Kau bertanya tentang makna kemerdekaan

Aku menjawab kemerdekaan hakiki itu

Membebaskanmu dari panah-panah derhaka

dari segala penjuru tujuan membunuh.

 

Kau bertanya tentang makna kemerdekaan

Aku menjawab kemerdekaan hakiki itu

Kedamaian dan kesejasteraan bangsa

bertunjang pada bumi Tuhan Rahman.

 

Kau bertanya tentang makna kemerdekaan

Aku menjawab kemerdekaan hakiki itu

Jaya Negara bangsa warisan turun-temurun

Tahan diuji zaman padu seperti gunung.

 

Kau bertanya tentang makna kemerdekaan

Aku menjawab kemerdekaan hakiki

Kasih-sayang adalah senjata ummah

Dendam kesumat adalah api durjana.

 

Kau bertanya tentang makna kemerdekaan

Aku menjawab kemerdekaan hakiki

Ketika lapar dan kemalaratan bangsa

Kau berada di situ tangan pelindung.

 

Kau bertanya tenang makna kemerdekaan

Aku menjawab kemerdekaan hakiki

Seperti alam raya dengan hawa khatulistewa

Tak disentuh oleh tangan-tangan serakah.

 

Kau bertanya tentang makna kemerdekaan

Aku menjawab kemerdekaan hakiki

Amanat yang kau diamanahkan

Saksi dan kebenaran sejarah bangsa.

 

Ya Rabbi, biarlah kemerdekaan ini

Perjuangan bangsa sepanjang zaman

Khazanah warisan bangsa terlindung 

Tiap tindakanm adalah kurnia-Nya.

 

Kota Marudu

30 Ogos 2018

 

100. Firasat Kemerdekaan

Langkahmu biar berani

kata-katamu amanat

Citrasamu langit terbuka

azammu bahasa indah dan hidup.

 

Lidahku yang berkata-kata

Biar bersih dari noda-noda

Dirimu adalah sungai mengalir

Di tanah kasih dari jiwa merdeka.

 

Ya Rabbi, ini bukan tangan yang derhaka

Ia telah merdeka dari belenggu kezaliman

Di sini, cahaya damai di menara tinggi

Makmur, makmur negara bangsa.

 

Di dinding kalbu bumi leluhur

Kemerdekaan ini adalah amanat bangsa

Firasatmu bagai air terjun di bumi merdeka.

Seribu tahun tak akan hilang jiwa terbilang.

 

Kota Marudu

30 Ogos 2018

 

101. Gema Kemerdekaan

Gema merdeka hidup sepanjang zaman

Inilah hari kemenangan bangsa gemilang

Tindakan dan kata bersatu menjadi harapan

Dan bulan purnama mimpi sempurna.

 

Melajulah bathera di lautan kasih

salam persaudaraan bangsa merdeka

Inilah hari kemenangan bangsa gemilang

Doa-doa terhimpun kurnia turun.

 

Damailah bumiku tercinta

Harummu kembang bunga di tanam

khazanah turun-temurun

jati rimbamu, jati bangsamu merdeka.

 

Kemerdekaan ini nadi yang berdenyut

Mega gunungmu yang bertahan

Inilah hari kemenangan bangsa gemilang

Sayang bumi, lindung-lindungi.

 

Ya Rabbi, berikan kami kekuatan samawi

Inilah hari kemenagnan bangsa gemilang

Memandang siang derap kuda semberani

Memandang malam tanpa curiga dan durjana.

 

Kota Kinabalu

Ogos 2018

 

*Puisi ini dibacakan oleh YB Azhar Matusin, Malam Puisi Di Ambang Kemerdekaan,

Hotel Shangrilla, 30 Ogos 2018, dianjurkan oleh Pekesan, Ahmadiyya Muslim, Persatuan

Tallesaemia Sabah, Persatuan Penderma Darah Sabah.

 

 

*102. Bahasa Merdeka

 

Bahasa merdeka adalah bahasa matahari

langit sumber inspirasi turun-temurun

bagai hujan  kurnia samawi   

mengalir di perseda bangsa.

 

Bahasa Malaysia, hidup dan kaya

kata-katanya  terus berkembang

di bumi leluhur, menyingkap tabir

kemuliaan Melayu jaya kebanggaan bangsa.

 

Bahasa indah kaya  nilai budaya

kelembutan  menawan kalbu

kebenaran yang bukan rahsia

beradab dan jiwa tawajuh.

 

Bahasa kaya diucapkan

akar kata menjangkau cakerawala

doa-doa mengalir dalam bahasa ibunda

rahmat sampai akhir zaman.

 

Kota Kinabalu

2017

*Dikirimkan untuk siaran UB, 19 Ogos 2017

 

103. Damailah Malaysia Raya


Damailah Malaysia raya

rahmat turun di negara tercinta

kasih semua dalam kalbumu

hidup harmoni sepanjang zaman.

 

Indah permai bangsa makmur

jiwa merdeka turun-temurun

semangat juang nikmat berkurun

pengorbanan tunjang kejayaan bangsa.

 

Bahasamu kaya dan menawan

pandangan mata firasat melahirkan ilham

budayamu dari bangsa yang besar

cinta Tuhan dan kasih Rasul.

 

Rukun hidup berjiran tetangga

tiap tindakan dan pengucapan kata

tak akan melukakan hati saudaramu

kesedaran disemai jenarasi mendatang.

 

Ya Rabbi, lindungilah kami ketika teruji

pelihara kami dari musuh durjana

api sengketa dan pepecahan sendiri

biar damai dan kasih sayang jadi pegangan.

 

Majulah, Malaysia raya

kurnia-Nya turun bagai hujan musim semi

di tanah air tercinta, dan bangsa merdeka

lahan subur lahirnya tokoh dan pemimpin gemilang.

 

Gemilang, Malaysia raya

kesatuan ke arah kekuatan bangsa merdeka

tiap bangsa di dalamnya mata rantai yang kukuh

saling menguat antara satu sama lain.

 

Hidup, Malaysia raya

lambang kegemilangan kejayaan bangsa

langkahmu berani bukan dari rasa takabur

tapi atas landasan kebenaran yang hakiki.

 

Kota Marudu

9 Ogos 2018

 

104.  Sayang Malaysiaku

Ya Rabbi, sayang, Malaysiaku

negara damai membawa harapan

pada langitmu tiap mata memandang

tertawan pada biru langitmu

cahaya kasih terpancar tiap wajahmu

bagai air dari gunung mengalir

manis menyejukkan kalbu.

 

Ya Rabbi, di bumimu, ikatan kasih hidup

saling terima, menjauhkan dendam

tiap kata dilafaz lahir dari cinta damai

tanpa sempadan ia benih masa depan

akarnya  menjunam pada tanah leluhur

jadi pohon rimbun yang berbuah manis.

 

Laillah ha Illallah, Muhammad Rasulullah

 

Ya Rabbi, Tiap kebaikan akan menjadi khazanah

tiap kesatuan akan menjadi kekuatan

derhaka itu api yang merosak

memusnahkan cinta dan kasih sayang

kemerdekaan ini bukan dari tipu muslihat gelojoh

tapi, pengorbanan dan perjuangan yang gigih.

 

Ya Rabbi,

Sayang, Malaysiaku

burung-burung hayat

tak akan pernah diam dalam lingkungan sendiri

terbang jauh melewati sempadan,

kau tak akan berhenti terbang dan jelajahi

cakerawala dan orbit baru.

 

Ya Rabbi, Kalau kau memang yakin dan tulus

kekasih, tiada yang akan membiarkan kegelapan masuk

tiada yang akan membiarkan dirimu dalam kanca sengketa

tiada yang akan merosak taman negara bangsa tercinta.

 

Jayalah, negaraku, Malaysia raya

Jayalah, negaraku, Malaysia raya

 

Ya Rabbi, kedamaian itu selama, arah tuju kemenangan

paculah, kuda semberani, pada lahan baru

purnama pada langitmu, matahari telah terbit di menara tinggi

saksikan bangsa ini tak akan pernah kalah

dari bumi leluhurmu cahaya kasih sayang pada wajah anak-anakmu

Seratus tahun lagi tidak terlalu lama kedaulatanmu abadi.

 

Ya Rabbi,

kemenangan menjadi sempurna

cinta menjadi buah yang manis

Sayang, Malaysiaku.

 

Kota Marudu

9 Ogos 2018

 

*Dideklamasikan pada Malam Puisi Di Ambang Merdeka, 30 Ogos 2018, Hotel Shangrilla anjuran Pekesan, Ahmadiyya Muslim Malaysia, Persatuan Tallesaemia Sabah dan Persatuan Penderma Darah Sabah.

 

105. Merdeka Kotaku

Kotaku aman dan damai

Tidakkah kau rasakan gema merdeka

Wajah-wajahmu matahari pagi

Kicaumu burung pagi.

 

Merdeka kotaku, cinta dan kasih

Lambaian pulau dan sungai perkasa

Mengalir dari sungai hayatmu

Tamu-tamu yang singgah berteduh.

 

Di sini langit biru gemilang

Hutan hujan Khatulistiwa

Menyegarkan mimpi musafir

Airmu pelepas dahaga.

 

Merdeka kotaku, merdeka

Salam yang terucap

Tanganmu disambut

Aku khadim yang siap.

 

Merdeka, kotaku merdeka

Merdeka sepanjang zaman

Merdeka, kotaku merdeka

Merdeka, Malaysia merdeka.

 

Kota Kinabalu

30 Ogos 2018

 

106. Langit Merdeka

107. Pengisian Kemerdekaan

108. Aman Dan Damai

109. Cinta Bahasa

110. Suara Damai

111. Tanah Peribumi

112. Perlindungan Rimba Merdeka

113. Doa Merdeka

114. Filsafat Perjuangan

115. Keutuhan Bangsa

116. Memerangi Kekerasan

117. Bahasa Kasih-Sayang

118. Tanah Air Negara Bangsa

119. Perjalanan Bangsa

120. Hidup Bahasa

121. Keamanan Bangsa

122. Khianat dan Derhaka

123. Melindungi Bumimu

124. Kekerasan Patah Seribu

125. Generasi Selepas Merdeka

126. Langit Damai

127. Kemenangan Bangsa

128. Pemimpin Bangsa

129.  Jerebu Tebal

130. Mimpi Anak Bangsa

131. Pohon Sena Di Tanah Merdeka

132. Menghalau Kegelapan

133. Impian Yang Sempurna

134. Mengurung Dendam

135. Suara Kemenangan Bangsa

136. Amanah kemerdekaan

137. Pemimpin Damai

138.  Jalan Keamanan

139. Warga Emas

140. Surat Merdeka

141. Melindungi Hidupan Liar

142. Alam Raya

143. Kota Merdeka

144. Laut Merdeka

Kau telah mengharung tujuh lautan

Dalam ribut taufan dan gelombang

Pulau-pulau mutiara yang bertaburan

Langit malam menyingkapkan rahsianya.

 

Nahkoda membaca isyarat air

Pada kasih  langit purnama penuh

Perjalanan berakhir di pelabuhan kalbu

Kemerdekaan bukan barang dagangan.

 

Laut merdeka, laut merdeka

Rindu nakhoda pada lautnya

Kasihnya cekal  menantang arus

Tak akan mengubah kompas bahtera.

 

Nilai

Januari 2018

 

145. Langit Merdeka

 

Pada langit kita selalu mendongak

Kerana di situ ada kedamaian

Dan kasih yang selalu turun

Tanpa kongkongan waktu yang mengalir.

 

Ada cinta  yang bersemi

Kita melindungi dengan perngorbanan

Kita berjuang demi kemenangan

Langit merdeka tak akan tercemar.

 

Erti sebuah kemerdekaan

Bertunjang di tanah gembur

Inspirasinya menjulang ke langit

Tapi, pada bumi, kakinya berpijak.

 

Kita tak akan kendur

Keberanian ini berpacak

Pada bumi ribuan tahun

Tunjangnya  menambat tiap kalbu.

 

Nilai

Januari  2018

 

146. Negara Bangsa

 

Di sepanjang jalan kalbumu

Diberi isyarat

Esok telah disebut-sebutkan

Kau terbawa pada ombak.

 

Baca pada siang  menyongsong

Malam

Lalu tiap pertanyaan terjawab

Dengan firasat.

 

Gempa malam itu

Menyedarkanmu

Arah dan tuju perjalanan bangsa

Tentang lembah hijau dan langitnya damai.

 

Kita telah berjalan jauh

Tak pernah lelah  dalam takaran waktu

Musim semi

Telah datang

Negara bangsa kembang berputik.

 

Kota Marudu

March 2018

 

147. Jaya Bangsa

 

Jaya bangsa,  jaya bangsa

Kemerdekaan sebuah bangsa

Kurnia dalam pengorbanan

Kasih sepanjang zaman.

 

Jaya bangsa, jaya bangsa

Dalam kalbumu mengalir doa

Pada kanta mata, benderamu berkibar

Suara-suara terkumpul dalam kasih.

 

Jaya bangsa,  jaya bangsa

Tanah ini  menyatukan

Persaudaraan ukhuwah

Hidup tiap ujian zaman.

 

Jaya bangsa, jaya bangsa

Tamanmu berbau harum

Kembang dalam perlbagai warna

Tiap kalbu menyerap cahaya purnama.

 

Kota Marudu

Februari 2018

 

148. Melindungi Kemerdekaan

 

Tiap zaman hidup pada mimpinya

yang kau harapkan mungkin tak tumbuh

pada pohon itu ada ranting-ranting kering

malam gusar telah berlalu.

 

Firasatmu telah menjadi rimba hijau yang subur

Kata-katamu menjadi bintang  penuh cerita

Yang turun dari samawi

Kedamaian pada bumi.

 

Kemerdekaan itu adalah kurnia

Melindunginya adalah pengorbanan

Keyakinanmu adalah bumi yang hidup

Kekalahan itu tak akan pernah kau bayangkan.

 

Salam kemerdekaan, salam kemerdekaan

Tanpa doa, perjuangan itu kematian langkah

Salam kemerdekaan, salam kemerdekaan

Jayalah bangsa sentiasa hidup dalam perngorbanan.

 

Kota Marudu

March 2018

 

149. Bangsa Membangun

 

Demi masa lakar langkahmu

Tak terbilang dan rembulan penuh

Suaramu bergema menjadi guntur

Keyakinan itu adalah gunung bertahan.

 

Pada sayap gelombang membawamu

Pada pulau teduh dan amanat itu sempurna

Pada siang kebangkitan menjawab tanyamu

Pada bumi  kembali memberi harapan.

 

Tiap bangsa bermimpi menjadi makmur

Tiap mimpi telah menjadi kenyataan

Tiap perjuangan disulami pengorbanan

Tiap yang mula pasti akan berakhir.

 

Jayalah bangsa yang beradab

Turun di dasar bumi  demi nusa

Jayalah samawi mengutus kasih

Lalu kau terpanggil dan membalas.

 

Hari ini  pengucapan tenang dan kasih

Hari ini bangsamu membedakan malam dan siang

Hari ini kata-katamu terhimpun dalam doa

Hari ini kau berjanji tak akan melukai saudaramu.

 

Kota Marudu

April 2018

 

*150. Layar Kedamaian

 

Bangsa dikenang sampai kiamat

Kerana adil dan hidup damai

Pasang surut peradaban

Pengorbanan  pada  sejastera ummah.

 

Tiap teruji ia berdiri gunung bertahan

Menolak kezaliman dan pencabulan hak

Memadam api sengketa di malam durjana

Kelanjutan rukun bernegara bangsa.

 

Impianmu biar  jauh  ke cakerawala

Membangun tamadun bangsa

Demi Malaysia jaya

Keberanian pada kebenaran.

 

Di bumi rayamu

Habitat dan hewan terlindung

Lautan dan sempadanmu tenang

Demi Malaysia jaya, Malaysia Jaya.

 

Nilai

2017

*Dikirimkan untuk siaran UB, 19 Ogos 2017

 

End//……

 

Comments